“Menikahlah dengan suamiku, Lis, aku mohon. Hanya kamu yang bisa mewujudkan mimpiku. Apakah kamu tidak ingin menolong Mbakmu ini?” pintanya dengan wajah memelas.
Gadis itu masih terpaku diam dan tentu saja syok. Dia tidak mengerti apakah ini suatu anugerah atau kesialannya. Tak dipungkiri ketampanan suami Farah bisa membuat hati kaum hawa yang lain meleleh tapi tidak dengan Falisha yang tidak mau terlalu dekat dengan Fathan yang wajahnya hampir mendekati sempurna itu.“Lisha Sayang, kamu mau kan, aku juga sudah memberitahukan kepada Mas Fathan dia juga sudah setuju melakukannya dan tinggal dari kamu saja, atau anggap saja ini permintaan terakhirku dan setelah itu aku tidak akan meminta yang lain, aku mohon,” desak Farah yang kini semakin dibanjiri air mata.Falisha semakin terpojok. Dia tidak bisa melihat Farah menitikkan air mata sedikit pun. Baginya Farah adalah sosok pengganti ibunya yang telah menelantarkan dirinya sewaktu masih kecil. Farah memungutnya dari jalanan saat melihat gadis kecil itu ketakutan, meringkuk di pojokan karena di tuduh mencuri di sebuah pasar waktu itu.Berkat Farah, Falisha mampu menjadi gadis yang pintar dan baik, mengenal pendidikan dan tata krama. Dari dasar itulah Falisha tak mau membuat kakaknya sedih meskipun permintaannya itu sangat mengejutkannyaBagi Farah ini adalah satu-satunya cara untuk bisa mendapatkan keturunan, meskipun bukan dari rahimnya sendiri.“Lis, jangan diam saja, atau begini saja kita akan membuat kesepakatan. Mbak akan melakukan apa saja untukmu, bagaimana?”Falisha melirik. “Apa pun?”“Iya apa pun yang kamu minta, Lis,” jawab Farah tersenyum.“Oke, aku lakukan demi Mbak Farah bukan yang lainnya,” celetuk Falisha. Dengan senang hati Farah menyetujui dan memeluk adik angkatnya.Seminggu kemudian mereka pun melangsungkan akad nikah. Tidak banyak yang hadir dalam acara itu karena sengaja untuk disembunyikan. Hanya beberapa saksi dan Mbok Ijah pembantu setia mereka. Tak ada pesta apa pun. Balutan kebaya putih yang terlihat sederhana tapi tak menutupi kecantikan wajah Falisha yang natural. Falisha akhirnya bisa merasakan apa itu pernikahan yang tak akan pernah terwujud dengan kekasihnya sendiri. Kini Falisha harus menerima kenyataan kalau sekarang dirinya sudah berstatus kan istri dari seseorang meskipun hanya dengan pernikahan siri.“Terima kasih,” ucap pria bertubuh tegap itu setelah melakukan hubungan layaknya suami istri.Falisha hanya mengurai senyuman mendengar suara berat darinya, meskipun tubuhnya masih terasa sakit di bagian inti. Pria tampan itu menjauh dan meninggalkan Falisha yang masih terkulai lemas di ranjang tanpa sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang Fattan tutupi sebelum meninggalkan Falisha untuk menyelimuti dirinya.Air mata kembali menetes entah apa yang dirasakan wanita yang masih berusia dua puluh satu tahun itu. Selain tubuh hatinya pun masih belum terobati karena perselingkuhan yang dilakukan oleh sang kekasih.Kesepakatan itu yang selalu dia pikirkan. Tak ada kata cinta atau kasih sayang layaknya suami istri sungguhan.“Mas Fattan bukan milikku seutuhnya, dia milik Mbak Farah, sadar Falisha kamu hanya dituntut untuk melahirkan anak mereka. Aku harus ikhlas kasihan Mbak Farah menjadi bahan gunjingan di keluarga Mas Fattan. Apalagi jika keluarga besar Mas Fattan tahu sebenarnya kalau ... ah sudahlah!”Falisha menghela napas panjang dan berusaha menggerakkan tubuhnya sedikit demi sedikit. Pengalaman pertama kali bercinta dengan lawan jenis membuatnya sedikit trauma meskipun pria tampan itu melakukannya dengan lembut.Falisha tak mengelak bercinta dengan kakak ipar dan suami yang baru dia nikahi tiga hari yang lalu dan ini pun sudah ketiga kalinya mereka berhubungan tapi Falisha masih saja terasa sakit.“Kamu akan mendapatkan kebahagiaan Neng, mungkin nanti setelah semua rasa sakit yang kamu alami, suatu hari nanti ada seorang pria yang akan menerima kamu apa adanya. Mungkin juga Tuan Fattan?” goda Mbok Ijah tersenyum saat datang ke kamar Lisha.“Mas Fattan? Nggak Mbok dia milik Mbak Farah, aku tidak mau menjadi duri dalam rumah tangganya, apalagi aku di sini hanya membantu mereka untuk mendapatkan seorang anak. Aku tidak mungkin mencintai Mas Fattan. Dan mereka berjanji untuk membantuku membalas dendam kepada orang itu yang berani berselingkuh di belakang ku!” jelasnya sedikit berapi-rapi.Mbok Ijah tersenyum dan menatap lekat bola mata Lisha. Tangan Mbok Ijah menarik dagu wanita cantik itu. “Neng Lisha mulai jatuh cinta dengan Den Fattan?” tanya Mbok Ijah penasaran.Falisha terdiam dan kembali berusaha beranjak dari ranjang. Dia tidak memedulikan perkataan Mbok Ijah barusan malah memilih untuk pergi ke kamar mandi meskipun jalannya masih tertatih-tatih.***Rumah besar itu membuat Falisha malah terasa sesak. Apalagi dia harus membaginya dengan Farah, kakak angkatnya yang sudah seperti saudara kandung. Tinggal satu atap dan setiap malam Fattan akan menghabiskan malamnya bersama sang suami dan setelah selesai maka Fattan akan kembali ke kamar istrinya yaitu Farah. Kamar mereka hanya bersebelahan.Hari-hari Falisha lalui dengan ikhlas. Falisha menyulap dirinya menjadi ibu rumah tangga yang baik. Melaksanakan kewajiban sebagai istri, membuat masakan yang memang hobi Falisha dari kecil. Baik Fattan dan Farah tidak memperbolehkannya bekerja diluar sebelum Falisha memang betul-betul hamil dan melahirkan anaknya.Sampai beranjak dua bulan akhirnya Falisha dinyatakan hamil. Sepasang suami istri itu pun sangat bahagia. Falisha diperlakukan bak ratu dan di manja, tidak boleh melakukan aktivitas apa pun yang berat menurut mereka berdua. Falisha sangat bahagia sekaligus sedih karena akhirnya bisa mengandung. Hal yang tidak akan pernah Farah bisa lakukan karena dirinya tidak bisa memberikan keturunan karena rahimnya sudah diangkat akibat kecelakaan tiga tahun yang lalu saat mereka masih menjadi sepasang kekasih. Karena kecelakaan itu juga membuat Farah menjadi lumpuh sehingga harus menggunakan kursi roda.Farah sangat memperhatikan kesehatan Falisha dan bayi di dalam kandungannya. Apa pun yang Falisha minta selalu dituruti.“Falisha?” panggil Farah saat melihat sang adik angkat termenung duduk di halaman belakang.“Mbak Farah? Kenapa keluar? Angin di sini nggak bagus untuk kesehatan Mbak, kita masuk yuk, Falisha sudah mau masuk juga kok,” ajak Falisha mengambil alih kursi roda itu tapi tangan itu segera digenggam oleh Farah.“Lis, apakah kamu ingat saat aku menemukan kamu duduk di tepi danau sendirian?” tanya Farah pelan.Falisha mencoba mengingat masa lalunya bersama Farah. Wajahnya kembali tersenyum saat membayangkan apa yang pernah dikatakan olehnya akhirnya menjadi kenyataan.“Mbak, aku juga baru sadar kalau yang Mbak katakan sekarang terjadi, apa Mbak Farah seorang peramal?” selidik Falisha sambil tersenyum.Farah ikut tersenyum dan menyenderkan kepalanya di tangan Falisha .“Kamu benar Sayang, waktu itu Mbak pernah bilang kalau kamu akan menikah dengan suami Mbak juga dan ternyata sekarang kita memang mempunyai suami yang sama dan bolehkah Mbak meminta satu lagi dari kamu?” tanya Farah lembut.“Apa Mbak?” tanya Falisha penasaran.“Bisakah kamu mencintai Mas Fattan seperti Mbak? Kamu bisa memulai hidup yang baru bersama Mas Fattan, lupakan orang yang telah mengkhianati kamu itu, balas dendam itu tidak baik Sayang, apa yang kamu harapkan dari balas dendam, lagian dia juga sudah menikah dengan wanita lain dan kamu pun sudah menikah dengan Mas Fattan, terus apa yang ingin kamu balas, apa kamu akan bahagia? Kenapa kamu tidak membuka hatimu untuk Mas Fattan?”Mata Falisha membulat sempurna antara terkejut dan dilema dengan harinya sendiri.“A—apa yang Mbak Farah katakan? Bukankah kita sudah menyepakati semuanya? Dan kenapa Mbak Farah mengubah keputusan lagi, dan jika Mas Fattan tahu dia akan marah. Lagian aku dan Mas Fattan tidak saling mencintai hubungan kami hanya untuk bisa mendapatkan anak dan setelah itu aku akan pergi ke kehidupan kalian!”“Kamu tidak mencintai Mas Fattan?” tanya Farah menatap lembut adiknya.“Dan Mbak Farah rela membagi cinta dengan wanita lain?” tanya balik Falisha membalas tatapan sendu Farah.“Aku rela karena waktuku tidak banyak dan aku memilihmu sebagai penggantiku nanti,” sahut Farah tersenyum kecil.“Ngomong apa sih Mbak? Sudah ah mulai dingin, Ayuk kita masuk!” Falisha kembali mendorong kursi rodanya sampai ke kamar.Mereka tidak tahu kalau perbincangan mereka ternyata didengar oleh Fattan yang tidak sengaja melewati halaman belakang.“Aku hanya melakukan atas permintaan Farah, aku harus menghilangkan rasa itu,” gumam Fattan dalam hati sambil mengepalkan tangannya.Setelah perbincangan itu sikap Fattan mulai menjaga jarak bahkan jarang sekali Fattan ke kamar Falisha hanya sekedar menanyakan kondisi kesehatannya. Farah dan Mbok Ijah yang mengurus. Bahkan Fattan mengambil pekerjaan keluar kota sampai empat bulan lamanya hanya untuk menghindar dari Falisha. Falisha mengerti apa yang dilakukan oleh Fattan. Dia memang harus menghindar agar tidak menimbulkan benih cinta diantara mereka. Begitu juga dengan Falisha dia tetap fokus dengan kehamilannya tanpa harus memedulikan sikap Fattan yang semakin dingin dengannya. Sudah hampir sembilan bulan, kini Falisha harus mempersiapkan diri untuk melahirkan. Seperti kata dokter mungkin antara Minggu pertama atau kedua Falisha akan melahirkan secara normal. Rasa gugup, cemas dan bahagia bercampur aduk rasanya.“Mas, sebentar lagi Falisha mau melahirkan kata dokter sih dalam minggu-minggu ini, kamu nggak tengok anakmu sebentar?” tanya Farah lembut. Fattan mengecup kening istrinya dengan hangat. “Aku masih ma
Falisha memberikan bayi itu kepada Farah dan Fattan untuk mereka rawat dan besarkan. Meskipun hatinya terasa sedih dan sakit tapi dia harus melakukannya demi mereka, demi Farah kakak angkatnya.Sebenarnya Farah sudah berusaha mencegahnya untuk tidak pergi tapi dia pun sadar cinta itu tidak boleh hadir diantara mereka. Fattan pun mengerti posisi Falisha dia pun tak ingin memperkeruh keadaan meskipun hatinya mulai merasakan getaran cinta dengan Falisha. “Mbak aku sudah menepati janjiku untuk kalian dan sekarang aku bebas. Mas Fattan harus menceraikan aku juga. Tinggal kalian yang harus menepati janji untuk membuat orang itu menderita. Aku masih tidak rela jika dia hidup bahagia sementara aku tidak bisa melupakan orang itu sampai sekarang!” keluhnya menagih janji kepada mereka. “Kamu jangan khawatir aku akan menepatinya, dan ini ...” Fattan memberikan selembar cek yang bertuliskan nominal angka tertera sangat jelas.Kedua bola mata membulat sempurna saat melihat angka nominalnya. “
Falisha membuka amplop itu dan langsung membacanya. Seketika wajahnya langsung berubah pucat saat itu juga. “Ti—tidak mungkin? Apa kamu bercanda?” Falisha berdiri dan ingin segera merobek kertas itu ,tapi Fattan langsung mengambil kertas itu dengan cepat. “Itu adalah permintaan terakhir Farah, bukan aku yang meminta,” tegasnya lagi. “Tapi kita sudah lama bercerai dan aku ...”“Kenapa? Kamu keberatan dan itu tidak masalah karena dulu kita hanya menikah siri dan sekarang aku akan menikahi kamu secara resmi baik secara agama dan juga hukum, lagian kamu tidak ingin bertemu dengan anakmu? Sekarang kamu pilih saja mau menikah denganku atau anak itu yang harus menanggung akibatnya?”“Apa maksudnya, Mas?” tanya Falisha tidak mengerti.“Seharusnya kamu tidak perlu melahirkan anak pembawa sial itu, ya dia bukan anak Farah sehingga perilakunya tidak seperti itu dan dia adalah anakmu yang nakal, susah untuk dikendalikan!” bentak Fattan meluapkan emosinya. Falisha semakin bingung dengan pe
Nola baru menyadari jika ada orang lain yang masih berdiri di hadapannya. Wanita cantik memakai hijab modis membuat mereka terpaku sejenak. “Wah cantik banget,” ucap Nola sambil berdiri menatap Lisha. “Benar sempurna untuk bos dingin kita itu,” sanggah Mira kembali bersuara yang ikut menatap Lisha dari atas sampai bawah. Tak lama kemudian telepon kembali berdering membuyarkan mereka. Dengan sigap Nola langsung mengangkatnya dan sangat terkejut karena yang menghubunginya adalah dari perusahaan Pak Muchlis.Nola tercekat dan panik, karena dia belum memikirkan jawaban yang pantas untuk orang itu. Rasa gugup dan khawatir langsung menghantuinya. “Siapa Mbak?” tanya Falisha penasaran. “Maaf Mbak mungkin itu Pak Muchlis Yudatama salah satu investor yang ingin bekerja sama dengan Pak Fathan, tapi Pak Fathan membatalkan janji mereka karena ada urusan mendesak dan Nola sekretarisnya ini bingung mau mencari alasan apa yang tepat agar kedua belai pihak yang mempunyai sifat yang hampir sa
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi kedua matanya masih saja terjaga. Apalagi kata-kata Fattan tadi sore membuatnya gelisah, meskipun di dalam hati masih ada rasa itu. Rasa yang pernah dia rasakan untuk cinta Fattan tapi dia harus menguburnya dalam-dalam karena waktu itu tidak ingin menjadi duri dalam rumah tangga mereka. Namun, sekarang sangat berbeda kini Falisha harus memutuskan apalagi surat wasiat kakak angkatnya itu. Selain itu dia juga ingin bertemu dengan putranya yang pernah dia tinggalkan untuk mereka. Dia ingin melihat wajah anak itu dan dia pun harus membuat anak itu tidak nakal seperti apa yang dikatakan mereka.Falisha mengambil ponselnya yang tergeletak di pinggir ranjang. Lalu membuka galeri foto. Foto yang sempat dia ambil saat anak itu masih bayi. “Bagaimana wajah kamu sekarang, Sayang, apakah kamu juga merindukan, Mama? Ah, sangat konyol, mana mungkin anak itu merindukan aku, karena dia pun tidak tahu siapa aku sebenarnya. Kita akan bertemu, Sayang,
Fattan ingin sekali mengikuti mereka tapi disaat itu juga ponselnya berdering. Dia pun terpaksa harus segera ke kantor karena mengingat pentingnya meeting nya hari ini.“Ah sial, kenapa juga hari ini ada meeting, padahal aku ingin memergoki mereka,” gerutunya kesal. Dia pun segera pergi dari sana dengan wajah ditekuk. Lagi-lagi ponselnya pun kembali berdering. Wajahnya sudah penuh amarah yang ingin sekali diledakkan tapi saat melihat nama yang tertera disana terlihat senyuman menyeringai. Dia pun segera menerima panggilan itu.***Pria tampan itu tidak tahu kalau yang dia lihat bukanlah kekasih atau tunangan Falisha melainkan teman kerja Falisha yang ditugaskan bersamanya bernama Aldi. Dia juga tidak datang sendiri karena Silvi pun ikut bersamanya hanya saja disaat itu Silvi izin ke kamar mandi sehingga Fattan hanya melihat Aldi bersama Falisha. “Kita langsung kerja atau bagaimana nih?” tanya Silvi setelah mereka masuk ke mobil. “Besok saja, lagian kalian baru datang pasti capek,
“Hey kok bengong sih? Kenapa?” Silvi kembali membuyarkan lamunan Lisha sehingga wanita cantik itu sedikit terkejut.“Ah nggak apa-apa. Aku mau istirahat dulu ya, besok kita akan bertemu dengan orang itu dan kalian harus mantapkan hati dan jiwa raga karena orang ini sedikit bawel, ketus dan irit bicara, tapi ...“Tampan, itu kan yang akan kamu bilang?” goda Silvi membuat wajah Lisha kembali memerah. “Oh bukan tapi mempunyai insting yang kuat dalam segala hal, makanya kita harus waspada dan teliti,” sahut Falisha yang kemudian buru-buru pergi karena takut ditanya lagi.Silvi menatap punggung Falisha sampai hilang dari pandangannya. “Di, kamu ngerasa nggak sih kalau Lisha sedang menyembunyikan sesuatu dari kita?” selidik Silvi yang merasa curiga.“Iya aku juga sempat curiga sih, selama ini kan dia tidak pernah menunjukkan wajah keluarganya itu apalagi kakak ipar nya, memang tampan dari aku ya?” “Kamu memang tampan tapi kalau dilihat dari sedotan, hehe,” jawab Silvi sambil terkekeh. “
“Kalau dipikir-pikir dia itu duda punya anak satu loh, tapi ada juga yang mengatakan kalau anaknya itu super nakal banget padahal umurnya baru enam tahun. Kasihan sekali istrinya mungkin gara-gara itu juga kalinya dia meninggal. Sudah sakit-sakitan ditambah anaknya badung,” jelas Silvi membuat mata Falisha berkaca-kaca. “Dia tidak aktif di media sosial, hampa sekali hidup Fattan ini, tapi eh tunggu sebentar ...“Ada apa, Al?” “Waw, seksi sekali, kenapa sih wanita memamerkan tubuhnya begitu mudah banget, kenapa nggak sekalian telanjang saja, dari pakai pakaian kurang bahan gitu, cuma dkit doang lagi kelihatan semua deh, banyak talinya pula,” gerutu Aldi saat melihat sebuah foto yang mampir di beranda sosialnya. “Mana coba lihat.” Silvi penasaran dan mengambil ponsel milik Aldi dari tangannya. Silvi pun memperhatikannya. “Wah dia cantik sekali tapi masih cantik kamu kok tenang saja,” ledek Silvi tersenyum saat melihat ke arah Falisha yang masih fokus menyetir.Silvi kemudian menaik