“Kalau dipikir-pikir dia itu duda punya anak satu loh, tapi ada juga yang mengatakan kalau anaknya itu super nakal banget padahal umurnya baru enam tahun. Kasihan sekali istrinya mungkin gara-gara itu juga kalinya dia meninggal. Sudah sakit-sakitan ditambah anaknya badung,” jelas Silvi membuat mata Falisha berkaca-kaca. “Dia tidak aktif di media sosial, hampa sekali hidup Fattan ini, tapi eh tunggu sebentar ...“Ada apa, Al?” “Waw, seksi sekali, kenapa sih wanita memamerkan tubuhnya begitu mudah banget, kenapa nggak sekalian telanjang saja, dari pakai pakaian kurang bahan gitu, cuma dkit doang lagi kelihatan semua deh, banyak talinya pula,” gerutu Aldi saat melihat sebuah foto yang mampir di beranda sosialnya. “Mana coba lihat.” Silvi penasaran dan mengambil ponsel milik Aldi dari tangannya. Silvi pun memperhatikannya. “Wah dia cantik sekali tapi masih cantik kamu kok tenang saja,” ledek Silvi tersenyum saat melihat ke arah Falisha yang masih fokus menyetir.Silvi kemudian menaik
“Oh nggak apa-apa, hanya ingin mau ke toilet sebentar, saya permisi dulu, Mbak,” ucapnya bergegas keluar dari ruangan meeting itu. Namun, membuat Mira bingung sambil menatap punggung Falisha sampai hilang dari pandangannya.“Ada apa, Mir?” tanya Nola menghampiri Mira. “Nggak apa-apa hanya bingung saja,” jawab Mira masih penasaran. “Bingung kenapa?” “Mbak Falisha tadi izin mau ke toilet.” “Terus, apanya yang bingung?” tanya Nola semakin heran.“Aku belum memberitahukan tempat toiletnya tapi dia sudah pergi begitu saja, sepertinya dia tahu deh letak posisi toiletnya?” selidik Mira beranggapan. “Emm ...benar juga sih, tapi bukannya dia pernah bilang saat dia ke sini kalau dia adalah adik angkatnya Ibu Farah, istri mendiang Pak Duda, iya kan?” Nola mencoba mengingat saat Falisha datang pertama kali ke kantor itu.“Apa?” tanya Silvi dan Aldi hampir bersamaan dengan wajah terkejut. Kebetulan posisi Silvi dan Aldi tidak jauh dari mereka sehingga mereka pun mendengarnya. “Maksudnya bag
“Duh cantik banget tuh cewek, pintar lagi kira-kira dia sudah menikah atau belum ya, pengen jadi suaminya kalau memang belum,” ucap karyawan Fattan yang bernama Dirga. “Iya, aku pun juga mau lah, bening begitu, wanita sholehah, jarang banget bisa lihat beginian,” timpa Seno kemudian sedikit berbisik, namun, ucapan mereka masih bisa di dengar oleh Fattan. “Menyebalkan sekali mereka, bukannya fokus untuk mendengarkan rancangan kerja malah menggosip tentang Falisha,” geramnya dalam hati Fattan semakin emosi saat mereka berdua masih membicarakan tentang Falisha di belakangnya. Lirikan mata Fattan mampu membuat kedua karyawan itu terkejut meskipun mereka membalas tatapan tajam itu. “Apakah kalian hanya ingin bergosip atau bekerja? Sangat tidak sopan kalau kalian bicara sendiri sedangkan ada orang lain yang sedang menjelaskan beberapa hal penting tentang kerja sama ini. Jika kalian masih betah menggosip silakan kemari barang-barang kalian dari sini, saya tidak butuh orang yang tidak kom
“Kenapa kamu takut dengan saya?” tanya balik Fattan menatap lebih dalam lagi.Entah apa yang ada dipikiran Fattan tiba-tiba saja wajah pria itu sedikit maju dan ingin menggapai bibir Falisha. Wanita cantik itu semakin gugup. “Tidak ... tidak jangan sampai aku terlena dengan dia, aku harus cepat menghindar,” pikir Falisha mencari akal.Ketika hampir saja menyentuh bibir Falisha tiba-tiba saja dia menyapa seseorang. “Pak Yudi?” sapa Falisha dengan cepat. Fattan yang mendengar nama itu disebut buru-buru menjauhkan tangannya dan berbalik badan.Seketika Fattan menjadi kesal karena Falisha sudah berani membohonginya. “Maaf, aku harus pergi dan satu lagi jangan memecat mereka. Semua bisa dibicarakan dengan baik-baik tanpa harus ada amarah, semua pasti ada jalan keluarnya. Kita masih membutuhkan mereka dan pikirkan loyalitasnya selama ini dalam pekerjaannya, permisi.” Falisha pergi dari ruangan itu sebelum Fattan memanggilnya lagi. Fattan terdiam dan kembali tersenyum. “Apa yang aku lak
Sudah hampir setengah jam Fattan masih di ruangannya. Namun, kini pikirannya bercabang. Pria tampan itu memikirkan apa yang dikatakan oleh Yudi sehingga dia tidak bisa fokus dengan pekerjaan itu. Fattan lalu menghubungi Nola sekretarisnya.“Ya Pak Fattan?”“Saya lupa nomor berapa di ruangan Falisha?”“Nomornya 112, Pak, tapi sekarang Bu Falisha tidak ada di ruangannya Pak, hanya ada Mbak Silvi dan Mas Aldi.”“Memang saya ingin bicara dengan Falisha?”“Maaf Pak, pemikiran saya begitu.”“Dia tidak memberitahukan kamu ke mana dia pergi?”“Bilang sih Pak, dan Bu Falisha pergi bersama dengan Pak Yudi.”“Apa, kenapa kamu tidak beritahu saya?” “Loh, saya kira Bapak sudah tahu karena setelah Pak Yudi keluar dari ruangan Bapak bersamaan ada Bu Falisha, entah apa yang mereka bicarakan sehingga mereka pergi bersama, Pak. Sangat cocok sekali mereka yang satu tampan dan yang satu cantik, iya kan Pak?”“Kamu kira Yudi lebih tampan dari saya, menyebalkan. Kamu sekretaris saya atau Yudi sih?” “Ma
Fattan tersenyum mengejek kembali saat mengingat ucapan papinya itu. “Papi mengungkit ada darah Widatama yang mengalir di tubuh anak nakal itu, tapi tidak dengan cucu Papi yang lain yang tidak dianggap sama sekali. Kenapa Pi, mereka juga berhak untuk itu?” tanyanya dalam hati yang kini sangat merindukan kakaknya Fazri yang sudah tidak dianggap sebagai anaknya oleh Hendra Aji Widatama. Bahkan sudah sepuluh tahun ini Fattan tidak tahu keberadaannya. Ponselnya pun sudah tidak aktif. Fattan memang belum menyuruh orang untuk mencari keberadaan kakaknya tapi dia yakin suatu hari mereka akan bertemu lagi dan akan membawanya pulang. ***Sementara itu Yudi yang pergi bersama dengan Falisha masih mencari keberadaan Fahri. Ya saat Yudi keluar dari ruangan Fattan tadi bersama Falisha. Wanita cantik itu pun melihat wajah Yudi yang sangat khawatir sehingga memberanikan diri untuk bertanya.“Maaf Pak ada masalah, kenapa wajah Pak Yudi terlihat seperti itu?” tanya Falisha ingin tahu.“Saya harus
Setelah lima belas menit berlalu akhirnya mobil Yudi berhenti di sebuah pemakaman umum. Suasana tampak sepi tapi Falisha masih hafal tempat Farah terakhir disemayamkan. Wanita cantik itu buru-buru turun dari mobil. Seperti bias a Yudi semakin penasaran dengan tingkah laku Falisha yang baru dia kenal. Memang selama ini Fattan tidak pernah bercerita apa pun tentang Falisha. Sedangkan Yudi pun waktu itu masih berada di kota lain untuk mengurus kantor cabang milik keluarga Widatama yang lain sehingga hanya melalui telepon saja mereka berhubungan itu pun hanya membahas pekerjaan saja. Namun, sekarang Yudi kembali dipanggil untuk kembali menjadi kaki tangan Fattan. Seharusnya bukan Yudi yang ditugaskan di sana melainkan kakaknya Fattan yaitu Fazri tapi pria itu tidak mau menjalankan perusahaan bisnis ayahnya sehingga memilih untuk keluar dari keluar Widatama. Apalagi diketahui Fazri menikahi wanita yang bukan pilihan papinya sehingga menambah deretan kesalahan yang Fazri lakukan. Langka
Tangannya mengepal kuat saat mendengar suara wanita yang akan dinikahinya bersama pria lain. Dia pun langsung pergi begitu saja tanpa mengindahkan perkataan Nola yang ikut mengejar sampai depan pintu lift. “Kenapa lagi itu bos, selalu saja terburu-buru begitu, mukanya itu sangat datar dan dingin, perasaan saat bersama nenek lampir itu nggak begini amat,” monolog Nola yang tak berani bertanya lagi saat melihat wajah bosnya.“Pasti bos kamu itu perlu dirukiyah deh, bawaannya selalu marah, padahal dulu nggak begini amat, tapi semenjak nenek lampir itu datang bos kita menjadi pemarah,” ucap Mira yang datang tiba-tiba di belakang Nola. “Nggak tahu ah, pusing juga lebih baik aku selesaikan dulu pekerjaanku sebelum bos datang tambah pusing,” celetuk Nola sedikit kesal.Saat ingin beranjak dari tempat lift itu, tiba-tiba saja pintu lift terbuka membuat kedua wanita itu pun refleks melihat ke arah pintu lift. “Kejutan?” seru wanita cantik itu membuat Nola dan Mira saling berpandangan. “La,