"Nadira, Ibu memang seperti itu saat bersama dengan Chandra. Ibu se-sayang itu dengan putra bungsunya, kamu yang sabar ya," ucap Roy, ketika menatap adik iparnya yang terlihat sedih.
"Lagian kamu si Nadira, harusnya kamu itu tahu kalau Chandra itu milik ibunya, jadi kamu jangan berlebihan sebagai istri, nanti ibu bisa murka sama kamu!" celetuk Anita menimpali."Terima kasih Kak, Mbak, sudah memberitahuku, tapi selama aku tinggal di sini, aku juga tidak pernah melampaui batas, aku berusaha untuk mengerti jika mas Chandra adalah milik ibunya, tapi di sini aku juga seorang istri yang berhak atas suami ku. Aku masih menahan diri agar tidak melayani mas Chandra di meja makan, tapi apa salahnya jika suamiku sendiri yang meminta." jelas Nadira mengutarakan haknya.Nadira pamit dan masuk ke dalam kamar, tanpa menyuapkan makanan sedikit pun ke mulut, sama halnya dengan bu Hesti yang meninggalkan meja makan tanpa menikmati makanan yang sudah ia hidangkan.Roy menatap lekat istrinya, ia terlihat kecewa lantaran Anita sudah mengatakan hal yang seharusnya tidak ia katakan."Kamu ngomong apa si sayang, Nadira itu istrinya Chandra, ya wajar lah kalau Chandra pengen dilayani sama halnya dengan kamu yang setiap hari melayani aku di meja makan," protes Roy memarahi istrinya."Ya Mas, tapi kamu tahu sendiri kan, ibumu itu terlewat sayang sama Chandra, sampai-sampai Nadira tidak diizinkan melayani di meja makan, aku tidak membela siapa-siapa kok," elak Anita masih dengan lahap menyantap makanan di piringnya."Jelas banget kamu itu memihak sama ibu! Kalau kamu tidak bisa membantu memperbaiki hubungan ibu, Chandra, dan juga Nadira, lebih baik kamu diam saja, jangan menambah panas suasana!" sungut Roy kesal.Mereka pun beradu argumen, merasa bahwa paling benar dan tidak mau disalahkan. Chandra yang sudah keluar dari kamar sang ibu pun kembali ke meja makan untuk melanjutkan makannya, tetapi ia tidak melihat Nadira di sana."Loh, di mana Nadira?" tanya Chandra menatap Roy dan Anita yang diam setelah Chandra datang."Istri kamu masuk tuh ke kamar, mungkin dia tersinggung sama sikap ibu," celetuk Anita yang sebelumnya sudah marah pada Roy."Emmm, gini Chandra. Tadi memang gue dan Anita ada ngomong kalau Nadira harus sabar menghadapi ibu, maaf ya, gue ikut campur. Mungkin Nadira lagi kecewa sama sikapnya ibu malam ini. Oh ya, Nadira masuk ke kamar sebelum dia makan, jadi lebih baik lo bawa makanan deh ke kamar biar kalian makan bareng," usul Roy, ia merasa bersalah lantaran ucapan istrinya yang menyinggung Nadira."Oh, baik lah, gue siapain makanannya dulu. Oh ya Kak, ibu juga belum makan," spontan Chandra menghentikan aksinya yang menyendok nasi ke piring."Udah, biar itu urusan gue, kita kenal ibu dari kita kecil, mungkin ibu cuma ngambek sebentar. Ya udah, sana. Urusin perut istri lo, jangan sampai dia kelaparan di rumah ini." jelas Roy ikut membantu menenangkan adiknya.Chandra menganggukkan kepala, ia langsung membawa piring yang sudah dipenuhi dengan lauk lengkap, perlahan ia masuk ke kamar dan menyadari bahwa istrinya itu sedang menangis dalam posisi meringkuk di ranjang.Rasa bersalah yang Chandra rasakan semakin terlihat saat ia menyadari wanita yang ia cintai itu nampak sedih dan terisak, segera ia menghampiri Nadira setelah meletakkan makanannya di atas nakas."Sayang,"Mendengar suara Chandra yang sudah kembali, Nadira pun dengan cepat menyeka air matanya. Ia tidak mau jika suaminya itu melihat dan menyadari dirinya sedang menangis. Chandra meraih tubuh Nadira dan meletakkan nya ke dalam pelukan, mata Nadira kembali menganak sungai ketika mendapatkan perlakuan lembut dari suaminya.Chandra mengelus lembut punggung Nadira, ia tahu jika selama ini istrinya itu sudah cukup sabar dalam menghadapi sifat ibunya yang kekanak-kanakan, sebab itu lah tekat Chandra untuk menuruti keinginan sang istri harus ia lakukan, perlahan Chandra melepaskan pelukannya, lalu menatap lekat wajah Nadira sambil sesekali menyapu air matanya."Sayang, maafin aku yang nggak tegas selama ini sama ibu ya, sekarang aku akan lebih memikirkan kamu, aku akan penuhi permintaan kamu untuk tinggal terpisah dari ibu, mulai besok kita akan cari kontrakan atau apartemen yang dekat dengan kantor dan juga dekat dengan rumah ibu, agar kita bisa sesekali berkunjung ke sini," ucap Chandra, ia yakin bahwa pilihannya ini adalah pilihan yang diinginkan oleh Nadira."Mas, maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk memisahkan kamu dengan ibu, tapi di sini aku juga ingin menjadi istri sepenuhnya, tanpa dianggap sebagai saingan oleh ibumu," lirih Nadira mengutarakan isi hatinya."Ya sayang, aku tahu, aku mengerti. Kita akan lakukan apa yang sudah kita sepakati, besok saat pulang dari kantor, kita mulai mencari tempat tinggal untuk kita selanjutnya. Sekarang kita makan dulu, aku sudah sangat lapar." ajak Chandra melempar senyum mencairkan suasana haru yang sebelumnya ia rasakan.Nadira membalas senyuman Chandra, lalu ia mengangguk setuju saat Chandra mengambil makanannya, suapan pertama mendarat bebas di mulut Nadira. Begitu juga dengan Nadira yang penuh kasih sayang menyuapkan makanan ke mulut Chandra.Sesuatu yang belum pernah terjadi setelah menikah adalah, melihat Chandra dan Nadira dapat tertawa bersama di rumah ibunya. Sering kali keduanya hanya memendam rasa ketidak enakan ketika mereka hendak melakukan itu, karena merasa takut jika kebahagiaan mereka justru melukai salah satu hati penghuni rumah.***Pagi itu Nadira masih tertidur lelap, berbeda dengan Chandra yang sudah siap hendak pergi ke kantor. Karena hari ini Nadira tidak memiliki banyak pekerjaan, ia memutuskan untuk lebih panjang istirahat di rumah, dan berangkat lebih siang, badannya pun tidak enak karena kelelahan.Chandra menghampiri Nadira dan memberikan kecupan di keningnya, hal itu membuat Nadira terbangun dan tersenyum menatap suaminya."Aku berangkat dulu ya, sampai ketemu di kantor," pamit Chandra melempar senyum."Ya Mas, mungkin aku jam sembilan nanti berangkat. Aku masih ingin istirahat, baru setelah itu beres-beres," ucap Nadira."Kalau masih capek nggak usah ngapa-ngapain, toh kamar kita ini hanya kita berdua yang menempati, jadi tidak masalah kalau kamu mau fokus istirahat dulu," sahut Chandra tidak mau menuntut istrinya."Ya Mas, makasih ya pengertiannya." jawab Nadira tersenyum.Chandra membalas senyuman itu, lalu ia pun memutuskan untuk segera berangkat. Menyadari jika sang menantu masih tertinggal di kamar, bu Hesti pun cepat-cepat menghampiri Nadira setelah Chandra pergi bersamaku Roy menggunakan taksi online.Ceklek! Pintu kamar itu terbuka dengan kasar, Nadira yang hendak tidur kembali terkejut dengan kehadiran ibu mertua yang menatapnya penuh dengan ketidaksukaan."I-ibu," sontak Nadira bangun dari tidurnya. "Enak banget ya kamu, suaminya udah berangkat kerja, tapi kamu masih aja tiduran di kamar, nggak ada pikiran apa kamu bersih-bersih rumah bantuin kakak ipar kamu itu!" marah bu Hesti. "Ya Bu, aku akan bangun. Sebenarnya aku lagi nggak enak badan, karena jadwal aku berangkat jam sembilan nanti, aku berpikir mau melanjutkan istirahat dulu di rumah," ucap Nadira mencoba menjelaskan. "Alasan saja! Sana bantu-bantu Anita, Ibu nggak mau tahu ya, setelah pulang dari supermarket, Ibu harus melihat semua rumah ini dalam keadaan rapi, enak saja tidur. Semua yang ada di rumah ini juga sudah bangun dan bekerja!" celetuk bu Hesti tidak terima dengan sikap menantunya. Nadira hanya terdiam, menunggu sampai ibu mertuanya itu keluar dari kamar. Tidak bisa dihindari lagi, ia harus keluar dari kamar itu lalu melakukan pekerjaan rumah, kedatangan Zahra disambut oleh Anita yang sudah mendapatkan tugas dari ibu mertuanya sebelum ia pergi. "Nih, kamu di suru
"Dok, bagaimana keadaan adik ipar saya?" tanya Roy panik. "Pasien hanya mengalami kelelahan, ada baiknya jika pasien istirahat total di rumah. Dan saya akan memberikan resep obat yang harus ditebus di Apotek, ya," ucap dokter Linda memberitahu. "Baik Dok, terima kasih banyak." jawab Roy lega. Tak lama kemudian, Roy menerima sebuah resep obat yang disodorkan oleh dokter Linda. Tak menunggu waktu lama, Roy pun pergi meninggalkan rumah untuk segera menebus obat, di perjalanan Roy memberitahukan Chandra tentang keadaan Nadira. Mendengar kabar bahwa Nadira jatuh pingsan membuat Chandra sangat tidak tenang, ia pun memilih untuk meminta izin agar ia bisa pulang lebih cepat. Setibanya di rumah, Chandra segera menuju kamar pribadinya bersama Nadira. Di sana ia melihat Nadira sedang terbaring dengan bibir pucatnya. Melihat keadaan sang istri yang sangat memperihatinkan membuat Chandra merasa bersalah. "Sayang, bangun sayang, maafkan aku, seharusnya aku tidak meninggalkan mu tadi, maafkan
"Ada apa Chandra, kenapa lo ajak gue ke sini?" tanya Roy, sambil menikmati sebatang rokok di tangannya. "Gue bingung sama sikap ibu dan juga mbak Anita, Kak. Kenapa ya, mereka itu kayaknya nggak suka banget sama Nadira," keluh Chandra pada sang kakak. "Kalau soal itu gue juga nggak bisa jawab Ndra, gue juga bingung, kenapa ibu sikapnya kayak gitu ke lo, perasaan dulu saat gue nikah sama Anita, ibu nggak kayak gitu." jawab Roy pun ikut bertanya-tanya. Tatapan Chandra mengarah ke langit, saat ia mengajak Roy duduk di lantai atas, menikmati hembusan angin malam di temani dengan cemilan ringan. Saat itu Chandra sudah memastikan bahwa Nadira telah istirahat di kamar, ia ingin mencari solusi agar kehidupan rumah tangga nya bersama dengan Nadira tetap berjalan dengan baik. Roy ikut merasa bersalah pada Chandra, atas perbuatan sang istri yang sudah kelewatan pada adik iparnya itu, ia ikut memikirkan tentang solusi yang tepat agar Nadira tetap merasa baik saat tinggal bersama keluarga suam
"Bu, aku dan Nadira sudah sepakat, kalau kami akan mencari apartemen atau kontrakan untuk kami tinggal," ucap Chandra setelah cukup lama ibunya diam. "Apa! Jadi kamu dan Nadira akan pergi dari rumah ini?!" bu Hesti terkejut mendengar keputusan Chandra. "Ya Bu, kami ingin mandiri, kami ingin suatu saat bisa membeli rumah yang kami impikan, kami ingin membina rumah tangga kami dengan cara kami," seru Chandra membenarkan. "Tidak Chandra, Ibu tidak setuju! Mana bisa kamu pergi dari rumah ini dan meninggalkan Ibu." tolak bu Hesti tidak setuju. Chandra membalas tatapan ibunya, menjelaskan bahwa keinginannya itu adalah suatu cara untuk membuat semuanya baik, baik untuk Nadira dan juga ibunya, agar tidak tersiksa satu sama lain lantaran sama-sama menyayanginya. Tetapi tetap saja, bu Hesti menolak keras dan tidak mau ditinggalkan oleh Chandra selaku putra kesayangan yang ia miliki. "Roy saja yang sudah menikah hampir lima tahun tidak pernah punya niat mau meninggalkan Ibu, Chandra. Kenap
"Puas kamu, puas karena telah membuat putraku memilih pergi dari rumah yang selama ini telah membesarkannya, puas!" bentak bu Hesti ketika Nadira hendak berangkat bekerja. "M-maksud Ibu apa? Bu, aku sama sekali tidak berniat seperti itu," ucap Nadira dengan suara gemetar. "Bohong! Kamu adalah wanita yang sangat licik, Nadira. Kamu bersikap sangat baik pada Chandra di depan ku, tetapi di belakang kamu merayu dia agar bersedia meninggalkan ibunya, benar-benar jahat." hardik bu Hesti marah. Nadira menggelengkan kepala, ia tidak membenarkan tuduhan sang ibu mertua terhadap dirinya, tuduhan itu begitu menyakitkan bagi Nadira. Pagi ini Chandra berangkat lebih dulu, dan membiarkan Nadira membantu Anita di rumah karena Nadira memiliki jam masuk kantor yang berbeda dengan Chandra. Hingga membuat bu Hesti dengan sesuka hati mencerca dan memarahi dengan segala tuduhannya. Anita ikut yang mendengar ibu mertuanya sedang memarahi adik ipar, justru ikut berkobar dan menyerang Nadira. Nampaknya
[Halo pak][Halo, Chandra.. Di mana Nadira? Kenapa sampai sekarang dia belum datang, ada meeting pagi ini di luar kantor][Ya pak, saya juga bingung, ibu saya bilang kalau Nadira sudah jalan dari rumah, tapi kenapa belum tiba juga, saya akan coba cari tahu dulu ya pak][Ya sudah kalau begitu, cepat tolong beritahu dan suruh Nadira ke ruangan saya langsung jika sudah sampai!]TuuutPanggilan telepon dari atasan Nadira itu akhirnya berakhir, perasaan Chandra mulai tidak karuan, ia menatap bu Hesti dan juga Anita, rasanya sangat ganjal sekali saat ia menemukan tas milik Nadira berada di lantai, dan ia sangat yakin sekali jika salah satu dari mereka mengetahui, atau bisa jadi mereka semua tahu tentang keberadaan Nadira. Tatapan Chandra pun penuh selidik ke arah bu Hesti dan juga Anita, hal itu membuat mereka semakin terlihat tegang. "C-Chandra, kenapa kamu menatap kami seperti itu," bu Hesti bersuara dengan nada gemetar. "Bu, aku mohon tolong jawab dengan jujur, di mana Nadira? Tadi at
"Sayang, kamu sudah baik-baik saja, kan?" tanya Chandra memastikan. Saat Nadira istirahat satu jam setelah kejadian. "Ya Mas, aku sudah jauh lebih baik sejak kamu datang, hanya kamu kekuatanku di rumah ini," lirih Nadira mengungkapkan perasaannya. "Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini, kak Roy sudah ada di bawah, aku sudah memberitahunya kalau kita akan segera meninggalkan rumah ini," ajak Chandra pada istrinya itu. "Kak Roy? Apa kak Roy ikut mendukung kita, Mas?" tanya Nadira ragu. "Ya, kak Roy tentu saja mendukungku, sebenarnya sudah sejak lama aku mengatakan padanya bahwa aku akan membawamu pindah dari sini, tapi karena aku merasa berat pada ibu, akhirnya aku menunggu sampai selama ini, dan aku menyesal sekali, sejak melihat tubuhmu mengambang di kolam renang tadi, aku benar-benar merasa gagal melindungi mu." Chandra mengungkapkan rasa bersalahnya pada Nadira, Nadira hanya menanggapi dengan senyuman getir. Tentu saja suaminya itu dihadapkan dengan pilihan yang sulit, dan Nad
Setelah meminta maaf seperti yang diinginkan oleh sang istri, Chandra pun akhirnya membawa Nadira keluar dari rumah itu. Bu Hesti yang enggan mengantar kepergian putra nya memilih masuk ke kamar dengan perasaan yang sangat hancur. Tidak dengan Roy yang mengantarkan adiknya itu sampai tiba di pintu gerbang, taksi online yang sudah siap mengantarkan mereka pun, sudah menunggu di sana. "Kak, gue berangkat dulu ya," ucap Chandra berpamitan."Ya Ndra, lo jaga istri lo baik-baik, biar Ibu gue yang tenangin," seru Roy melempar senyum. "Thanks ya, lo udah ngertiin gue, ya udah kalau gitu, gue dan Nadira cabut." Roy menganggukkan kepala, melambaikan tangan saat Nadira dan Chandra sudah masuk ke dalam mobil, pintu gerbang pun tertutup kembali dan Roy memutuskan untuk mandi. Di kamar, Roy melihat Anita sedang mondar mandir tak karuan, dan saat melihat suaminya masuk, Anita pun menghentikan tingkahnya yang seolah seperti orang ketakutan. Roy pun mendekati istrinya itu dengan penasaran, sementa