Beranda / Pernikahan / Surat Cerai Dari Ibu Mertua / Part 6, Memutuskan Untuk Mencari Tempat Tinggal Lain

Share

Part 6, Memutuskan Untuk Mencari Tempat Tinggal Lain

"Nadira, Ibu memang seperti itu saat bersama dengan Chandra. Ibu se-sayang itu dengan putra bungsunya, kamu yang sabar ya," ucap Roy, ketika menatap adik iparnya yang terlihat sedih.

"Lagian kamu si Nadira, harusnya kamu itu tahu kalau Chandra itu milik ibunya, jadi kamu jangan berlebihan sebagai istri, nanti ibu bisa murka sama kamu!" celetuk Anita menimpali.

"Terima kasih Kak, Mbak, sudah memberitahuku, tapi selama aku tinggal di sini, aku juga tidak pernah melampaui batas, aku berusaha untuk mengerti jika mas Chandra adalah milik ibunya, tapi di sini aku juga seorang istri yang berhak atas suami ku. Aku masih menahan diri agar tidak melayani mas Chandra di meja makan, tapi apa salahnya jika suamiku sendiri yang meminta." jelas Nadira mengutarakan haknya.

Nadira pamit dan masuk ke dalam kamar, tanpa menyuapkan makanan sedikit pun ke mulut, sama halnya dengan bu Hesti yang meninggalkan meja makan tanpa menikmati makanan yang sudah ia hidangkan.

Roy menatap lekat istrinya, ia terlihat kecewa lantaran Anita sudah mengatakan hal yang seharusnya tidak ia katakan.

"Kamu ngomong apa si sayang, Nadira itu istrinya Chandra, ya wajar lah kalau Chandra pengen dilayani sama halnya dengan kamu yang setiap hari melayani aku di meja makan," protes Roy memarahi istrinya.

"Ya Mas, tapi kamu tahu sendiri kan, ibumu itu terlewat sayang sama Chandra, sampai-sampai Nadira tidak diizinkan melayani di meja makan, aku tidak membela siapa-siapa kok," elak Anita masih dengan lahap menyantap makanan di piringnya.

"Jelas banget kamu itu memihak sama ibu! Kalau kamu tidak bisa membantu memperbaiki hubungan ibu, Chandra, dan juga Nadira, lebih baik kamu diam saja, jangan menambah panas suasana!" sungut Roy kesal.

Mereka pun beradu argumen, merasa bahwa paling benar dan tidak mau disalahkan. Chandra yang sudah keluar dari kamar sang ibu pun kembali ke meja makan untuk melanjutkan makannya, tetapi ia tidak melihat Nadira di sana.

"Loh, di mana Nadira?" tanya Chandra menatap Roy dan Anita yang diam setelah Chandra datang.

"Istri kamu masuk tuh ke kamar, mungkin dia tersinggung sama sikap ibu," celetuk Anita yang sebelumnya sudah marah pada Roy.

"Emmm, gini Chandra. Tadi memang gue dan Anita ada ngomong kalau Nadira harus sabar menghadapi ibu, maaf ya, gue ikut campur. Mungkin Nadira lagi kecewa sama sikapnya ibu malam ini. Oh ya, Nadira masuk ke kamar sebelum dia makan, jadi lebih baik lo bawa makanan deh ke kamar biar kalian makan bareng," usul Roy, ia merasa bersalah lantaran ucapan istrinya yang menyinggung Nadira.

"Oh, baik lah, gue siapain makanannya dulu. Oh ya Kak, ibu juga belum makan," spontan Chandra menghentikan aksinya yang menyendok nasi ke piring.

"Udah, biar itu urusan gue, kita kenal ibu dari kita kecil, mungkin ibu cuma ngambek sebentar. Ya udah, sana. Urusin perut istri lo, jangan sampai dia kelaparan di rumah ini." jelas Roy ikut membantu menenangkan adiknya.

Chandra menganggukkan kepala, ia langsung membawa piring yang sudah dipenuhi dengan lauk lengkap, perlahan ia masuk ke kamar dan menyadari bahwa istrinya itu sedang menangis dalam posisi meringkuk di ranjang.

Rasa bersalah yang Chandra rasakan semakin terlihat saat ia menyadari wanita yang ia cintai itu nampak sedih dan terisak, segera ia menghampiri Nadira setelah meletakkan makanannya di atas nakas.

"Sayang,"

Mendengar suara Chandra yang sudah kembali, Nadira pun dengan cepat menyeka air matanya. Ia tidak mau jika suaminya itu melihat dan menyadari dirinya sedang menangis. Chandra meraih tubuh Nadira dan meletakkan nya ke dalam pelukan, mata Nadira kembali menganak sungai ketika mendapatkan perlakuan lembut dari suaminya.

Chandra mengelus lembut punggung Nadira, ia tahu jika selama ini istrinya itu sudah cukup sabar dalam menghadapi sifat ibunya yang kekanak-kanakan, sebab itu lah tekat Chandra untuk menuruti keinginan sang istri harus ia lakukan, perlahan Chandra melepaskan pelukannya, lalu menatap lekat wajah Nadira sambil sesekali menyapu air matanya.

"Sayang, maafin aku yang nggak tegas selama ini sama ibu ya, sekarang aku akan lebih memikirkan kamu, aku akan penuhi permintaan kamu untuk tinggal terpisah dari ibu, mulai besok kita akan cari kontrakan atau apartemen yang dekat dengan kantor dan juga dekat dengan rumah ibu, agar kita bisa sesekali berkunjung ke sini," ucap Chandra, ia yakin bahwa pilihannya ini adalah pilihan yang diinginkan oleh Nadira.

"Mas, maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk memisahkan kamu dengan ibu, tapi di sini aku juga ingin menjadi istri sepenuhnya, tanpa dianggap sebagai saingan oleh ibumu," lirih Nadira mengutarakan isi hatinya.

"Ya sayang, aku tahu, aku mengerti. Kita akan lakukan apa yang sudah kita sepakati, besok saat pulang dari kantor, kita mulai mencari tempat tinggal untuk kita selanjutnya. Sekarang kita makan dulu, aku sudah sangat lapar." ajak Chandra melempar senyum mencairkan suasana haru yang sebelumnya ia rasakan.

Nadira membalas senyuman Chandra, lalu ia mengangguk setuju saat Chandra mengambil makanannya, suapan pertama mendarat bebas di mulut Nadira. Begitu juga dengan Nadira yang penuh kasih sayang menyuapkan makanan ke mulut Chandra.

Sesuatu yang belum pernah terjadi setelah menikah adalah, melihat Chandra dan Nadira dapat tertawa bersama di rumah ibunya. Sering kali keduanya hanya memendam rasa ketidak enakan ketika mereka hendak melakukan itu, karena merasa takut jika kebahagiaan mereka justru melukai salah satu hati penghuni rumah.

***

Pagi itu Nadira masih tertidur lelap, berbeda dengan Chandra yang sudah siap hendak pergi ke kantor. Karena hari ini Nadira tidak memiliki banyak pekerjaan, ia memutuskan untuk lebih panjang istirahat di rumah, dan berangkat lebih siang, badannya pun tidak enak karena kelelahan.

Chandra menghampiri Nadira dan memberikan kecupan di keningnya, hal itu membuat Nadira terbangun dan tersenyum menatap suaminya.

"Aku berangkat dulu ya, sampai ketemu di kantor," pamit Chandra melempar senyum.

"Ya Mas, mungkin aku jam sembilan nanti berangkat. Aku masih ingin istirahat, baru setelah itu beres-beres," ucap Nadira.

"Kalau masih capek nggak usah ngapa-ngapain, toh kamar kita ini hanya kita berdua yang menempati, jadi tidak masalah kalau kamu mau fokus istirahat dulu," sahut Chandra tidak mau menuntut istrinya.

"Ya Mas, makasih ya pengertiannya." jawab Nadira tersenyum.

Chandra membalas senyuman itu, lalu ia pun memutuskan untuk segera berangkat. Menyadari jika sang menantu masih tertinggal di kamar, bu Hesti pun cepat-cepat menghampiri Nadira setelah Chandra pergi bersamaku Roy menggunakan taksi online.

Ceklek! Pintu kamar itu terbuka dengan kasar, Nadira yang hendak tidur kembali terkejut dengan kehadiran ibu mertua yang menatapnya penuh dengan ketidaksukaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status