"Ada apa Chandra, kenapa lo ajak gue ke sini?" tanya Roy, sambil menikmati sebatang rokok di tangannya. "Gue bingung sama sikap ibu dan juga mbak Anita, Kak. Kenapa ya, mereka itu kayaknya nggak suka banget sama Nadira," keluh Chandra pada sang kakak. "Kalau soal itu gue juga nggak bisa jawab Ndra, gue juga bingung, kenapa ibu sikapnya kayak gitu ke lo, perasaan dulu saat gue nikah sama Anita, ibu nggak kayak gitu." jawab Roy pun ikut bertanya-tanya. Tatapan Chandra mengarah ke langit, saat ia mengajak Roy duduk di lantai atas, menikmati hembusan angin malam di temani dengan cemilan ringan. Saat itu Chandra sudah memastikan bahwa Nadira telah istirahat di kamar, ia ingin mencari solusi agar kehidupan rumah tangga nya bersama dengan Nadira tetap berjalan dengan baik. Roy ikut merasa bersalah pada Chandra, atas perbuatan sang istri yang sudah kelewatan pada adik iparnya itu, ia ikut memikirkan tentang solusi yang tepat agar Nadira tetap merasa baik saat tinggal bersama keluarga suam
"Bu, aku dan Nadira sudah sepakat, kalau kami akan mencari apartemen atau kontrakan untuk kami tinggal," ucap Chandra setelah cukup lama ibunya diam. "Apa! Jadi kamu dan Nadira akan pergi dari rumah ini?!" bu Hesti terkejut mendengar keputusan Chandra. "Ya Bu, kami ingin mandiri, kami ingin suatu saat bisa membeli rumah yang kami impikan, kami ingin membina rumah tangga kami dengan cara kami," seru Chandra membenarkan. "Tidak Chandra, Ibu tidak setuju! Mana bisa kamu pergi dari rumah ini dan meninggalkan Ibu." tolak bu Hesti tidak setuju. Chandra membalas tatapan ibunya, menjelaskan bahwa keinginannya itu adalah suatu cara untuk membuat semuanya baik, baik untuk Nadira dan juga ibunya, agar tidak tersiksa satu sama lain lantaran sama-sama menyayanginya. Tetapi tetap saja, bu Hesti menolak keras dan tidak mau ditinggalkan oleh Chandra selaku putra kesayangan yang ia miliki. "Roy saja yang sudah menikah hampir lima tahun tidak pernah punya niat mau meninggalkan Ibu, Chandra. Kenap
"Puas kamu, puas karena telah membuat putraku memilih pergi dari rumah yang selama ini telah membesarkannya, puas!" bentak bu Hesti ketika Nadira hendak berangkat bekerja. "M-maksud Ibu apa? Bu, aku sama sekali tidak berniat seperti itu," ucap Nadira dengan suara gemetar. "Bohong! Kamu adalah wanita yang sangat licik, Nadira. Kamu bersikap sangat baik pada Chandra di depan ku, tetapi di belakang kamu merayu dia agar bersedia meninggalkan ibunya, benar-benar jahat." hardik bu Hesti marah. Nadira menggelengkan kepala, ia tidak membenarkan tuduhan sang ibu mertua terhadap dirinya, tuduhan itu begitu menyakitkan bagi Nadira. Pagi ini Chandra berangkat lebih dulu, dan membiarkan Nadira membantu Anita di rumah karena Nadira memiliki jam masuk kantor yang berbeda dengan Chandra. Hingga membuat bu Hesti dengan sesuka hati mencerca dan memarahi dengan segala tuduhannya. Anita ikut yang mendengar ibu mertuanya sedang memarahi adik ipar, justru ikut berkobar dan menyerang Nadira. Nampaknya
[Halo pak][Halo, Chandra.. Di mana Nadira? Kenapa sampai sekarang dia belum datang, ada meeting pagi ini di luar kantor][Ya pak, saya juga bingung, ibu saya bilang kalau Nadira sudah jalan dari rumah, tapi kenapa belum tiba juga, saya akan coba cari tahu dulu ya pak][Ya sudah kalau begitu, cepat tolong beritahu dan suruh Nadira ke ruangan saya langsung jika sudah sampai!]TuuutPanggilan telepon dari atasan Nadira itu akhirnya berakhir, perasaan Chandra mulai tidak karuan, ia menatap bu Hesti dan juga Anita, rasanya sangat ganjal sekali saat ia menemukan tas milik Nadira berada di lantai, dan ia sangat yakin sekali jika salah satu dari mereka mengetahui, atau bisa jadi mereka semua tahu tentang keberadaan Nadira. Tatapan Chandra pun penuh selidik ke arah bu Hesti dan juga Anita, hal itu membuat mereka semakin terlihat tegang. "C-Chandra, kenapa kamu menatap kami seperti itu," bu Hesti bersuara dengan nada gemetar. "Bu, aku mohon tolong jawab dengan jujur, di mana Nadira? Tadi at
"Sayang, kamu sudah baik-baik saja, kan?" tanya Chandra memastikan. Saat Nadira istirahat satu jam setelah kejadian. "Ya Mas, aku sudah jauh lebih baik sejak kamu datang, hanya kamu kekuatanku di rumah ini," lirih Nadira mengungkapkan perasaannya. "Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini, kak Roy sudah ada di bawah, aku sudah memberitahunya kalau kita akan segera meninggalkan rumah ini," ajak Chandra pada istrinya itu. "Kak Roy? Apa kak Roy ikut mendukung kita, Mas?" tanya Nadira ragu. "Ya, kak Roy tentu saja mendukungku, sebenarnya sudah sejak lama aku mengatakan padanya bahwa aku akan membawamu pindah dari sini, tapi karena aku merasa berat pada ibu, akhirnya aku menunggu sampai selama ini, dan aku menyesal sekali, sejak melihat tubuhmu mengambang di kolam renang tadi, aku benar-benar merasa gagal melindungi mu." Chandra mengungkapkan rasa bersalahnya pada Nadira, Nadira hanya menanggapi dengan senyuman getir. Tentu saja suaminya itu dihadapkan dengan pilihan yang sulit, dan Nad
Setelah meminta maaf seperti yang diinginkan oleh sang istri, Chandra pun akhirnya membawa Nadira keluar dari rumah itu. Bu Hesti yang enggan mengantar kepergian putra nya memilih masuk ke kamar dengan perasaan yang sangat hancur. Tidak dengan Roy yang mengantarkan adiknya itu sampai tiba di pintu gerbang, taksi online yang sudah siap mengantarkan mereka pun, sudah menunggu di sana. "Kak, gue berangkat dulu ya," ucap Chandra berpamitan."Ya Ndra, lo jaga istri lo baik-baik, biar Ibu gue yang tenangin," seru Roy melempar senyum. "Thanks ya, lo udah ngertiin gue, ya udah kalau gitu, gue dan Nadira cabut." Roy menganggukkan kepala, melambaikan tangan saat Nadira dan Chandra sudah masuk ke dalam mobil, pintu gerbang pun tertutup kembali dan Roy memutuskan untuk mandi. Di kamar, Roy melihat Anita sedang mondar mandir tak karuan, dan saat melihat suaminya masuk, Anita pun menghentikan tingkahnya yang seolah seperti orang ketakutan. Roy pun mendekati istrinya itu dengan penasaran, sementa
Di sebuah restoran melegenda, di mana pertama kali Chandra dan Nadira bertemu lima tahun silam, pertemuan yang tidak pernah disangka-sangka merupakan sebuah jawaban jodoh antara Chandra dengan Nadira. Saat itu Chandra dan Nadira baru saja masuk ke jenjang perkuliahan, Nadira bekerja di restoran itu sebagai pramusaji, melayani kebutuhan tamu yang datang untuk mengenyangkan perut atau hanya meminum kopi sambil bersantai ria. Lima tahun yang lalu, Chandra dan Roy belum menikah, ia dibawa oleh bu Hesti pergi jalan-jalan ke Mall yang ada di sebrang restoran, karena Chandra merasa lapar, akhirnya Chandra memutuskan untuk menyudahi aktifitas jalan-jalannya setelah seharian ia sibuk kuliah. "Bu, aku lapar," ucap Chandra memegangi perutnya. "Ya sudah kalau begitu, ayo kita cari makanan dulu," ajak bu Hesti. "Tapi nggak di Mall ini ya, di sini agak mahal, kita makan di depan Mall ini saja," sambung bu Hesti, membujuk putranya. "Ya Bu, tidak masalah." jawab Chandra, di anggukkan kepala oleh
"Setelah makan ini, kamu mau ke mana aja terserah, pokoknya malam ini kita akan habiskan untuk bersenang-senang, hitung-hitung kita berbulan madu, sayang," ucap Chandra ingin membahagiakan Nadira. "Apa ini tidak berlebihan Mas, aku tidak ingin membuat pengeluaran kita menjadi banyak hanya karena kamu ingin membahagiakan aku," seru Nadira tidak enak hati. "Sssst, jangan pikirkan itu Nadira, uang bisa kita cari lagi, saat ini aku ingin benar-benar memastikan bahwa kamu menikmati pernikahan kita, aku ingin membuat kamu bahagia bersamaku," sahut Chandra, ingatan nya masih terekam jelas pada kejadian di kolam itu. "Tapi dengan makan malam di sini saja, sudah membuat ku sangat bahagia Mas, jangan ragukan aku, karena di dalam keadaan seperti apapun, aku tetap akan bahagia asal bersamamu." jelas Nadira dengan mantap. Chandra tersenyum saat mendengar jawaban itu dari Nadira, hal itu justru membuatnya semakin menggebu untuk membawa Nadira pergi dan mengajaknya jalan-jalan lagi. Tempat kedua
"Alhamdulillah pak, bu, operasinya berjalan dengan lancar meski tadi ada sedikit kendala karena ibu Nadira mengalami pendarahan tapi kami berhasil mengatasinya," ucao sang dokter."Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, dok. Terima kasih banyak atas kerja keras dokter semuanya yang sudah menangani operasi ini," ucap Wildan.Hatinya merasa sangat lega mendengar bahwa Nadira baik-baik saja. Begitu juga dengan Hesti dan juga Roy yang kini terlihat sedikit semringah."Lalu apa kita boleh melihat mereka, sok?" tanya Wildan yang sudah tak sabar untuk melihat Nadira."Emmm untuk saat ini sebaiknya jangan dijenguk dulu, ya. Kami akan memindahkan mereka ke ruangan perawatan dan nanti di sana kalian baru bisa menjenguknya," ucap sang dokter."Baik kalau begitu, dok. Sekali lagi terima kasih banyak." Roy menjabat tangan sang dokter begitupun dengan Wildan."Baik Pak sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Sang dokter pun kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.Tak lama
Nadira telah tiba di rumah sakit dan tengah bersiap untuk melakukan operasi. Ditemani oleh Hesti dan Roy, Nadira duduk di sebuah kursi tunggu menanti jadwal operasi yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi."Wildan nggak ikut ke sini, Nadira?" tanya Roy pada Nadira.Seketika lamunan Nadira pun buyar mendengar pertanyaan dari Roy saat itu."Iya Nadira, nak Wildan kok nggak ikut menemani kamu di sini. Apa jangan-jangan dia marah karena kamu akan mendonorkan ginjal mu untuk Chandra?" tanya Hesti.Nadira pun segera meraih tangan Hesti yang saat itu berada di pangkuannya. Nadira mencoba menenangkan dan meluruskan pikiran Hesti yang sempat berpikir jauh tentang Wildan."Nggak begitu, Bu. Mas Wildan sama sekali nggak marah kok. Tadi dia bilang sedang ada urusan sebentar dan nanti dia akan kembali ke sini setelah urusannya selesai.""Kamu yakin dia tidak marah? Ibu takut dia marah. Ibu sudah sangat berhutang budi padanya. Ibu tidak ingin membuat nak Wildan kecewa," ucap Hesti."Nggak kok, Bu.
"Apa kamu serius mau mendonorkan ginjalmu pada Chandra?" tanya Hesti pada Nadira dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca.Nadira pun mengangguk pelan. Sekilas Nadira melirik ke arah Wildan meski ia tak memberikan respon apapun."Baiklah kalau memang sudah ada pendonornya maka operasi untuk pak Chandra akan segera kami siapkan," ucap dokter yang menangani Chandra.Tak lama dokter dan perawat yang menangani Chandra pun lantas pergi meninggalkan mereka."Bu, mas Roy, aku tinggal sebentar ya. Aku mau bicara dulu dengan mas Wildan," ucap Nadira berpamitan.Setelah Hesti dan Roy mengizinkan, Nadira pun langsung berjalan menjauhi mereka bersama dengan Wildan.Sesaat Nadira masih terdiam dan belum mampu mengatakan sepatah kata apapun pada Wildan begitupun dengan Wildan yang masih terdiam.Perlahan Nadira memberanikan dirinya menggapai tangan Wildan. Kedua matanya mencoba menatap pada Wildan yang berdiri di depannya."Mas, aku mau minta izin padamu untuk mendonorkan satu ginjal ku pada mas C
Akhirnya Wildan pun keluar dan langsung disambut oleh Nadira dan juga Hesti yang sudah cukup lama menunggu di depan ruangan Chandra."Emmm M-mas, kamu sudah selesai?" tanya Nadira yang sedikit melirik ke arah Chandra dari pintu yang belum ditutup dengan sempurna oleh Wildan.Nadira merasa cukup lega saat melihat Chandra yang baik-baik dan masih duduk di atas ranjang.Meski sebenarnya Nadira tak ingin berprasangka buruk pada Wildan, tapi rasa khawatir dan cemas terus saja membelenggu di dalam hatinya saat Wildan dan Chandra berada di dalam satu ruangan yang sama."Iya aku sudah selesai. Emmm terima kasih karena kalian sudah mengizinkan aku berbicara berdua dengan Chandra," ucap Wildan."Iya santai saja, Wildan." Roy langsung menanggapi ucapan Wildan saat itu." Oh iya, Nadira, kita pulang sekarang yuk," ajak Wildan."Emmm t-tapi, Mas ...." Nadira menghentikan sejenak ucapannya."Nggak mungkin aku nolak ajakan mas Wildan pun pulang. Nanti yang ada mas Wildan malah berpikir bahwa aku leb
Chandra dan Nadira pun masuk ke dalam ruangan Chandra dan melihatnya yang tengah duduk di atas ranjang.Seketika Chandra pun menoleh ke arah Nadira dan Chandra yang mulai mendekatinya."Bagaimana kabarmu, Chandra?" tanya Wildan pada Chandra."Emmmm k-kabarku baik," jawab Chandra terbata.Ia masih tak percaya melihat kedatangan Chandra yang tiba-tiba apalagi ia datang bersama dengan Nadira.Mata Chandra pun sedikit melirik ke arah tangan Nadira yang tampak menggandeng tangan Wildan."Syukurlah kalau begitu. Aku sempat terkejut mengetahui keadaanmu yang cukup parah begini. Maaf ya karena aku baru bisa menjenguk mu," ucap Wildan lagi."I-iya, tidak apa-apa, kok. Tapi kenapa kamu datang ke sini? Apa kamu tidak bekerja?" tanya Chandra."Aku meliburkan diri untuk hari ini karena aku ingin menjenguk mu."Tak akan Wilda pun melepaskan pegangan tangan Nadira dan menoleh ke arah Nadira."Apa bisa aku bicara berdua saja dengan Chandra?" tanya Wildan pada Nadira."T-tapi, Mas." Nadira yang takut
"Sekali lagi aku tanya padamu, Nadira! Apa kamu masih mencintai Chandra?" tanya Wildan dengan nada suara bergetar.Nadira hanya bisa tertunduk di hadapan Wildan. Tangannya gemetaran dan kedua matanya berkaca-kaca.Perlahan butiran kristal dari kedua mata Nadira jatuh membasahi pipinya. "Aku minta maaf mas jika aku sudah membuatmu marah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku ini padamu.""Jadi maksud mu?" tanya Wildan cepat."Aku memang masih mencintai mas Wildan tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan kembali dengan mas Wildan. Aku tahu ini sangat menyakiti dirimu tapi asal kamu tahu, aku tidak pernah berniat untuk kembali dengan mas Chandra."Nadira meraih tangan Wildan perlahan. Tampak tak ada perlawanan dari Wildan saat itu. Tangan kekar Wildan kini ada digenggaman Nadira. Perlahan Nadia mengangkat tangan Wildan dan menariknya hingga ke dalam dadanya."Aku pastikan bahwa aku tidak akan kembali pada mas Chandra, Mas. Tolong kamu percaya padaku. Ini sem
Di dalam kamarnya, Nadira terus memandangi hasil tes miliknya yang ternyata cocok untuk didonorkan pada Chandra."Bagaimana caranya aku membujuk mas Chandra agar mau menerima donor dariku, ya. Aku ingin mas Chandra segera sembuh," batin Nadira.Nadira sangat terkejut saat tiba-tiba Wildan memanggilnya dari luar kamarnya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya beberapa kali."Nadira, apa kamu sudah tidur?" tanya Wildan sembari mengetuk pintu kamar Nadira yang masih belum terbuka.Dengan cepat, Nadira pun bangkit dari duduknya dan segera menyembunyikan hasil tes yang sedari tadi ia pandangi.Rasa paniknya saat itu membuat Nadira tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menindih surat hasil tesnya dengan menggunakan bantal dan berharap agar Wildan tak melihatnya.Setelah menutup aurat itu dengan banyak, Nadira pun kemudian menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Terpampang dengan jelas wajah tampan Wildan yang saat itu masih sedikit basah seperti habis mandi. Rambutnya masih acak-acakan da
Keesokannya Nadira kembali ke rumah sakit untuk menemui Chandra. Kali ini Wilda menemaninya hingga masuk ke dalam dan bertemu dengan Hesti dan Roy."Nadira," ucap Hesti menyambut kedatangan Nadira dengan senyum di wajahnya."Bu, Mas. Ini aku bawakan kalian makanan, kalian makan dulu, ya. Pasti kalian belum makan, kan," ucap Nadira.Tiba-tiba Hesti memeluk erat tubuh Nadira hingga membuatnya sedikit bingung."Terima kasih, ya, Nadira. Kamu sangat baik pada kamu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu karena sudah selalu berbuat jahat padamu, dulu," ucap Hesti.Perlahan Nadira pun mengusap pundak Hesti dengan sangat lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah ibu tidak usah pikirkan hal itu lagi, ya. Lebih baik sekarang ibu dan mas Roy makan supaya kalian tidak sakit," ucap Nadira.Hesti dan Roy pun tersenyum semringah pada Nadira namun tidak dengan Wildan yang hanya termenung menatap mereka dengan tatapan yang sedikit sendu."Sepertinya mereka berdua sudah akur. Apa ini adalah pertanda bahwa Nad
Wildan menatap kosong Nadira yang tengah mencoba baju pengantin yang telah mereka pesan sejak jauh-jauh hari.Kini Wildan merasakan sesuatu yang berbeda melihat ekspresi di wajah Nadira yang tampak tak begitu bersemangat."Nadira, apa benar dugaan ku selama ini bahwa kamu masih mencintai Chandra?" batin Wildan bertanya-tanya.Pertanyaan semacam itu terus saja bermain di kepalanya meski ia berkali-kali berusaha menghilangkannya tapi tetap tak bisa.Nadira yang tengah mencoba gaun pernikahannya pun tak sengaja melihat Wildan yang sedang melamun."Mas Wildan kenapa ya, kok dari tadi melamun terus?" tanya Nadia pada dirinya sendiri.Ia pun kemudian memberanikan dirinya untuk mendekati Wildan. Mas," ucap Nadira pelan.Wildan pun terperanjat mendengar suara Nadira saat itu. Ia langsung menoleh ke arah Nadira yang saat itu telah berdiri di hadapannya."Kamu kenapa kok dari tadi aku lihat melamun terus. Apa kamu sedang ada masalah? Atau kamu tidak enak badan?" tanya Nadira memegang lengan tang