1 bulan kemudian
Nadira dan Chandra berangkat seperti biasa, mereka pun bekerja seperti hari-hari sebelumnya, bekerja keras dan telaten adalah tekat keduanya, setelah menikah mereka memutuskan untuk menunda kehamilan, agar mereka dapat segera pindah dan tinggal berdua di rumah impian yang mereka incar.Hari ini adalah hari gajian bagi semua karyawan, Nadira dan Chandra pun ikut menanti giliran mendapatkan panggilan, keduanya saling berpegangan tangan karena ini kali pertama mereka mendapat gaji di perusahaan yang sama."Mas, gimana kalau setelah kita mendapatkan gaji nanti, gaji ku di tabung, sementara gaji kamu untuk sehari-hari kita bersama keluarga?" usul Nadira dengan semangat."Boleh sayang, uang mu adalah uang mu, dan uang ku adalah uang mu, aku akan memberikan semua gaji ku padamu," ucap Chandra melempar senyum."Terima kasih Mas, aku berjanji akan menggunakan uang itu dengan baik, aku tidak akan boros nantinya." sambung Nadira melempar senyum.Chandra tentu saja senang mendengarnya, karena setelah satu bulan menikah ia mulai mengenal Nadira yang hidupnya terbiasa berhemat, bahkan Nadira jauh seperti teman-temannya yang lain, yang sudah merencanakan semua hal sebelum hari gajian tiba.Saat itu tiba giliran Nadira yang dipanggil untuk menerima gaji, Nadira masuk lebih dulu dan keluar beberapa saat kemudian, lalu setelah itu Chandra ikut terpanggil juga.Selang berapa menit saja Chandra sudah keluar dengan membawa amplop yang ada di tangannya, senyuman Chandra melebar saat Nadira menunggu di sebuah lorong, setelah menerima gaji mereka memutuskan segera pulang."Mas, udah?" Nadira menyapa Chandra."Udah sayang, kamu pegang ya uang gaji ku," pinta Chandra menyodorkan langsung amplop itu pada Nadira."Sebelum aku menikah, semua gaji ku memang dipegang saja ibu, tapi karena sekarang aku sudah punya kamu, jadi kamu yang berhak." sambung Chandra melempar senyum.Nadira pun menerima amanah itu dengan tangan terbuka, ia berjanji akan menggunakan uang itu dengan baik. Keinginannya untuk bisa cepat memiliki rumah sendiri semakin menggebu saja, apalagi saat ia mulai merasa risih dengan sikap ibu mertuanya yang suka cemburu ketika Chandra bersama Nadira.***Sekitar 15 menit, Nadira dan Chandra akhirnya tiba di rumah, setelah membayar taksi online, mereka memutuskan untuk segera masuk.Saat membuka pintu, Nadira dan Chandra lagi-lagi dikejutkan dengan kehadiran bu Hesti yang sudah memangku tangan, sepertinya memang bu Hesti menunggu kedatangan mereka."Ibu, kok Ibu ada di sini?" sapa Chandra."Ya, Ibu tadi denger ada mobil berhenti di depan rumah, dan akhirnya kalian datang juga. Oh ya Chandra, hari ini kamu gajian kan? Sini, biar Ibu yang pegang uangnya," tangan bu Hesti nampaknya sudah lihai dalam mengulurkan tangan, meminta uang gaji putranya itu."Emmm, Bu... Mungkin kemarin-kemarin Ibu berhak atas gaji ku, tapi sekarang aku sudah menikah dengan Nadira Bu, jadi uang gaji ku di pegang oleh Nadira," lirih Chandra menjelaskan."Loh, kok kamu kasih ke Nadira si! Kan Nadira udah punya gaji sendiri hasil dia kerja, apalagi Nadira jadi sekertaris loh, pasti gajinya jauh lebih besar daripada gaji kamu," protes bu Hesti."Iya Bu, aku tahu, tapi kan gaji Nadira adalah uangnya Nadira, sementara gaji ku ada haknya Nadira di sana, lagian aku dan Nadira juga harus berhemat Bu, aku nggak mungkin selamanya numpang di sini terus sama Ibu." jelas Chandra panjang lebar.Mendengar penjelasan dari Chandra yang menyakiti hati, membuat bu Hesti tersinggung, ia berlalu pergi meninggalkan keduanya dengan perasaan yang begitu sakit. Karena merasa tidak enak akhirnya Nadira memutuskan untuk mengejar Ibu mertuanya."Bu, tolong jangan tersinggung dengan ucapan mas Chandra," ucap Nadira menahan kepergian bu Hesti."Bagaimana saya tidak tersinggung, sebelumnya uang gaji Chandra saya yang pegang, tapi kenapa tiba-tiba sekarang kamu yang menguasainya," sungut bu Hesti marah."Ya Bu, aku minta maaf jika Ibu berpikir bahwa aku yang menguasai mas Chandra, ini Bu... Ibu pegang saja uang mas Chandra, biar kebutuhan kami, dananya dari gaji ku," Nadira perlahan menyodorkan amplop cokelat itu pada Ibu mertuanya."Nah, gitu dong. Jadilah istri yang pengertian Nadira, agar kau ada tempat di rumah ini!" celetuk bu Hesti berlalu pergi.Nadira menghembuskan nafas pelan memperhatikan langkah bu Hesti yang meninggalkan dirinya, Chandra dengan cepat menghampiri Nadira dan mengajaknya ke kamar.Nadira dan Chandra kini duduk bersama di ujung ranjang, Chandra mengutarakan rasa keberatan saat Nadira melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan, begitu juga dengan Nadira yang merasa tidak memiliki pilihan lain selain melakukan apa yang ia bisa. Wajah sedih Nadira terlihat ketika ia memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya jika terus menerus tinggal di rumah mertuanya itu, dan kegelisahan yang dirasakan oleh Nadira pun tergambar jelas di wajahnya."Sayang, apa kamu memiliki ide lain agar hubungan kita dengan Ibu tetap baik-baik saja? Aku tahu, sebenarnya di sini kamu sedang berkorban perasaan pada ibuku," Chandra menatap istrinya dengan cinta."Kalau aku ingin kita berpisah dari Ibu, dengan cara ngontrak atau tinggal di apartemen, apa kamu bersedia, Mas?" tanya Nadira meminta pendapat."Jika itu baik untuk perasaan mu dan hubunganmu dengan ibuku, aku setuju sayang." jawab Chandra tegas.Nadira tersenyum kecil, ia menyandarkan kepala di pundak Chandra. Karena merasa sudah memiliki solusi akhirnya Chandra mengajak Nadira bergegas mandi dan bersiap-siap untuk menikmati makan malam.Di meja makan, Nadira dan Chandra lagi-lagi harus terpisah, tersekat dengan bu Hesti yang memilih duduk bersama dengan Chandra. Pemandangan yang sudah biasa Nadira alami setelah sebulan menikah dengan Chandra."Chandra sayang, kamu mau menu yang mana? Karena hari ini kamu memberikan Ibu uang gaji kamu, jadi Ibu pesan makanan yang cukup banyak malam ini, hitung-hitung untuk merayakannya," ucap bu Hesti tanpa merasa bersalah dengan Nadira."Bu, aku mau makan pakai sup ayam aja, tapi malam ini biar disiapin sama Nadira ya Bu, Nadira kan istriku," pinta Chandra tidak enak hati pada istrinya."Chandra, luka hati Ibu belum sembuh saat kamu memberikan uang gaji mu pada Nadira sore tadi, sekarang kamu mau menggores lagi hati Ibu dengan menolak pelayanan dari Ibu, kamu sebenarnya sayang siapa si!" sungut Bu Hesti marah."Bu, bukan seperti itu, tapi kan__""Sudah lah, Ibu tidak nafsu makan, kalian saja yang menghabiskan makan malam ini, Ibu mau pergi ke kamar saja!"Bu Hesti melenggang pergi meninggalkan meja makan begitu saja, Nadira menghela nafas ketika Chandra lebih memilih mengejar ibunya yang kekanak-kanakan itu. Sementara Roy dan Anita hanya memperhatikan Nadira yang sepertinya sudah tidak berselera makan lagi."Nadira, Ibu memang seperti itu saat bersama dengan Chandra. Ibu se-sayang itu dengan putra bungsunya, kamu yang sabar ya," ucap Roy, ketika menatap adik iparnya yang terlihat sedih. "Lagian kamu si Nadira, harusnya kamu itu tahu kalau Chandra itu milik ibunya, jadi kamu jangan berlebihan sebagai istri, nanti ibu bisa murka sama kamu!" celetuk Anita menimpali. "Terima kasih Kak, Mbak, sudah memberitahuku, tapi selama aku tinggal di sini, aku juga tidak pernah melampaui batas, aku berusaha untuk mengerti jika mas Chandra adalah milik ibunya, tapi di sini aku juga seorang istri yang berhak atas suami ku. Aku masih menahan diri agar tidak melayani mas Chandra di meja makan, tapi apa salahnya jika suamiku sendiri yang meminta." jelas Nadira mengutarakan haknya. Nadira pamit dan masuk ke dalam kamar, tanpa menyuapkan makanan sedikit pun ke mulut, sama halnya dengan bu Hesti yang meninggalkan meja makan tanpa menikmati makanan yang sudah ia hidangkan. Roy menatap lekat istrinya, ia terl
"I-ibu," sontak Nadira bangun dari tidurnya. "Enak banget ya kamu, suaminya udah berangkat kerja, tapi kamu masih aja tiduran di kamar, nggak ada pikiran apa kamu bersih-bersih rumah bantuin kakak ipar kamu itu!" marah bu Hesti. "Ya Bu, aku akan bangun. Sebenarnya aku lagi nggak enak badan, karena jadwal aku berangkat jam sembilan nanti, aku berpikir mau melanjutkan istirahat dulu di rumah," ucap Nadira mencoba menjelaskan. "Alasan saja! Sana bantu-bantu Anita, Ibu nggak mau tahu ya, setelah pulang dari supermarket, Ibu harus melihat semua rumah ini dalam keadaan rapi, enak saja tidur. Semua yang ada di rumah ini juga sudah bangun dan bekerja!" celetuk bu Hesti tidak terima dengan sikap menantunya. Nadira hanya terdiam, menunggu sampai ibu mertuanya itu keluar dari kamar. Tidak bisa dihindari lagi, ia harus keluar dari kamar itu lalu melakukan pekerjaan rumah, kedatangan Zahra disambut oleh Anita yang sudah mendapatkan tugas dari ibu mertuanya sebelum ia pergi. "Nih, kamu di suru
"Dok, bagaimana keadaan adik ipar saya?" tanya Roy panik. "Pasien hanya mengalami kelelahan, ada baiknya jika pasien istirahat total di rumah. Dan saya akan memberikan resep obat yang harus ditebus di Apotek, ya," ucap dokter Linda memberitahu. "Baik Dok, terima kasih banyak." jawab Roy lega. Tak lama kemudian, Roy menerima sebuah resep obat yang disodorkan oleh dokter Linda. Tak menunggu waktu lama, Roy pun pergi meninggalkan rumah untuk segera menebus obat, di perjalanan Roy memberitahukan Chandra tentang keadaan Nadira. Mendengar kabar bahwa Nadira jatuh pingsan membuat Chandra sangat tidak tenang, ia pun memilih untuk meminta izin agar ia bisa pulang lebih cepat. Setibanya di rumah, Chandra segera menuju kamar pribadinya bersama Nadira. Di sana ia melihat Nadira sedang terbaring dengan bibir pucatnya. Melihat keadaan sang istri yang sangat memperihatinkan membuat Chandra merasa bersalah. "Sayang, bangun sayang, maafkan aku, seharusnya aku tidak meninggalkan mu tadi, maafkan
"Ada apa Chandra, kenapa lo ajak gue ke sini?" tanya Roy, sambil menikmati sebatang rokok di tangannya. "Gue bingung sama sikap ibu dan juga mbak Anita, Kak. Kenapa ya, mereka itu kayaknya nggak suka banget sama Nadira," keluh Chandra pada sang kakak. "Kalau soal itu gue juga nggak bisa jawab Ndra, gue juga bingung, kenapa ibu sikapnya kayak gitu ke lo, perasaan dulu saat gue nikah sama Anita, ibu nggak kayak gitu." jawab Roy pun ikut bertanya-tanya. Tatapan Chandra mengarah ke langit, saat ia mengajak Roy duduk di lantai atas, menikmati hembusan angin malam di temani dengan cemilan ringan. Saat itu Chandra sudah memastikan bahwa Nadira telah istirahat di kamar, ia ingin mencari solusi agar kehidupan rumah tangga nya bersama dengan Nadira tetap berjalan dengan baik. Roy ikut merasa bersalah pada Chandra, atas perbuatan sang istri yang sudah kelewatan pada adik iparnya itu, ia ikut memikirkan tentang solusi yang tepat agar Nadira tetap merasa baik saat tinggal bersama keluarga suam
"Bu, aku dan Nadira sudah sepakat, kalau kami akan mencari apartemen atau kontrakan untuk kami tinggal," ucap Chandra setelah cukup lama ibunya diam. "Apa! Jadi kamu dan Nadira akan pergi dari rumah ini?!" bu Hesti terkejut mendengar keputusan Chandra. "Ya Bu, kami ingin mandiri, kami ingin suatu saat bisa membeli rumah yang kami impikan, kami ingin membina rumah tangga kami dengan cara kami," seru Chandra membenarkan. "Tidak Chandra, Ibu tidak setuju! Mana bisa kamu pergi dari rumah ini dan meninggalkan Ibu." tolak bu Hesti tidak setuju. Chandra membalas tatapan ibunya, menjelaskan bahwa keinginannya itu adalah suatu cara untuk membuat semuanya baik, baik untuk Nadira dan juga ibunya, agar tidak tersiksa satu sama lain lantaran sama-sama menyayanginya. Tetapi tetap saja, bu Hesti menolak keras dan tidak mau ditinggalkan oleh Chandra selaku putra kesayangan yang ia miliki. "Roy saja yang sudah menikah hampir lima tahun tidak pernah punya niat mau meninggalkan Ibu, Chandra. Kenap
"Puas kamu, puas karena telah membuat putraku memilih pergi dari rumah yang selama ini telah membesarkannya, puas!" bentak bu Hesti ketika Nadira hendak berangkat bekerja. "M-maksud Ibu apa? Bu, aku sama sekali tidak berniat seperti itu," ucap Nadira dengan suara gemetar. "Bohong! Kamu adalah wanita yang sangat licik, Nadira. Kamu bersikap sangat baik pada Chandra di depan ku, tetapi di belakang kamu merayu dia agar bersedia meninggalkan ibunya, benar-benar jahat." hardik bu Hesti marah. Nadira menggelengkan kepala, ia tidak membenarkan tuduhan sang ibu mertua terhadap dirinya, tuduhan itu begitu menyakitkan bagi Nadira. Pagi ini Chandra berangkat lebih dulu, dan membiarkan Nadira membantu Anita di rumah karena Nadira memiliki jam masuk kantor yang berbeda dengan Chandra. Hingga membuat bu Hesti dengan sesuka hati mencerca dan memarahi dengan segala tuduhannya. Anita ikut yang mendengar ibu mertuanya sedang memarahi adik ipar, justru ikut berkobar dan menyerang Nadira. Nampaknya
[Halo pak][Halo, Chandra.. Di mana Nadira? Kenapa sampai sekarang dia belum datang, ada meeting pagi ini di luar kantor][Ya pak, saya juga bingung, ibu saya bilang kalau Nadira sudah jalan dari rumah, tapi kenapa belum tiba juga, saya akan coba cari tahu dulu ya pak][Ya sudah kalau begitu, cepat tolong beritahu dan suruh Nadira ke ruangan saya langsung jika sudah sampai!]TuuutPanggilan telepon dari atasan Nadira itu akhirnya berakhir, perasaan Chandra mulai tidak karuan, ia menatap bu Hesti dan juga Anita, rasanya sangat ganjal sekali saat ia menemukan tas milik Nadira berada di lantai, dan ia sangat yakin sekali jika salah satu dari mereka mengetahui, atau bisa jadi mereka semua tahu tentang keberadaan Nadira. Tatapan Chandra pun penuh selidik ke arah bu Hesti dan juga Anita, hal itu membuat mereka semakin terlihat tegang. "C-Chandra, kenapa kamu menatap kami seperti itu," bu Hesti bersuara dengan nada gemetar. "Bu, aku mohon tolong jawab dengan jujur, di mana Nadira? Tadi at
"Sayang, kamu sudah baik-baik saja, kan?" tanya Chandra memastikan. Saat Nadira istirahat satu jam setelah kejadian. "Ya Mas, aku sudah jauh lebih baik sejak kamu datang, hanya kamu kekuatanku di rumah ini," lirih Nadira mengungkapkan perasaannya. "Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini, kak Roy sudah ada di bawah, aku sudah memberitahunya kalau kita akan segera meninggalkan rumah ini," ajak Chandra pada istrinya itu. "Kak Roy? Apa kak Roy ikut mendukung kita, Mas?" tanya Nadira ragu. "Ya, kak Roy tentu saja mendukungku, sebenarnya sudah sejak lama aku mengatakan padanya bahwa aku akan membawamu pindah dari sini, tapi karena aku merasa berat pada ibu, akhirnya aku menunggu sampai selama ini, dan aku menyesal sekali, sejak melihat tubuhmu mengambang di kolam renang tadi, aku benar-benar merasa gagal melindungi mu." Chandra mengungkapkan rasa bersalahnya pada Nadira, Nadira hanya menanggapi dengan senyuman getir. Tentu saja suaminya itu dihadapkan dengan pilihan yang sulit, dan Nad