Share

Sidang dan peluang

Keira sudah mendapat jadwal sidang perdana perceraiannya. Ia datang bersama Kemal, adiknya yang kuliah semester akhir jurusan teknik mesin. Rencananya ia akan melamar pekerjaan di pabrik otomotif terbesar atau pabrik produksi makanan. Kemal sudah punya target apa yang mau dilakukan, beda dengan Keira yang fokusnya kerja apapun yang halal lalu dapat duit. 

"Mbak, pokoknya nanti lo jangan cengeng. Tunjukin kalau lo tegar." Kemal mengultimatum. Keira mengangguk, oke, iya yakin bisa. 

Mereka berjalan melangkah dari parkiran motor. Ya, mereka berboncengan motor karena memang mereka tak punya mobil. Keira tak ada pengacara, ia bawa badan saja. Lain dengan Bastian yang terlihat berjalan bersama seorang pengacara juga bude Ratih. 

Heran, wanita itu seperti terobsesi dengan keponakannya sendiri. Keira terus menatap lekat, hingga Bastian membalas tatapan tanpa tersenyum. Keira sendiri masa bodoh, apalagi saat melihat bude Ratih yang angkuh, mentang-mentang mantan direktur perusahaan besar, lagaknya bak sultan. Sepertinya bude Ratih lupa jika ia masih belum punya suami sampai sekarang. Hidupnya hanya menomor satukan keinginan dirinya, kasihan sekali. 

"Lo gak salim tangan Bude Ratih, Mbak?" bisik Kemal. 

"Nggak!" bisik Keira ketus. Ia melirik tajam ke wanita tua itu, begitu kesal karena nyatanya selama ini ia pura-pura menerimanya sebagai menantu keponakan. Sebenarnya Kei kasihan dengan Bastian, karena begitu berlindung dibawah ketiak bude Ratih. 

Panggilan mereka untuk masuk ke ruang sidang terdengar, Keira mau tak mau menguatkan hatinya untuk menerima kenyataan pahit itu. 

Saat hakim mulai bertanya apa masalah yang terjadi, Keira terkejut karena jawaban Bastian adalah tidak adanya lagi kecocokan dan masalah keturunan. Keira mengepalkan tangan, ia marah juga kesal. Padahal alasan sebenarnya karena Bastian masih mencintai mantan kekasihnya. 

Mediasi ditolak Bastian, sepertinya ia memang ingin segera lepas dari pernikahan itu. Sidang selesai cepat, Keira berjalan cepat keluar dari sana bahkan menabrak beberapa orang yang tak ia lihat, air matanya jatuh tak tertahan karena sakit hati yang dirasakan dalam dada. 

Ia berlutut, menangis sambil membekap mulutnya di belakang gedung pengadilan. Kemal menghampiri, memegang kedua bahu kakaknya, membantu berdiri kemudian ia peluk erat. 

Tangis Keira tumpah, lima tahun masa menikah ternyata ia dikelabui Bastian. Hatinya dipermainkan lelaki itu, rasanya tak bisa ia memaafkannya. 

"Ssstt... tenang, Mbak," lirih Kemal. 

"Alasannya bukan itu, Mal, kenapa dia bilang begitu ... gue dipojokkan sama dia!" pekikku emosi. Kemal memelukku lagi. Ia juga tak bisa berkata apa-apa. 

"Mbak, ini terakhir kali lo nangis. Lo nggak bisa kayak gini. Lo harus buktikan kalau lo berharga, Bastian akan menyesal lepas elo."

Keira hanya bisa terus menangis, sambil memeluk adiknya. Wajar ia begitu, karen sudah memberikan cinta tulus kepada Bastian. 

***

Keira kembali bekerja normal, di kantornya grasah grusuh berita ia akan menjadi janda menjadi headline news yang tidak bisa diabaikan seolah status jandanya sudah dinanti-nanti beberapa orang. 

Ia kini memangkas rambutnya hingga seleher, tadinya rambutnya panjang sepinggang, tapi istilah buang sial membuatnya ingin memiliki penampilan baru. Keira juga memakai poni di bagian depan, membuat penampilannya jauh lebih muda. 

"Cie bakal janda," goda Rima teman satu divisinya sebagai custumer service. Keira bekerja sebagai perusahaan travel besar dan ternama yang bergerak di jasa wisata dalam dan luar negeri. 

Keira hanya melirik sebal, ia bresipa menyalakan komputer di hadapannya. 

"Seneng kan lo, gue jadi janda," celetuk Keira, yang juga merapikan seragamnya. 

"Seneng lah, ngapain lo bertahan sama suami mencla mencle dan berlindung di ketek budenya. Ternyata masih cinta sama mantan pacar." Rima merapikan rambutnya, juga tak lupa menyemprotkan parfume ke badannya. 

"Gue bego, ya, kelewat bucin sama dia," sendu Keira menatap Rima yang mengangguk. 

"Gue doain lo dapet jodoh orang kaya raya, pengusaha tajir melintir, masih muda juga. Biar lo awet muda juga." Rima mengusap wajahnya seraya berkata aamiin. Sedangkan Keira memukul pelan bahu Rima yang tergelak. 

"Aamiin," sambar Ambar, rekan sesa cs juga yang duduk di sisi kiri Keira. 

"Ini lagi ... nyamber aja, kerja kerja!" ketus Keira. Mereka bersiap, tak lupa memasang senyum juga memberi kode ke sekuriti jika mereka siap melayani customer. 

Saat jam makan siang tiba, mereka bertiga berjalan keluar gedung kantor menuju ke tempat makan langganan banyak pekerja dari berbagai gedung lainnya. 

"Gue pesen pindang Iga sapi, Rim, tolongin ya. Gue mau ke tempat es kelapa." Keira memberikan uang dua puluh lima ribu. 

"Beres," jawab Rima lalu mengantri. 

"Mbak, es kelapa jeruk satu ya, sedikit aja gulanya." Keira menyerahkan uang sepuluh ribu lalu kemudian setelah menunggu beberapa saat ia berjalan sambil memegang gelas berisi es kelapa muda. Ia duduk di meja tak jauh dari penjual pindang iga sapi. 

"Kei, jangan terpuruk. Jadi janda nggak masalah, lo juga janda keceh," celetuk Ambar. 

"Udah, kek, bahas gue melulu. Gue lebih pusing mikirin gimana cari uang tambahan. Gaji gue nggak akan cukup buat bantu keuangan bokap nyokap dan bantu kasih uang jajan buat adek gue, kan?" 

"Emang lo nggak dikasih apa-apa beneran sama Bastian?" Rima mendelik. Keira menggelengkan kepala seraya menyedot es kelapa muda. 

"Sinting!" teriak Rima sambil menggebrak meja. Semua orang sontak menoleh. Rima cengar cengir, ia mencondongkan tubuh ke arah Keira dan Ambar lagi. "Lo nggak bisa nuntut?!" cecarnya. 

"Males. Lagian nggak ada anak juga. Ya, gue nggak tau sih, bisa nuntut apa nggak. Gengsi lah gue, udah cerai masih nuntut nafkah, yang ada juga harta gono gini, tapi dasar gue bego, semua atas nama Bastian dan gue nggak dapet apa-apa." Keira mendengkus. 

Rima dan Ambar bersingut kesal. "Lo udah bucin, bego. Yaudahlah, miskin lo. Diambil keperawanan lo doang. PSK aja masih dapat bayaran, nah, elo. Idih ... dong-dong!" kesal Ambar yang disetujui Rima. 

Pesanan mereka tiba, saat mulai menikmati makanan, Rima mengintrupsi dengan menjetikkan jari di depan kedua temannya. 

"Kei, lo jago masak, kan?" 

"Ya ... mayan, lah. Kenapa?" 

"Buka catering atau nasi box atau PO makanan apaan kek! Lo bisa jadikan kebisaan lo ini peluang lo usaha!" Rima menggebu-gebu. 

"Nah, bisa, tuh. Sabtu minggu libur, hajar Kei, buka PO makanan apa, Kek. Gue bantu jualin," sambung Ambar. 

"Masakan lo enak-enak, Kei. Lo pernah bawa ke kantor, kan. Lo masak ayam woku, sop buntut sama apa tuh, yang pake jamur hitam," tukas Rima. 

"Sop kimlo ayam kampung," jawab Keira. 

"Nah! Iya! Asli, Kei, ini peluang lo. Pe-lu-ang!" Rima menggebu-gebu. Keira diam, ia mencerna ucapan dua temannya. 

Iya juga, ya, gue bisa masak sama bikin makanan. Bisa kali, ya, dicoba jadi peluang usaha tambahan cari uang. 

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status