SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 160Tak bisakah kita mempercepat waktu pernikahan kita? Misalnya dengan ijab kabul terlebih dahulu. Dan resepsinya nanti sesuai dengan rencana kita di awal."Sintia nampak mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia masih terperangah dengan perkataan yang baru saja Kevin ucapkan. Apa katanya tadi? Mempercepat pernikahan? Bahagia sih, seneng sih, tapi secepat itukah? "Halo, Sintia? Kamu kenapa? Kok bengong?" tanya Kevin sembaro melambaikan tangannya di depan Sintia. Sintia menatap Kevin dengan kening berkerut dan tatapan penuh tanya. Namun, Kevin belum juga mengerti arti tatapan itu hingga hanya membuatnya tersenyum saja. "Kevin, apa yang kamu katakan ini apakah benar?""Yups, aku benar bidadariku. Apa kamu masih enggak percaya?""Bukan begitu tapi kenapa cepat sekali? Padahal pernikahan kita juga tinggal menghitung minggu saja."Kevin mendesah pelan, ia menghembuskan napasnya membuat penat yang akhir-akhir ini hinggap di dirinya. "Karena aku enggak mau k
Kali ini Kevin benar-benar bernapas lega, setidaknya jika acara ijab qabul itu dipercepat maka tak akan ada lagi celah untuk orang lain yang berniat merusak rencana pernikahannya. "Nanti malam aku mau ke rumahmu. Akan aku bicarakan soal ini pada Abah dan Umi."Sintya hanya menganggukkan kepala. Sebenarnya, ia sama sekali tak merasa terganggu dengan ulah yang dilakukan Amanda, sebab ia sudah percaya penuh dengan Kevin. Ditambah Amanda bersikap pasrah, andaikata Kevin adalah jodohnya, sekuat apapun godaan menerpa maka pasti akan bisa dilaluinya. ****"Kedatangan saya ke sini ingin meminta izin pada Abah dan Umi, agar acara ijab qabul bisa dipercepat." Kevin memulai pembicaraannya. "Loh, kenapa, Nak? Memangnya ada apa? Kenapa dimajukan, nggak sesuai dengan tanggal kesepakatan kemarin?" tanya sang ibu beruntun. Sesaat Kevin dan Sintya saling berpandangan, Kevin berpikir, tak mungkin ia menceritakan aib yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. "Sintya?" Kali ini perempuan paruh baya i
"Jangan gila kamu, Manda?!" pekik David yang merasa tak percaya dengan ide yang diberikan oleh Amanda. "Kamu pengen Sintya jatuh ke tangan Kevin?" David terdiam, ia memikirkan ucapan yang dilontarkan oleh Amanda. Sungguh ... di dalam benak Amanda, ia sangatlah tidak rela jika perempuan sesempurna Sintya jatuh ke tangan adiknya. Ya, David merasa jika Sintya jauh lebih pantas berdampingan dengannya daripada dengan Kevin yang notabene-nya adalah anak seorang pelakor. "Jika kamu mau, lakukan malam ini," lanjut Amanda yang semakin berusaha meyakinkan David untuk melakukan segenap rencananya. David berpikir ulang, sebab ide yang dicetuskan oleh Amanda sangatlah beresiko. "Apa nggak ada cara lain?" tanya David terbata-bata. Amanda yang mendengar ucapan David pun lantas mendengkus lalu ia cebikkan bibirnya. "Halo ... kita nggak ada banyak waktu lagi, ya. Tinggal beberapa hari loh itu ijab qabul akan dilangsungkan. Kalau kamu punya ide yang jitu, coba katakan," ucap Amanda. "Nggak ad
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 189Kali ini, David merasa jika langkahnya sangatlah dipermudah dan di sinilah dia sekarang, berdiri di depan jendela kamar milik Sintya sembari bibir yang tersenyum. Lebih tepatnya di bawah jendela kamar Sintia karena letaknya berada di lantai dua sedangkan David masih di lantai satu. David masih setia memakai penutup kepala serta masker untuk menutupi wajahnya agar tidak terlihat oleh cctv. Yah, meskipun David tidak melihat cctv itu tapi David yakin kalau rumah Sintia terpasang cctv. Setelah dirasa cukup yakin, David segera berjalan sedikit mengendap sembari menoleh kembali ke kanan dan kekiri untuk melihat ke sekeliling rumah itu apakah masih ada orang ataukah tidak. Sekilas David melihat arloji di tangannya dan jam menunjukkan pukul 22.00 wib itu artinya sudah jam sepuluh malam dan komplek juga sudah terlihat sepi sebab malam itu memang bukan malam minggu jadi pastilah para pemilik rumah di sana sedang beristirahat untuk melakukan pekerjaan eso
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 190"Sintia, aku datang Sayang. Mari kita bersenang-senang."David mencoba membuka engsel pintu dengan tangan kanannya. Ia menurunkan engsel tersebut ke bawah, dan sepertinya memang keberuntungan sedang berada di pihak David. Pasalnya pintu itu terbuka dengan mudahnya. David memindai ke sekeliling kamar yang tampak temaram itu sebab Sintia mengganti lampu terangnya dengan lampu yang hanya sekitar lima watt saja. Sehingga membuat suasana kamar pribadinya terlihat remang. "Yess sepertinya dewi fortuna sedang berpihak padaku. Baiklah aku akan segera melancarkan aksiku ini. Aku sudah tidak sabar merengkuh tubuh yang indah itu. Kulitnya pasti sangatlah halus sehalus sutra," batin David sembari tersenyum menyeringai. Ia berjalan mendekati kasur di mana Sintia tengah tertidur di atasnya setelah ia menutup pintu kamar Sintia rapat dan tentunya dengan mengunci kamar tersebut hingga bersuara klik. David bersusah payah meneguk salivanya saat melihat tubuh Sint
David terdiam, kedua telinganya sayup-sayup mendengar suara kegaduhan dari kamar Sintya. Sejenak David menajamkan kedua telinganya hingga akhirnya ia mendengar kalimat yang membuat David untuk segera pergi. "Ada orang mau perkosa aku. Dia sekarang ada di dalam kamar mandi. Cepat susul dia keburu pergi!"David merangkak melewati lorong atas rumah. Ia merangkak dengan begitu hati-hati, sebab jika ia salah sedikit saja menapakkan lutut dan tangannya, maka dipastikan akan Tama riwayatnya. Beberapa kali David berhenti dan menolehkan kepala ke belekang. Memastikan tidak ada siapapun juga yang mengejarnya. David bernapas sedikit lega, sebab keadaannya saat ini aman. Akan tetapi ia juga khawatir kalau sang penghuni rumah menyadari jika David naik ke atap lalu mereka akan menunggunya di luar rumah. Sang Umi pun langsung memeluk tubuh Sintya yang terguncang. Air mata meleleh begitu saja dari sepasang mata jernih itu. Sang Umi mengeratkan pelukannya, sesekali ia mengusap kepala sang putri d
"Loh, Mas David habis darimana?" tanya Kevin yang sebenarnya dari tadi melihat kedatangan David. Ya, sebelumnya Kevin menyadari kepergian sang kakak dari rumah. Selang lima belas menit setelah David pergi, Kevin menemui sang kakak ke kamarnya tapi tak bertemu dengan orang yang dicari. Kevin berpikir kalau sang kakak mungkin sedang mencari angin di luar, hanya saja kepulangan David yang diantar oleh taksi membuat Kevin bertanya-tanya. "Habis nyari sangkar buat burung," celetuk David dengan entengnya. Kevin mengernyitkan dahi begitu mendengarkan jawaban dari sang kakak. "Tapi, Mas, celananya mana? Kok cuma ada jendelanya saja? Pintunya mana?" tanya Kevin bingung. Jantung David berdegup lebih kencang begitu ia menyadari jika dirinya tadi tak sempat memakai celananya. David merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia sampai lupa membawa celana panjangnya pergi. David baru saja menyadari jika ia pulang hanya mengenakan celana kolor saja. "Penutup si Joni ya dibawa pergi lah sama Si Jo
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 193Kali ini hanya ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya. Satu nama yang ia tebak sebagai dalangnya. "Amanda ...." gumam Kevin. Yah, entah kenapa Kevin sangat yakin kalau semua ini adalah kerjaan Amanda. Karena sejauh ini Kevin tidak menemukan siapa yang tidak menyukai hubungan antara dirinya juga Sintia. Seketika dada Kevin bergemuruh, tangannya mengepal sangat erat hingga buku-buku tangannya memutih. Kevin berdiri dari posisi duduknya dan ia bergegas menuju ruangan di mana Amanda bekerja. Kevin memindai keadaan di sekeliling dan ternyata ia menemukan orang yang ia cari di ruangan yang terdapat beberapa meja kerja itu. Kevin berdehem membuat beberapa orang termasuk Amanda yang sudah masuk ke kantor melihat ke arahnya. Amanda mengernyitkan dahi saat melihat kedatangan Kevin ke ruangannya sebab setelah Kevin memiliki hubungan dengan Sintia tidak pernah sekali pun pria itu menyambanginya. Ah, meskipun dulu Kevin belum berhubungan dengan Sint