SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 167"Dasar David bego! Kalau saja dia benar-benar bisa menggagahi Sintia pasti tidak akan begini kejadiannya!" rutuk Amanda dalam hatinya. ***Kevin melesatkan mobilnya membelah jalanan yang cukup ramai sebab memang jamnya makan siang bagi para pekerja sepertinya. Tentu saja tujuan kali ini Kevin akan ke rumah Sintia. Dia sangat mengkhawatirkan wanita yang dicintainya itu. Ada sesak yang menyeruak kala mendengar calon istrinya telah dilecehkan orang tak dikenal. Yah, meskipun Kevin tidak memusingkan soal keperawanan seseorang tapi tetap saja Kevin tidak terima karena wanita yang dicintainya telah disakiti oleh seseorang. Kevin berjanji dia akan mencari tahu siapa pelaku dan dalang sebenarnya. Kevin sedikit menghela napasnya karena rasa sesak itu kian menghimpit dada. Ia meraup wajah kasar guna sedikit menghilangkan ketegangan yang tercipta di area sana. Setelah memastikan jika hatinya baik-baik saja akhirnya Kevin pun turun dari mobilnya dan bergega
Raya mematut diri di depan cermin. Perempuan yang sebentar lagi akan melepas status janda itu tersenyum manis. Raya merasa begitu puas dengan hasil make-up dari perias yang sudah terkenal. Wanita itu semakin terlihat cantik dan begitu mempesona. Bagaimana tidak, make up yang terlihat begitu elegan menyempurnakan kecantikan Raya yang tiada tandingannya. Raya berdiri dari tempat duduknya, memindai seluruh tubuhnya di depan cermin yang ada di hadapannya. Sebuah kebaya berpayet penuh melekat sempurna di tubuh ramping milik Raya dan dipadukan dengan mahkota bertengger di atas kepalanya. Sungguh ... perempuan yang sebelumnya sudah terlihat cantik, kini semakin terlihat begitu mempesona. "Cantik sekali, Mbak Raya," puji sang perias yang berdiri di samping Raya sembari menatap takjub pada wajah calon pengantin itu. "Ah, Mbak bisa saja. Ini semua juga karena make up dari tangan Mbak," ucap Raya dengan lembut. "Mungkin itu hanya sepuluh persennya saja, Mbak. Sembilan puluh persen karena
"Pernikahan ini tidak sah!" Teriakan itu membuat semua pasang mata tertuju pada sumber suara.Beberapa orang saling berbisik. Mempertanyakan siapa sosok itu, tentu pertanyaan itu datang dari beberapa keluarga besar milik Raya, sebab tak semua orang tau siapa perempuan itu. Akan tetapi, semua tamu undangan yang berasal dari kerabat Ravi tahu betul siapa dia. Novita. Ya, Novita lah yang datang. Mereka yang mengetahui sosok Novita berdecak kesal, sebab sudah sering sekali ia membuat kerusuhan. Raya turut menolehkan kepala ke arah Novita, lagi-lagi Raya hanya bisa menghembuskan napas berat, sebab entah kenapa perempuan yang notabenenya hanyalah mantan istri dari sosok lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu terus datang mengusik kehidupannya. Semua yang ada di sana langsung berdiri, pun juga dengan sepasang pengantin itu. "Kamu di sini saja, biar ini menjadi urusan Mama," ucap Nania yang melihat Raya akan melangkah mendekat ke arah Novita. Kali ini Nania benar-benar merasa geram
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 197Guntur mulai menenangkan kondisi, berkali-kali Guntur meminta maaf atas kericuhan yang terjadi. Ravi yang saat ini tengah berdiri di samping Raya, kini merasa malu luar biasa. Ibaratnya, Novita telah melemparkan kotoran tepat di wajah tampannya."Ugh, kenapa Papa malah panggil polisi secepat itu sih? Seharusnya kan biarin dulu Mama untuk berikan pelajaran sama perempuan kurang ajar itu. Bisa-bisanya di hari penting dan spesial seperti ini malah bikin ulah di sini. Ck!" rutuk Nania yang merasa kesal karena tidak bisa membalaskan apa yang Novita perbuat padanya tadi. Padahal tadi Nania sudah mengambil ancang-ancang untuk membalas apa hang Novita lakukan. Namun, nyatanya Guntur sudah bergerak cepat dan mengamankan Novita ke kantor polisi. "Sudahlah, Ma, tidak usah pikirkan itu. Biar itu menjadi urusan polisi. Sekarang kita fokus ini terus gimana sama acaranya rusak semua seperti ini."Nania dan Guntur menghela napasnya. Mereka bingung mau bagaimana
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 198 Terdengar suara Nania dari arah pintu di ruangan itu. Dan itu semakin membuat Novita merasa kesal sehingga memberikan tatapan sinisnya pada Nania. Namun, Nania acuh karena ia sama sekali tidak takut pada perempuan yang usianya dua tahun lebih tua daripada Raya. "Sialan tuh Nenek peot. Awas aja kalau aku sampai bebas dari sini, akan kubuat tuh mulut pedesnya gak berkutik lagi. Syukur-syukur kalau tuh Nenek lumpuh seumur hidupnya atau malah mati sekalian!" dengus Novita dalam hatinya sembari menatap kesal pada Nania yang sudah duduk cantik di kursi yang ada di ruangan itu. ***Suara dentuman musik yang dipimpin seorang Disc Jockey terdengar menghentak di telinga. Tubuh indah, seksi dan juga gagah milik para pengunjung diliukkan sangat erotis bagi siapa saja yang melihatnya. Aroma alkohol menguar di ruangan yang cukup besar itu menusuk tajam indera penciuman. Meja-meja berbahan keramik yang ditata sedemikian rupa sudah penuh diisi oleh para peni
Usaha Kevin tak sia-sia setelah meyakinkan Sintya jika semua akan baik-baik saja. Meskipun kejadian mengerikan itu telah menimpa Sintya, Kevin benar-benar menerima Sintya apa adanya. Entah dalam keadaan kesucian dan mahkotanya telah terenggut atau belum. Akan tetapi, Kevin sedikit bernapas lega, sebab seseorang yang tengah menyelinap masuk dan berusaha berbuat jahat pada Sintya upayanya telah gagal. Kini ada satu tugas berat yang harus Kevin lakukan, yaitu mencari lelaki bajingan yang telah berusaha melecehkan calon istrinya. "Kamu serius akan melanjutkan semuanya?" tanya Sang Abah yang kini bersuara. Mendengar pertanyaan itu, Kevin lantas tersenyum. "Saya serius, Abah. Bahkan sekali pun kemungkinan terburuk menimpa Sintya, Kevin tak akan mundur," ucap Kevin dengan tegas. Sang Abah mengangguk-anggukkan kepalanya. Pun juga dengan sang Umi, perempuan itu tersenyum lega. "Jika memang itu sudah menjadi keputusan kalian, tidak apa-apa. Abah dan Umi hanya mampu memberikan doa dan res
"Saya terima dan kawinnya Sintya Larasati binti Bapak Pramono dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" Dengan suara lantang dan nada yang begitu yakin Kevin mengikrarkan kalimat sakral yaitu ijab Qabul. Sedikit pun tak ada rasa grogi saat lelaki itu menjabat tangan kanan milik sosok lelaki yang saat ini telah sah menyandang gelar sebagai bapak mertuanya itu. "Bagaimana, saksi? Sah?" "Sah!""Sah!""Sah!"Jawaban serempak terdengar dari beberapa tamu undangan yang menghadiri acara ijab Qabul pagi ini. Sang penghulu mulai menengadahkan kedua tangannya sebatas dada lalu disusul orang-orang yang lainnya. Ia memimpin do'a untuk melengkapi jalannya acara pagi ini. Setiap bibir meng-Aamini sebait doa yang dilantunkan oleh sang penghulu hingga akhirnya mereka mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah sebagai tanda jika acara doa telah berakhir. Kini dua mempelai pengantin itu saling berpandangan dengan perasaan lega yang luar biasa. Kedua sudut bibir itu tertarik ke atas, hingga cipt
Hari ini acara resepsi pernikahan Raya tengah berlangsung. Sudah menjadi kesepakatan kedua belah pihak jika acara resepsi akan diadakan dua hari setelah acara ijab qabul. Sebenarnya Ravi dan juga Raya enggan sekali untuk melakukan resepsi pernikahan itu, mengingat statusnya yang seorang janda dan duda. Hanya saja kedua orang tua mempelai pengantin baru menginginkan resepsi untuk dilangsungkan. Bukan tanpa sebab, mereka juga ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Gedung yang telah dihiasi oleh aneka bunga mawar dengan kombinasi bunga melati bersiap untuk menyambut kedatangan mempelai pengantin. Beberapa tamu silih berganti datang. Halaman gedung setengahnya sudah terisi oleh beberapa tamu undangan. Berbagai macam hidangan telah tertata rapi dengan sempurna di atas meja. Tak ketinggalan juga ada aneka buah siap makan, minuman dan beberapa macam cake yang dipersiapkan untuk semua tamu undangan. Tak banyak tamu yang diundang, hanya kerabat dekat dan rekan bisnis saja. "Kamu
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de