David terdiam, kedua telinganya sayup-sayup mendengar suara kegaduhan dari kamar Sintya. Sejenak David menajamkan kedua telinganya hingga akhirnya ia mendengar kalimat yang membuat David untuk segera pergi. "Ada orang mau perkosa aku. Dia sekarang ada di dalam kamar mandi. Cepat susul dia keburu pergi!"David merangkak melewati lorong atas rumah. Ia merangkak dengan begitu hati-hati, sebab jika ia salah sedikit saja menapakkan lutut dan tangannya, maka dipastikan akan Tama riwayatnya. Beberapa kali David berhenti dan menolehkan kepala ke belekang. Memastikan tidak ada siapapun juga yang mengejarnya. David bernapas sedikit lega, sebab keadaannya saat ini aman. Akan tetapi ia juga khawatir kalau sang penghuni rumah menyadari jika David naik ke atap lalu mereka akan menunggunya di luar rumah. Sang Umi pun langsung memeluk tubuh Sintya yang terguncang. Air mata meleleh begitu saja dari sepasang mata jernih itu. Sang Umi mengeratkan pelukannya, sesekali ia mengusap kepala sang putri d
"Loh, Mas David habis darimana?" tanya Kevin yang sebenarnya dari tadi melihat kedatangan David. Ya, sebelumnya Kevin menyadari kepergian sang kakak dari rumah. Selang lima belas menit setelah David pergi, Kevin menemui sang kakak ke kamarnya tapi tak bertemu dengan orang yang dicari. Kevin berpikir kalau sang kakak mungkin sedang mencari angin di luar, hanya saja kepulangan David yang diantar oleh taksi membuat Kevin bertanya-tanya. "Habis nyari sangkar buat burung," celetuk David dengan entengnya. Kevin mengernyitkan dahi begitu mendengarkan jawaban dari sang kakak. "Tapi, Mas, celananya mana? Kok cuma ada jendelanya saja? Pintunya mana?" tanya Kevin bingung. Jantung David berdegup lebih kencang begitu ia menyadari jika dirinya tadi tak sempat memakai celananya. David merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia sampai lupa membawa celana panjangnya pergi. David baru saja menyadari jika ia pulang hanya mengenakan celana kolor saja. "Penutup si Joni ya dibawa pergi lah sama Si Jo
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 193Kali ini hanya ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya. Satu nama yang ia tebak sebagai dalangnya. "Amanda ...." gumam Kevin. Yah, entah kenapa Kevin sangat yakin kalau semua ini adalah kerjaan Amanda. Karena sejauh ini Kevin tidak menemukan siapa yang tidak menyukai hubungan antara dirinya juga Sintia. Seketika dada Kevin bergemuruh, tangannya mengepal sangat erat hingga buku-buku tangannya memutih. Kevin berdiri dari posisi duduknya dan ia bergegas menuju ruangan di mana Amanda bekerja. Kevin memindai keadaan di sekeliling dan ternyata ia menemukan orang yang ia cari di ruangan yang terdapat beberapa meja kerja itu. Kevin berdehem membuat beberapa orang termasuk Amanda yang sudah masuk ke kantor melihat ke arahnya. Amanda mengernyitkan dahi saat melihat kedatangan Kevin ke ruangannya sebab setelah Kevin memiliki hubungan dengan Sintia tidak pernah sekali pun pria itu menyambanginya. Ah, meskipun dulu Kevin belum berhubungan dengan Sint
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 167"Dasar David bego! Kalau saja dia benar-benar bisa menggagahi Sintia pasti tidak akan begini kejadiannya!" rutuk Amanda dalam hatinya. ***Kevin melesatkan mobilnya membelah jalanan yang cukup ramai sebab memang jamnya makan siang bagi para pekerja sepertinya. Tentu saja tujuan kali ini Kevin akan ke rumah Sintia. Dia sangat mengkhawatirkan wanita yang dicintainya itu. Ada sesak yang menyeruak kala mendengar calon istrinya telah dilecehkan orang tak dikenal. Yah, meskipun Kevin tidak memusingkan soal keperawanan seseorang tapi tetap saja Kevin tidak terima karena wanita yang dicintainya telah disakiti oleh seseorang. Kevin berjanji dia akan mencari tahu siapa pelaku dan dalang sebenarnya. Kevin sedikit menghela napasnya karena rasa sesak itu kian menghimpit dada. Ia meraup wajah kasar guna sedikit menghilangkan ketegangan yang tercipta di area sana. Setelah memastikan jika hatinya baik-baik saja akhirnya Kevin pun turun dari mobilnya dan bergega
Raya mematut diri di depan cermin. Perempuan yang sebentar lagi akan melepas status janda itu tersenyum manis. Raya merasa begitu puas dengan hasil make-up dari perias yang sudah terkenal. Wanita itu semakin terlihat cantik dan begitu mempesona. Bagaimana tidak, make up yang terlihat begitu elegan menyempurnakan kecantikan Raya yang tiada tandingannya. Raya berdiri dari tempat duduknya, memindai seluruh tubuhnya di depan cermin yang ada di hadapannya. Sebuah kebaya berpayet penuh melekat sempurna di tubuh ramping milik Raya dan dipadukan dengan mahkota bertengger di atas kepalanya. Sungguh ... perempuan yang sebelumnya sudah terlihat cantik, kini semakin terlihat begitu mempesona. "Cantik sekali, Mbak Raya," puji sang perias yang berdiri di samping Raya sembari menatap takjub pada wajah calon pengantin itu. "Ah, Mbak bisa saja. Ini semua juga karena make up dari tangan Mbak," ucap Raya dengan lembut. "Mungkin itu hanya sepuluh persennya saja, Mbak. Sembilan puluh persen karena
"Pernikahan ini tidak sah!" Teriakan itu membuat semua pasang mata tertuju pada sumber suara.Beberapa orang saling berbisik. Mempertanyakan siapa sosok itu, tentu pertanyaan itu datang dari beberapa keluarga besar milik Raya, sebab tak semua orang tau siapa perempuan itu. Akan tetapi, semua tamu undangan yang berasal dari kerabat Ravi tahu betul siapa dia. Novita. Ya, Novita lah yang datang. Mereka yang mengetahui sosok Novita berdecak kesal, sebab sudah sering sekali ia membuat kerusuhan. Raya turut menolehkan kepala ke arah Novita, lagi-lagi Raya hanya bisa menghembuskan napas berat, sebab entah kenapa perempuan yang notabenenya hanyalah mantan istri dari sosok lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu terus datang mengusik kehidupannya. Semua yang ada di sana langsung berdiri, pun juga dengan sepasang pengantin itu. "Kamu di sini saja, biar ini menjadi urusan Mama," ucap Nania yang melihat Raya akan melangkah mendekat ke arah Novita. Kali ini Nania benar-benar merasa geram
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 197Guntur mulai menenangkan kondisi, berkali-kali Guntur meminta maaf atas kericuhan yang terjadi. Ravi yang saat ini tengah berdiri di samping Raya, kini merasa malu luar biasa. Ibaratnya, Novita telah melemparkan kotoran tepat di wajah tampannya."Ugh, kenapa Papa malah panggil polisi secepat itu sih? Seharusnya kan biarin dulu Mama untuk berikan pelajaran sama perempuan kurang ajar itu. Bisa-bisanya di hari penting dan spesial seperti ini malah bikin ulah di sini. Ck!" rutuk Nania yang merasa kesal karena tidak bisa membalaskan apa yang Novita perbuat padanya tadi. Padahal tadi Nania sudah mengambil ancang-ancang untuk membalas apa hang Novita lakukan. Namun, nyatanya Guntur sudah bergerak cepat dan mengamankan Novita ke kantor polisi. "Sudahlah, Ma, tidak usah pikirkan itu. Biar itu menjadi urusan polisi. Sekarang kita fokus ini terus gimana sama acaranya rusak semua seperti ini."Nania dan Guntur menghela napasnya. Mereka bingung mau bagaimana
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 198 Terdengar suara Nania dari arah pintu di ruangan itu. Dan itu semakin membuat Novita merasa kesal sehingga memberikan tatapan sinisnya pada Nania. Namun, Nania acuh karena ia sama sekali tidak takut pada perempuan yang usianya dua tahun lebih tua daripada Raya. "Sialan tuh Nenek peot. Awas aja kalau aku sampai bebas dari sini, akan kubuat tuh mulut pedesnya gak berkutik lagi. Syukur-syukur kalau tuh Nenek lumpuh seumur hidupnya atau malah mati sekalian!" dengus Novita dalam hatinya sembari menatap kesal pada Nania yang sudah duduk cantik di kursi yang ada di ruangan itu. ***Suara dentuman musik yang dipimpin seorang Disc Jockey terdengar menghentak di telinga. Tubuh indah, seksi dan juga gagah milik para pengunjung diliukkan sangat erotis bagi siapa saja yang melihatnya. Aroma alkohol menguar di ruangan yang cukup besar itu menusuk tajam indera penciuman. Meja-meja berbahan keramik yang ditata sedemikian rupa sudah penuh diisi oleh para peni