"Jangan gila kamu, Manda?!" pekik David yang merasa tak percaya dengan ide yang diberikan oleh Amanda. "Kamu pengen Sintya jatuh ke tangan Kevin?" David terdiam, ia memikirkan ucapan yang dilontarkan oleh Amanda. Sungguh ... di dalam benak Amanda, ia sangatlah tidak rela jika perempuan sesempurna Sintya jatuh ke tangan adiknya. Ya, David merasa jika Sintya jauh lebih pantas berdampingan dengannya daripada dengan Kevin yang notabene-nya adalah anak seorang pelakor. "Jika kamu mau, lakukan malam ini," lanjut Amanda yang semakin berusaha meyakinkan David untuk melakukan segenap rencananya. David berpikir ulang, sebab ide yang dicetuskan oleh Amanda sangatlah beresiko. "Apa nggak ada cara lain?" tanya David terbata-bata. Amanda yang mendengar ucapan David pun lantas mendengkus lalu ia cebikkan bibirnya. "Halo ... kita nggak ada banyak waktu lagi, ya. Tinggal beberapa hari loh itu ijab qabul akan dilangsungkan. Kalau kamu punya ide yang jitu, coba katakan," ucap Amanda. "Nggak ad
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 189Kali ini, David merasa jika langkahnya sangatlah dipermudah dan di sinilah dia sekarang, berdiri di depan jendela kamar milik Sintya sembari bibir yang tersenyum. Lebih tepatnya di bawah jendela kamar Sintia karena letaknya berada di lantai dua sedangkan David masih di lantai satu. David masih setia memakai penutup kepala serta masker untuk menutupi wajahnya agar tidak terlihat oleh cctv. Yah, meskipun David tidak melihat cctv itu tapi David yakin kalau rumah Sintia terpasang cctv. Setelah dirasa cukup yakin, David segera berjalan sedikit mengendap sembari menoleh kembali ke kanan dan kekiri untuk melihat ke sekeliling rumah itu apakah masih ada orang ataukah tidak. Sekilas David melihat arloji di tangannya dan jam menunjukkan pukul 22.00 wib itu artinya sudah jam sepuluh malam dan komplek juga sudah terlihat sepi sebab malam itu memang bukan malam minggu jadi pastilah para pemilik rumah di sana sedang beristirahat untuk melakukan pekerjaan eso
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 190"Sintia, aku datang Sayang. Mari kita bersenang-senang."David mencoba membuka engsel pintu dengan tangan kanannya. Ia menurunkan engsel tersebut ke bawah, dan sepertinya memang keberuntungan sedang berada di pihak David. Pasalnya pintu itu terbuka dengan mudahnya. David memindai ke sekeliling kamar yang tampak temaram itu sebab Sintia mengganti lampu terangnya dengan lampu yang hanya sekitar lima watt saja. Sehingga membuat suasana kamar pribadinya terlihat remang. "Yess sepertinya dewi fortuna sedang berpihak padaku. Baiklah aku akan segera melancarkan aksiku ini. Aku sudah tidak sabar merengkuh tubuh yang indah itu. Kulitnya pasti sangatlah halus sehalus sutra," batin David sembari tersenyum menyeringai. Ia berjalan mendekati kasur di mana Sintia tengah tertidur di atasnya setelah ia menutup pintu kamar Sintia rapat dan tentunya dengan mengunci kamar tersebut hingga bersuara klik. David bersusah payah meneguk salivanya saat melihat tubuh Sint
David terdiam, kedua telinganya sayup-sayup mendengar suara kegaduhan dari kamar Sintya. Sejenak David menajamkan kedua telinganya hingga akhirnya ia mendengar kalimat yang membuat David untuk segera pergi. "Ada orang mau perkosa aku. Dia sekarang ada di dalam kamar mandi. Cepat susul dia keburu pergi!"David merangkak melewati lorong atas rumah. Ia merangkak dengan begitu hati-hati, sebab jika ia salah sedikit saja menapakkan lutut dan tangannya, maka dipastikan akan Tama riwayatnya. Beberapa kali David berhenti dan menolehkan kepala ke belekang. Memastikan tidak ada siapapun juga yang mengejarnya. David bernapas sedikit lega, sebab keadaannya saat ini aman. Akan tetapi ia juga khawatir kalau sang penghuni rumah menyadari jika David naik ke atap lalu mereka akan menunggunya di luar rumah. Sang Umi pun langsung memeluk tubuh Sintya yang terguncang. Air mata meleleh begitu saja dari sepasang mata jernih itu. Sang Umi mengeratkan pelukannya, sesekali ia mengusap kepala sang putri d
"Loh, Mas David habis darimana?" tanya Kevin yang sebenarnya dari tadi melihat kedatangan David. Ya, sebelumnya Kevin menyadari kepergian sang kakak dari rumah. Selang lima belas menit setelah David pergi, Kevin menemui sang kakak ke kamarnya tapi tak bertemu dengan orang yang dicari. Kevin berpikir kalau sang kakak mungkin sedang mencari angin di luar, hanya saja kepulangan David yang diantar oleh taksi membuat Kevin bertanya-tanya. "Habis nyari sangkar buat burung," celetuk David dengan entengnya. Kevin mengernyitkan dahi begitu mendengarkan jawaban dari sang kakak. "Tapi, Mas, celananya mana? Kok cuma ada jendelanya saja? Pintunya mana?" tanya Kevin bingung. Jantung David berdegup lebih kencang begitu ia menyadari jika dirinya tadi tak sempat memakai celananya. David merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia sampai lupa membawa celana panjangnya pergi. David baru saja menyadari jika ia pulang hanya mengenakan celana kolor saja. "Penutup si Joni ya dibawa pergi lah sama Si Jo
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 193Kali ini hanya ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya. Satu nama yang ia tebak sebagai dalangnya. "Amanda ...." gumam Kevin. Yah, entah kenapa Kevin sangat yakin kalau semua ini adalah kerjaan Amanda. Karena sejauh ini Kevin tidak menemukan siapa yang tidak menyukai hubungan antara dirinya juga Sintia. Seketika dada Kevin bergemuruh, tangannya mengepal sangat erat hingga buku-buku tangannya memutih. Kevin berdiri dari posisi duduknya dan ia bergegas menuju ruangan di mana Amanda bekerja. Kevin memindai keadaan di sekeliling dan ternyata ia menemukan orang yang ia cari di ruangan yang terdapat beberapa meja kerja itu. Kevin berdehem membuat beberapa orang termasuk Amanda yang sudah masuk ke kantor melihat ke arahnya. Amanda mengernyitkan dahi saat melihat kedatangan Kevin ke ruangannya sebab setelah Kevin memiliki hubungan dengan Sintia tidak pernah sekali pun pria itu menyambanginya. Ah, meskipun dulu Kevin belum berhubungan dengan Sint
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 167"Dasar David bego! Kalau saja dia benar-benar bisa menggagahi Sintia pasti tidak akan begini kejadiannya!" rutuk Amanda dalam hatinya. ***Kevin melesatkan mobilnya membelah jalanan yang cukup ramai sebab memang jamnya makan siang bagi para pekerja sepertinya. Tentu saja tujuan kali ini Kevin akan ke rumah Sintia. Dia sangat mengkhawatirkan wanita yang dicintainya itu. Ada sesak yang menyeruak kala mendengar calon istrinya telah dilecehkan orang tak dikenal. Yah, meskipun Kevin tidak memusingkan soal keperawanan seseorang tapi tetap saja Kevin tidak terima karena wanita yang dicintainya telah disakiti oleh seseorang. Kevin berjanji dia akan mencari tahu siapa pelaku dan dalang sebenarnya. Kevin sedikit menghela napasnya karena rasa sesak itu kian menghimpit dada. Ia meraup wajah kasar guna sedikit menghilangkan ketegangan yang tercipta di area sana. Setelah memastikan jika hatinya baik-baik saja akhirnya Kevin pun turun dari mobilnya dan bergega
Raya mematut diri di depan cermin. Perempuan yang sebentar lagi akan melepas status janda itu tersenyum manis. Raya merasa begitu puas dengan hasil make-up dari perias yang sudah terkenal. Wanita itu semakin terlihat cantik dan begitu mempesona. Bagaimana tidak, make up yang terlihat begitu elegan menyempurnakan kecantikan Raya yang tiada tandingannya. Raya berdiri dari tempat duduknya, memindai seluruh tubuhnya di depan cermin yang ada di hadapannya. Sebuah kebaya berpayet penuh melekat sempurna di tubuh ramping milik Raya dan dipadukan dengan mahkota bertengger di atas kepalanya. Sungguh ... perempuan yang sebelumnya sudah terlihat cantik, kini semakin terlihat begitu mempesona. "Cantik sekali, Mbak Raya," puji sang perias yang berdiri di samping Raya sembari menatap takjub pada wajah calon pengantin itu. "Ah, Mbak bisa saja. Ini semua juga karena make up dari tangan Mbak," ucap Raya dengan lembut. "Mungkin itu hanya sepuluh persennya saja, Mbak. Sembilan puluh persen karena