“APA!!??” seru hampir sebagian penghuni ruang makan itu.
Tidak hanya suara mereka yang terkejut, ekspresi wajah satu persatu dari orang yang hadir disana menunjukkan keheranan. Sementara Danu hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Iya, aku akan menikah lagi dengan Arum. Tepatnya tiga bulan dari sekarang. Benar kan, Sayang?” Danu berkata sambil melihat ke arah Arum. Arum menjawab dengan senyuman dan anggukkan.
“Danu, kamu jangan asal ngomong. Bukannya kamu akan melamar Nadia dan menikah dengannya, bukan dengan Arum,” sahut Nyonya Lani.
Nadia terlihat marah, menatap Danu dengan tajam sambil berulang kali menganggukkan kepala membenarkan ucapan Nyonya Lani. Tuan Rafael hanya diam melihat Danu dengan tajam, hal yang sama juga dilakukan Nyonya Maria. Sepertinya kedua orang tua Nadia itu ikut menunjukkan rasa tidak sukanya dengan ucapan Danu tadi.
“Aku tidak asal ngomong, Ma. Ini benar. Aku sudah memikirka
“Iya, apa Papa akan merestui kami?” Danu malah balik bertanya.Tuan Prada terdiam sesaat. Beliau menatap Danu dan Arum bergantian, kemudian menunduk. Danu terdiam dan terlihat gelisah. Danu tahu hubungan papanya dengan Tuan Rafael sangat dekat. Bahkan tempo hari, Tuan Prada bertanya tentang hubungannya dengan Nadia. Bisa jadi selama ini, Tuan Prada beranggapan kalau ada sesuatu antara dia dan Nadia.“Pa, meski Papa tidak memberi restu sekalipun. Aku tetap akan menikah dengan Arum,” imbuh Danu.Ia berkata sambil menatap tajam ke arah Tuan Prada. Tuan Prada masih membisu, hanya helaan napas panjang yang berulang keluar masuk dari bibirnya.“Apa kamu membutuhkannya sekarang? Lalu bagaimana urusanmu dengan Nadia? Kamu tidak menyelesaikannya dan malah ingin menjalin babak baru dengan Arum.” Setelah beberapa saat, Tuan Prada akhirnya bersuara.Danu terdiam, menghela napas panjang sambil menatap tajam Tuan Prada.
“HEH!!!” seru Arum.Belum terucap jawaban dari bibir Arum, tiba-tiba Danu mengubah posisi tubuhnya. Ia kembali mendekatkan wajah dan memulai pagutan mereka. Kini tidak hanya bibirnya yang berinteraksi, tapi tangan Danu sudah menjelajah tubuh Arum.Arum terkesima kaget saat tangan perkasa pria itu menerobos masuk ke balik bajunya. Arum buru-buru mengurai pagutan mereka dan mendorong tubuh Danu hingga ia terjungkal ke lantai.“Aduh!!!” Danu mengadu kesakitan.Arum hanya diam. Ia buru-buru bangkit dan duduk sambil merapikan bajunya. Danu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya, kemudian mata elangnya menatap Arum yang terdiam di sofa. Danu bangkit kemudian duduk di sebelah Arum.Arum buru-buru menggeser duduknya sambil melipat tangan di depan dada. Danu melirik sekilas sambil membasahi bibirnya dengan saliva.“Maaf, Sayang … aku lupa kalau kita sudah cerai.”Arum melotot ke arah Danu. B
“Polisi?? Untuk apa mereka ke sini?” seru Lisa.Ia tampak khawatir sekaligus gugup. Berbanding terbalik dengan Arum yang terlihat tenang. Arum menoleh ke arah stafnya tersebut.“Suruh mereka masuk!! Biar aku yang menemuinya!!” ucap Arum.Lisa langsung melotot. “Nona, bagaimana kalau kita panggil seseorang yang bisa membantu dulu. Saya panggil pengacara kita atau Tuan Danu, ya?”Arum menghela napas panjang.“Gak usah. Aku bisa mengatasinya!!”Lisa mengangguk dengan ragu, kemudian meminta staf yang memberi kabar tadi keluar. Selang beberapa saat staf itu kembali bersama dua orang pria mengenakan baju preman masuk ke ruangan.“Bisa kami bertemu dengan Nona Anjani Maheswari,” ujar salah satu dari mereka.“Kalau boleh tahu, ada keperluan apa ya, Pak?” Arum yang menjawab.“Kami hanya ingin bertanya mengenai Tuan Jhoni Armeni.”Arum terpe
“Apa Nadia yang menyuruhmu mengancamku?” tanya DanuHening kembali, tidak ada jawaban. Danu tersenyum menyeringai sambil menganggukkan kepala. Ia semakin yakin kalau penelepon tak dikenal ini adalah suruhan Nadia. Lagi pula kejadian 14 tahun lalu itu hanya Nadia bersama orang tuanya dan Danu yang tahu, selain itu tidak.“Kenapa diam? Benarkan tebakanku?” Danu kembali bersuara dan menambah satu oktaf suaranya.Lagi-lagi tidak ada jawaban. Danu tersenyum dengan lebar.“Dengar!! Aku tidak mempan dengan ancamannya. Silakan saja mengancamku sesukanya, yang pasti aku tidak akan membatalkan pernikahanku dengan Arum. BILANG ITU KE NADIA!!!”Danu langsung memutus panggilannya dan memblokir nomor tak dikenal itu.“Sialan!! Gak bosannya dia mengancamku,” gerutu Danu.Ia kini tampak mematikan laptop, mengemas beberapa berkas dan berlalu pergi meninggalkan ruangannya. Sementara itu di tempat berbeda
“Mas Danu!!” pekik Arum tertahan.Sosok yang memeluk Arum dari belakang itu adalah Danu dan sedang tersenyum sambil menatapnya. Perlahan Arum memutar tubuh hingga mereka berdiri saling berhadapan.“Kok tahu aku sedang di sini?” tanya Arum penasaran.“Siapa lagi yang memberitahu kalau bukan Lisa, asistenmu.”Arum langsung tertawa dan menganggukkan kepala. Kemudian matanya memindai tubuh Danu. Pria tampan ini terlihat masih mengenakan baju formalnya. Kemeja biru dengan dasi biru dongker dan jas hitam serasi dengan celana kain menempel di tubuhnya. Wajahnya sama dengan dirinya tampak lelah di sana.“Kamu baru datang?” Kembali Arum bertanya.Danu mengangguk sambil tersenyum. “Iya, aku baru datang. Maunya ke apartemen langsung. Aku sudah meneleponmu tadi dan Lisa yang menjawab.”Arum tersenyum meringis. Ia lupa meninggalkan tasnya di dalam tadi.“Apa acaranya sudah se
“Aku berani taruhan pasti wajahnya cacat, makanya selama ini dia menutupinya dengan masker,” celetuk Nadia.Nadia memang menunggu momen ini. Dia sudah tidak sabar melihat siapa sesungguhnya Nona Anjani itu. Nadia juga yakin, selama ini Anjani memakai masker hanya untuk menutupi wajahnya yang tidak sempurna.“Anda seyakin itu, Nona Nadia. Apa pernah melihat Nona Anjani tanpa masker?” tanya seorang juri yang duduk di sebelah Nadia.Nadia berdecak sambil mengendikkan bahu.“Apa lagi yang disembunyikan di balik masker, Tuan. Kalau dia cantik, pasti sejak dulu menunjukkan wajahnya. Dia kerja di dunia entertain dan merupakan publik figur. Harusnya menunjukkan dirinya ke khalayak umum.”“Saya tidak setuju dengan Anda,” sahut juri yang lain, “bisa jadi Nona Anjani memang melakukan untuk melindungi privasinya. Saat ini kita akan kerepotan kalau sudah menjadi publik figur dan saya merasakannya sendiri.&rd
“Kamu sedang menggodaku, Arum?” tanya Danu.Kini dia menatap Arum dengan kerlingan mata nakalnya. Arum terkekeh sambil mencubit gemas pipi Danu.“Siapa juga yang menggodamu. Udah, buruan masuk mobil. Aku pengen cepat pulang!!!”Danu mengangguk, membimbing Arum masuk ke dalam mobil kemudian secepat kilat membawa mobilnya menjauh dari sana. Hari sudah semakin larut membuat jalanan sepi dan memudahkan Danu untuk melajukan mobilnya.Arum berulang menguap lebar. Ia duduk bersandar sambil memejamkan mata. Dalam hitungan detik, ia sudah masuk ke alam mimpi. Danu yang mengemudi di sebelahnya hanya mengulum senyum.“Cepat sekali sih tidurnya. Pantas saja dulu saat menikah, dia selalu tidur lebih awal,” gumam Danu.Tanpa Arum ketahui, mobil Danu sudah merapat di depan sebuah rumah pantai. Suara deburan ombak dan angin laut menyambut kedatangan Danu. Danu melirik Arum dan wanita cantik itu masih terlelap.&ldq
“Kita harus menyetujui pernikahan Danu dan Arum, Pa!!” ujar Nyonya Lani. Tuan Prada yang sedang asyik menikmati kopinya tampak terkejut dan menoleh ke arah Nyonya Lani. Alis pria paruh baya itu mengernyit menatap penuh tanya ke arah istrinya. “Kamu tidak sedang mabuk, kan? Tumben sekali kamu berkata seperti itu. Padahal selama ini kamu yang mati-matian menentang pernikahan Danu dan Arum. Bahkan kamu sengaja membuat Arum tidak betah di sini saat itu.” Nyonya Lani tersenyum meringis sambil meremas tangannya. “Aku sudah sadar, Pa. Mereka ternyata saling cinta dan kita tidak bisa memisahkan orang yang saling cinta. Benarkan? Sama seperti kita, Pa.” Tuan Prada tidak menyahut hanya menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu, Ma. Pasalnya Danu sudah memberi harapan lebih dulu ke Nadia. Lagi pula aku juga sudah kadung berjanji ke Tuan Rafael jika akan menikahkan mereka berdua pada akhirnya.” “APA!!!” Seketika Nyonya Lani tercengang, matanya membola dan hampir keluar dari tempatnya. Mungkin