“Iya, apa Papa akan merestui kami?” Danu malah balik bertanya.
Tuan Prada terdiam sesaat. Beliau menatap Danu dan Arum bergantian, kemudian menunduk. Danu terdiam dan terlihat gelisah. Danu tahu hubungan papanya dengan Tuan Rafael sangat dekat. Bahkan tempo hari, Tuan Prada bertanya tentang hubungannya dengan Nadia. Bisa jadi selama ini, Tuan Prada beranggapan kalau ada sesuatu antara dia dan Nadia.
“Pa, meski Papa tidak memberi restu sekalipun. Aku tetap akan menikah dengan Arum,” imbuh Danu.
Ia berkata sambil menatap tajam ke arah Tuan Prada. Tuan Prada masih membisu, hanya helaan napas panjang yang berulang keluar masuk dari bibirnya.
“Apa kamu membutuhkannya sekarang? Lalu bagaimana urusanmu dengan Nadia? Kamu tidak menyelesaikannya dan malah ingin menjalin babak baru dengan Arum.” Setelah beberapa saat, Tuan Prada akhirnya bersuara.
Danu terdiam, menghela napas panjang sambil menatap tajam Tuan Prada.
“HEH!!!” seru Arum.Belum terucap jawaban dari bibir Arum, tiba-tiba Danu mengubah posisi tubuhnya. Ia kembali mendekatkan wajah dan memulai pagutan mereka. Kini tidak hanya bibirnya yang berinteraksi, tapi tangan Danu sudah menjelajah tubuh Arum.Arum terkesima kaget saat tangan perkasa pria itu menerobos masuk ke balik bajunya. Arum buru-buru mengurai pagutan mereka dan mendorong tubuh Danu hingga ia terjungkal ke lantai.“Aduh!!!” Danu mengadu kesakitan.Arum hanya diam. Ia buru-buru bangkit dan duduk sambil merapikan bajunya. Danu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya, kemudian mata elangnya menatap Arum yang terdiam di sofa. Danu bangkit kemudian duduk di sebelah Arum.Arum buru-buru menggeser duduknya sambil melipat tangan di depan dada. Danu melirik sekilas sambil membasahi bibirnya dengan saliva.“Maaf, Sayang … aku lupa kalau kita sudah cerai.”Arum melotot ke arah Danu. B
“Polisi?? Untuk apa mereka ke sini?” seru Lisa.Ia tampak khawatir sekaligus gugup. Berbanding terbalik dengan Arum yang terlihat tenang. Arum menoleh ke arah stafnya tersebut.“Suruh mereka masuk!! Biar aku yang menemuinya!!” ucap Arum.Lisa langsung melotot. “Nona, bagaimana kalau kita panggil seseorang yang bisa membantu dulu. Saya panggil pengacara kita atau Tuan Danu, ya?”Arum menghela napas panjang.“Gak usah. Aku bisa mengatasinya!!”Lisa mengangguk dengan ragu, kemudian meminta staf yang memberi kabar tadi keluar. Selang beberapa saat staf itu kembali bersama dua orang pria mengenakan baju preman masuk ke ruangan.“Bisa kami bertemu dengan Nona Anjani Maheswari,” ujar salah satu dari mereka.“Kalau boleh tahu, ada keperluan apa ya, Pak?” Arum yang menjawab.“Kami hanya ingin bertanya mengenai Tuan Jhoni Armeni.”Arum terpe
“Apa Nadia yang menyuruhmu mengancamku?” tanya DanuHening kembali, tidak ada jawaban. Danu tersenyum menyeringai sambil menganggukkan kepala. Ia semakin yakin kalau penelepon tak dikenal ini adalah suruhan Nadia. Lagi pula kejadian 14 tahun lalu itu hanya Nadia bersama orang tuanya dan Danu yang tahu, selain itu tidak.“Kenapa diam? Benarkan tebakanku?” Danu kembali bersuara dan menambah satu oktaf suaranya.Lagi-lagi tidak ada jawaban. Danu tersenyum dengan lebar.“Dengar!! Aku tidak mempan dengan ancamannya. Silakan saja mengancamku sesukanya, yang pasti aku tidak akan membatalkan pernikahanku dengan Arum. BILANG ITU KE NADIA!!!”Danu langsung memutus panggilannya dan memblokir nomor tak dikenal itu.“Sialan!! Gak bosannya dia mengancamku,” gerutu Danu.Ia kini tampak mematikan laptop, mengemas beberapa berkas dan berlalu pergi meninggalkan ruangannya. Sementara itu di tempat berbeda
“Mas Danu!!” pekik Arum tertahan.Sosok yang memeluk Arum dari belakang itu adalah Danu dan sedang tersenyum sambil menatapnya. Perlahan Arum memutar tubuh hingga mereka berdiri saling berhadapan.“Kok tahu aku sedang di sini?” tanya Arum penasaran.“Siapa lagi yang memberitahu kalau bukan Lisa, asistenmu.”Arum langsung tertawa dan menganggukkan kepala. Kemudian matanya memindai tubuh Danu. Pria tampan ini terlihat masih mengenakan baju formalnya. Kemeja biru dengan dasi biru dongker dan jas hitam serasi dengan celana kain menempel di tubuhnya. Wajahnya sama dengan dirinya tampak lelah di sana.“Kamu baru datang?” Kembali Arum bertanya.Danu mengangguk sambil tersenyum. “Iya, aku baru datang. Maunya ke apartemen langsung. Aku sudah meneleponmu tadi dan Lisa yang menjawab.”Arum tersenyum meringis. Ia lupa meninggalkan tasnya di dalam tadi.“Apa acaranya sudah se
“Aku berani taruhan pasti wajahnya cacat, makanya selama ini dia menutupinya dengan masker,” celetuk Nadia.Nadia memang menunggu momen ini. Dia sudah tidak sabar melihat siapa sesungguhnya Nona Anjani itu. Nadia juga yakin, selama ini Anjani memakai masker hanya untuk menutupi wajahnya yang tidak sempurna.“Anda seyakin itu, Nona Nadia. Apa pernah melihat Nona Anjani tanpa masker?” tanya seorang juri yang duduk di sebelah Nadia.Nadia berdecak sambil mengendikkan bahu.“Apa lagi yang disembunyikan di balik masker, Tuan. Kalau dia cantik, pasti sejak dulu menunjukkan wajahnya. Dia kerja di dunia entertain dan merupakan publik figur. Harusnya menunjukkan dirinya ke khalayak umum.”“Saya tidak setuju dengan Anda,” sahut juri yang lain, “bisa jadi Nona Anjani memang melakukan untuk melindungi privasinya. Saat ini kita akan kerepotan kalau sudah menjadi publik figur dan saya merasakannya sendiri.&rd
“Kamu sedang menggodaku, Arum?” tanya Danu.Kini dia menatap Arum dengan kerlingan mata nakalnya. Arum terkekeh sambil mencubit gemas pipi Danu.“Siapa juga yang menggodamu. Udah, buruan masuk mobil. Aku pengen cepat pulang!!!”Danu mengangguk, membimbing Arum masuk ke dalam mobil kemudian secepat kilat membawa mobilnya menjauh dari sana. Hari sudah semakin larut membuat jalanan sepi dan memudahkan Danu untuk melajukan mobilnya.Arum berulang menguap lebar. Ia duduk bersandar sambil memejamkan mata. Dalam hitungan detik, ia sudah masuk ke alam mimpi. Danu yang mengemudi di sebelahnya hanya mengulum senyum.“Cepat sekali sih tidurnya. Pantas saja dulu saat menikah, dia selalu tidur lebih awal,” gumam Danu.Tanpa Arum ketahui, mobil Danu sudah merapat di depan sebuah rumah pantai. Suara deburan ombak dan angin laut menyambut kedatangan Danu. Danu melirik Arum dan wanita cantik itu masih terlelap.&ldq
“Kita harus menyetujui pernikahan Danu dan Arum, Pa!!” ujar Nyonya Lani. Tuan Prada yang sedang asyik menikmati kopinya tampak terkejut dan menoleh ke arah Nyonya Lani. Alis pria paruh baya itu mengernyit menatap penuh tanya ke arah istrinya. “Kamu tidak sedang mabuk, kan? Tumben sekali kamu berkata seperti itu. Padahal selama ini kamu yang mati-matian menentang pernikahan Danu dan Arum. Bahkan kamu sengaja membuat Arum tidak betah di sini saat itu.” Nyonya Lani tersenyum meringis sambil meremas tangannya. “Aku sudah sadar, Pa. Mereka ternyata saling cinta dan kita tidak bisa memisahkan orang yang saling cinta. Benarkan? Sama seperti kita, Pa.” Tuan Prada tidak menyahut hanya menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu, Ma. Pasalnya Danu sudah memberi harapan lebih dulu ke Nadia. Lagi pula aku juga sudah kadung berjanji ke Tuan Rafael jika akan menikahkan mereka berdua pada akhirnya.” “APA!!!” Seketika Nyonya Lani tercengang, matanya membola dan hampir keluar dari tempatnya. Mungkin
“Nadia kenapa?” tanya Danu.“Nona Nadia pingsan di apartemennya dengan luka sayatan di tangan,” jelas Bu Vita.“APA!!!”Seketika Danu terkejut. Ia bangkit dari duduknya dan terlihat cemas.“Terus dia di mana sekarang?”“Saya sudah membawanya ke rumah sakit, Tuan.”Danu berdecak sambil melirik ke arah Budi. Budi hanya diam siap menunggu perintah Danu.“Bud, apa jadwalku setelah ini?” tanya Danu kemudian.“Dua jam ini kosong, Tuan. Namun, setelah makan siang ada pertemuan dengan klien.”Danu menarik napas panjang kemudian menganggukkan kepala.“Ya udah, antar aku ke rumah sakit, Bud.”Budi mengangguk. “Baik, Tuan.”Mereka bertiga keluar beriringan menuju rumah sakit. Selang beberapa saat Danu sudah lebih dulu masuk ke ruangan tempat Nadia dirawat. Ia terbaring lemah dengan pergelangan tangan yang
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi