“Apa Nadia yang menyuruhmu mengancamku?” tanya Danu
Hening kembali, tidak ada jawaban. Danu tersenyum menyeringai sambil menganggukkan kepala. Ia semakin yakin kalau penelepon tak dikenal ini adalah suruhan Nadia. Lagi pula kejadian 14 tahun lalu itu hanya Nadia bersama orang tuanya dan Danu yang tahu, selain itu tidak.
“Kenapa diam? Benarkan tebakanku?” Danu kembali bersuara dan menambah satu oktaf suaranya.
Lagi-lagi tidak ada jawaban. Danu tersenyum dengan lebar.
“Dengar!! Aku tidak mempan dengan ancamannya. Silakan saja mengancamku sesukanya, yang pasti aku tidak akan membatalkan pernikahanku dengan Arum. BILANG ITU KE NADIA!!!”
Danu langsung memutus panggilannya dan memblokir nomor tak dikenal itu.
“Sialan!! Gak bosannya dia mengancamku,” gerutu Danu.
Ia kini tampak mematikan laptop, mengemas beberapa berkas dan berlalu pergi meninggalkan ruangannya. Sementara itu di tempat berbeda
“Mas Danu!!” pekik Arum tertahan.Sosok yang memeluk Arum dari belakang itu adalah Danu dan sedang tersenyum sambil menatapnya. Perlahan Arum memutar tubuh hingga mereka berdiri saling berhadapan.“Kok tahu aku sedang di sini?” tanya Arum penasaran.“Siapa lagi yang memberitahu kalau bukan Lisa, asistenmu.”Arum langsung tertawa dan menganggukkan kepala. Kemudian matanya memindai tubuh Danu. Pria tampan ini terlihat masih mengenakan baju formalnya. Kemeja biru dengan dasi biru dongker dan jas hitam serasi dengan celana kain menempel di tubuhnya. Wajahnya sama dengan dirinya tampak lelah di sana.“Kamu baru datang?” Kembali Arum bertanya.Danu mengangguk sambil tersenyum. “Iya, aku baru datang. Maunya ke apartemen langsung. Aku sudah meneleponmu tadi dan Lisa yang menjawab.”Arum tersenyum meringis. Ia lupa meninggalkan tasnya di dalam tadi.“Apa acaranya sudah se
“Aku berani taruhan pasti wajahnya cacat, makanya selama ini dia menutupinya dengan masker,” celetuk Nadia.Nadia memang menunggu momen ini. Dia sudah tidak sabar melihat siapa sesungguhnya Nona Anjani itu. Nadia juga yakin, selama ini Anjani memakai masker hanya untuk menutupi wajahnya yang tidak sempurna.“Anda seyakin itu, Nona Nadia. Apa pernah melihat Nona Anjani tanpa masker?” tanya seorang juri yang duduk di sebelah Nadia.Nadia berdecak sambil mengendikkan bahu.“Apa lagi yang disembunyikan di balik masker, Tuan. Kalau dia cantik, pasti sejak dulu menunjukkan wajahnya. Dia kerja di dunia entertain dan merupakan publik figur. Harusnya menunjukkan dirinya ke khalayak umum.”“Saya tidak setuju dengan Anda,” sahut juri yang lain, “bisa jadi Nona Anjani memang melakukan untuk melindungi privasinya. Saat ini kita akan kerepotan kalau sudah menjadi publik figur dan saya merasakannya sendiri.&rd
“Kamu sedang menggodaku, Arum?” tanya Danu.Kini dia menatap Arum dengan kerlingan mata nakalnya. Arum terkekeh sambil mencubit gemas pipi Danu.“Siapa juga yang menggodamu. Udah, buruan masuk mobil. Aku pengen cepat pulang!!!”Danu mengangguk, membimbing Arum masuk ke dalam mobil kemudian secepat kilat membawa mobilnya menjauh dari sana. Hari sudah semakin larut membuat jalanan sepi dan memudahkan Danu untuk melajukan mobilnya.Arum berulang menguap lebar. Ia duduk bersandar sambil memejamkan mata. Dalam hitungan detik, ia sudah masuk ke alam mimpi. Danu yang mengemudi di sebelahnya hanya mengulum senyum.“Cepat sekali sih tidurnya. Pantas saja dulu saat menikah, dia selalu tidur lebih awal,” gumam Danu.Tanpa Arum ketahui, mobil Danu sudah merapat di depan sebuah rumah pantai. Suara deburan ombak dan angin laut menyambut kedatangan Danu. Danu melirik Arum dan wanita cantik itu masih terlelap.&ldq
“Kita harus menyetujui pernikahan Danu dan Arum, Pa!!” ujar Nyonya Lani. Tuan Prada yang sedang asyik menikmati kopinya tampak terkejut dan menoleh ke arah Nyonya Lani. Alis pria paruh baya itu mengernyit menatap penuh tanya ke arah istrinya. “Kamu tidak sedang mabuk, kan? Tumben sekali kamu berkata seperti itu. Padahal selama ini kamu yang mati-matian menentang pernikahan Danu dan Arum. Bahkan kamu sengaja membuat Arum tidak betah di sini saat itu.” Nyonya Lani tersenyum meringis sambil meremas tangannya. “Aku sudah sadar, Pa. Mereka ternyata saling cinta dan kita tidak bisa memisahkan orang yang saling cinta. Benarkan? Sama seperti kita, Pa.” Tuan Prada tidak menyahut hanya menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu, Ma. Pasalnya Danu sudah memberi harapan lebih dulu ke Nadia. Lagi pula aku juga sudah kadung berjanji ke Tuan Rafael jika akan menikahkan mereka berdua pada akhirnya.” “APA!!!” Seketika Nyonya Lani tercengang, matanya membola dan hampir keluar dari tempatnya. Mungkin
“Nadia kenapa?” tanya Danu.“Nona Nadia pingsan di apartemennya dengan luka sayatan di tangan,” jelas Bu Vita.“APA!!!”Seketika Danu terkejut. Ia bangkit dari duduknya dan terlihat cemas.“Terus dia di mana sekarang?”“Saya sudah membawanya ke rumah sakit, Tuan.”Danu berdecak sambil melirik ke arah Budi. Budi hanya diam siap menunggu perintah Danu.“Bud, apa jadwalku setelah ini?” tanya Danu kemudian.“Dua jam ini kosong, Tuan. Namun, setelah makan siang ada pertemuan dengan klien.”Danu menarik napas panjang kemudian menganggukkan kepala.“Ya udah, antar aku ke rumah sakit, Bud.”Budi mengangguk. “Baik, Tuan.”Mereka bertiga keluar beriringan menuju rumah sakit. Selang beberapa saat Danu sudah lebih dulu masuk ke ruangan tempat Nadia dirawat. Ia terbaring lemah dengan pergelangan tangan yang
“Nona, hari ini kita ada kunjungan keluar kota,” ujar Lisa pagi itu.Arum hanya manggut-manggut tanpa menjawab ucapan Lisa. Belakangan ini, jadwalnya semakin padat. Dia semakin sering diundang hadir sebagai pembicara di acara fashion. Ada juga yang mengundang dirinya hadir sebagai juri.Sejak Arum membuka maskernya dan menunjukkan jati dirinya, tawaran kerja sama semakin membludak. Lisa sampai kewalahan mengatur jadwal Arum. Apalagi menjelang pernikahan keduanya, Arum sudah mewanti Lisa untuk mengkosongkan jadwalnya seminggu sebelum dan sesudah pernikahan. Sama halnya dengan Danu.“Oh ya, Nona. Untuk permintaan Anda menjadi juri acara fashion show yang diadakan bersamaan pesta pernikahan Anda sudah saya tolak. Anda sudah bilang kalau tidak mau diganggu, kan?”Arum tersenyum sambil mengangguk.“Iya, terima kasih, Lisa. Aku yakin mereka bisa mencari orang lain nantinya.”Lisa tersenyum. “Namun, barusan
“HUSS, Citra!! Kamu jangan ngomong sembarangan!!” seru Nyonya Lani.Wanita paruh baya itu bahkan meminta Citra menutup mulutnya. Spontan Citra menutup mulut dengan kedua tangan. Mereka berjalan sedikit menjauh dari rumah mode Arum.“Aku gak bohong, Ma. Bukannya gara-gara dokter itu, Kak Danu cemburu. Mama masih ingat, kan?”Nyonya Lani terdiam, tersenyum sambil menganggukkan kepala berulang.“Apa kakakmu tahu jika Arum masih berhubungan dengan dokter tersebut?”Citra mengendikkan bahu. “Aku gak tahu, Ma. Yang jelas jika Kak Danu tahu, pasti dia marah. Lalu ujung-ujungnya mereka bertengkar dan batal menikah.”Mata Nyonya Lani sontak membola penuh seakan siap keluar.“JANGAN!! Jangan sampai itu terjadi, Citra. Kita yang rugi jika mereka tidak jadi menikah.”Citra menoleh ke arah Nyonya Lani dan menatap mamanya dengan aneh.“Jadi Mama sudah sepenuhnya berpiha
“HEI!!” seru Dokter Sandy.Pria tak dikenal itu menoleh dan tampak terkejut. Ia bergegas bangkit, lalu dengan terburu berlari pergi meninggalkan beberapa peralatan mekaniknya di sana. Dokter Sandy mendekat, matanya menyipit sambil merunduk memperhatikan peralatan yang tertinggal di sana.“Sialan!! Dia mau mengutak-atik mobil Arum.”“Siapa yang Anda maksud, Dok?” Sebuah suara terdengar di belakang Dokter Sandy.Dokter Sandy menoleh dan melihat Danu sedang berdiri di depannya. Pria tampan itu mengenakan setelan jas dan pesonanya memang begitu sempurna. Terang saja Arum lebih memilih Danu daripada dirinya.“Sepertinya ada yang ingin mencelakai Arum, Tuan.”Seketika Danu terperangah kaget. Matanya menuju ke peralatan yang tergeletak di dekat kaki Dokter Sandy.“Saya menemukan ini di sini bersama seorang pria. Sayangnya, pria itu keburu lari ketika saya datang,” jelas Dokter Sandy