“HEI!!” seru Dokter Sandy.
Pria tak dikenal itu menoleh dan tampak terkejut. Ia bergegas bangkit, lalu dengan terburu berlari pergi meninggalkan beberapa peralatan mekaniknya di sana. Dokter Sandy mendekat, matanya menyipit sambil merunduk memperhatikan peralatan yang tertinggal di sana.
“Sialan!! Dia mau mengutak-atik mobil Arum.”
“Siapa yang Anda maksud, Dok?” Sebuah suara terdengar di belakang Dokter Sandy.
Dokter Sandy menoleh dan melihat Danu sedang berdiri di depannya. Pria tampan itu mengenakan setelan jas dan pesonanya memang begitu sempurna. Terang saja Arum lebih memilih Danu daripada dirinya.
“Sepertinya ada yang ingin mencelakai Arum, Tuan.”
Seketika Danu terperangah kaget. Matanya menuju ke peralatan yang tergeletak di dekat kaki Dokter Sandy.
“Saya menemukan ini di sini bersama seorang pria. Sayangnya, pria itu keburu lari ketika saya datang,” jelas Dokter Sandy
“Apa katamu?? Gagal??” seru Nadia.Nadia tampak marah begitu tahu orang suruhannya batal menyabotase mobil Arum. Ia terdiam sesaat dengan bahu naik turun mengolah udara.“Kamu tidak bisa masuk ke apartemennya dan sekarang kamu gagal menyabotase mobilnya. Rugi aku sudah membayarmu mahal,” cercah Nadia.Di seberang sana seorang pria berpakaian serba hitam hanya diam sambil berulang menghela napas panjang.“Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu harus membuat mereka batal menikah. Aku akan membayar tiga kali lipat upahmu kalau kamu berhasil!!!”“Iya, baik, Nona. Saya akan lakukan apa pun sesuai permintaan Nona.” Akhirnya pria berpakaian serba hitam di seberang sana itu menyahut.“Bagus!! Jangan telepon aku, jika tidak mendapat kabar baik.”Nadia langsung mengakhiri panggilannya dan terdiam sambil melipat tangan di depan dada.“Kenapa juga aku harus memperkerjakan orang bod
“TUNGGU!! KAMI BUKAN PENJAHAT!!” seru salah satu dari pria itu.Lisa menghentikan gerakannya dan menatap tak percaya. Mereka berdiri di depan lift dengan pintu yang terbuka. Arum yang bersiap lari, kini terdiam dan menoleh ke arah mereka.“Kami disuruh Tuan Danu, Nona,” lanjut salah satu pria tersebut.Arum dan Lisa sontak tercengang mendengarnya.“Kami bodyguard yang disewa Tuan Danu untuk menjaga Nona Anjani.”Arum dan Lisa makin terkejut. Mereka menatap tanpa kedip ke arah dua pria tersebut.“Kalau Anda tidak percaya, silakan hubungi Tuan Danu, Nona.” Lagi-lagi salah satu dari dua pria itu bersuara.Mereka kini sudah berada di luar lift dan masih berdiri menjaga jarak.“Baik, biar saya yang menelepon!!” putus Arum akhirnya.Beberapa saat kemudian …“Kenapa kamu gak bilang jika mengirim bodyguard untukku?” tanya Arum di panggilan.
“Tuan … ,” desis Budi.Danu tampak marah dan buru-buru mendorong tubuh Nadia menjauh. Danu sangat kesal dengan ulah Nadia, apalagi wanita itu sengaja menggigit bibirnya agar dia tidak bisa melepaskan ciumannya.“Sialan kamu, Nadia,” sergah Danu penuh amarah. Dia tampak menyeka bibirnya yang berlumuran darah dengan punggung tangan.“Tuan, Anda baik-baik saja?” Budi mendekat sambil membawakan tisu.Danu langsung menyahut tisu dari Budi dan mengusap bibirnya. Sementara Nadia terkekeh melihatnya. Hanya Arum yang masih bergeming di tempatnya melihat kejadian itu tanpa suara.Nadia kini mengalihkan pandangannya ke Arum. Ia tersenyum menyeringai sambil berjalan mendekat ke arah Arum.“Kenapa diam saja? Kaget melihat calon suamimu berciuman denganku?” Nadia bersuara dengan sinis dan tubuh gemulai ke arah Arum.“ARUM!!! Jangan dengarkan dia!! Dia yang kurang ajar!!” seru Danu.
“Papa merestui kami?” tanya Danu.Dia sangat terkejut saat Tuan Prada berkata seperti itu. Padahal sebelumnya, Tuan Prada tidak berkata apa-apa saat Danu meminta restu menikah lagi dengan Arum.“Iya. Maafkan Papa, Danu. Sebenarnya tujuan Papa mengundangmu makan malam kemarin untuk mengatakan hal ini. Sayangnya kamu tidak hadir.”Danu hanya diam menatap Tuan Prada tanpa kedip. Kemudian ia sudah berhambur memeluk Tuan Prada. Terang saja Tuan Prada terkejut, tapi pria paruh baya itu kini membalas pelukan Danu. Arum yang duduk di sebelah Danu hanya terdiam sambil tersenyum. Baru pertama ia melihat interaksi seperti ini dan Arum senang.Selang beberapa saat, Tuan Prada sudah mengurai pelukan mereka. Ia tersenyum sambil menatap Danu.“Datanglah akhir pekan ini bersama Arum!! Kita bahas tentang pernikahanmu.”Danu tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, Pak. Namun, soal pernikahan. Aku sudah men
“NADIA!!!” seru Nyonya Lani.Wajah wanita paruh baya itu terkejut. Tidak ada rona merah di sana hanya warna pucat pasi yang mewarnai bersamaan dengan gestur gugup. Hal yang sama juga diperlihatkan Citra. Dua wanita beda generasi itu terlihat ketakutan saat melihat kehadiran Nadia.Nadia tersenyum sambil menatap tajam. Ia berjalan mendekat dan berhenti sangat dekat di depan Nyonya Lani.“Tante tidak mau menjawab pertanyaanku?” Nadia kembali bersuara.“Eng … emang kamu tanya apa, Nadia?” Nyonya Lani ketakutan setengah mati bahkan suaranya terdengar bergetar kali ini.Nadia berdecak, menjentikkan jarinya sambil menatap tajam Nyonya Lani.“Aku bertanya siapa orang yang tidak tenar itu? Apa dia aku?”Nyonya Lani melotot hal yang sama juga dilakukan Citra. Keduanya menoleh saling pandang lalu secara bersamaan mengangguk.“Bukan!! Bukan kamu, kok. Iya kan, Citra?” Nyonya Lani kembali gugup dengan suara gemetarnya.“Iya, benar.
“Sudah siap?” tanya Danu.Akhir pekan tiba dan malam ini Danu bersama Arum sudah sepakat untuk datang memenuhi undangan makan malam Tuan Prada. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah. Kebetulan aku sudah mengosongkan jadwal hari ini.”Danu tersenyum sambil menganggukkan kepala. Tangannya mengelus lembut tangan Arum.“Terima kasih, ya. Padahal selama ini keluargaku telah berlaku tidak baik padamu, tapi ---”Arum berdecak sambil menggelengkan kepala. “Kita janji memulainya dari awal, kan?”Danu tersenyum lagi sambil menganggukkan kepala.Tak berapa lama, mereka sudah tiba di rumah keluarga Danu. Ada Tuan Prada, Nyonya Lani dan Citra yang menyambut kedatangan mereka.“Mama senang akhirnya kamu mau datang bersama Arum, Danu,” sapa Nyonya Lani.Wanita paruh baya itu tersenyum lebar dan berpenampilan glamour kali ini. Citra yang berdiri di sebelah Nyo
“Apa katamu? Kamu pikir aku gila seperti dirimu, begitu?” seru Nadia.Dia tampak marah saat mendengar ucapan Arum. Arum hanya tersenyum mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Bukan aku yang mengatakannya. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu gila, kan?”Nadia melotot. Matanya membola siap keluar dari tempatnya mendengar ucapan Arum. Danu yang duduk di sebelahnya hanya diam sambil mengulum senyum. Tiba-tiba Arum mengambil sebuah kartu nama dari dalam tasnya dan mengulurkan ke Nadia.Nadia dengan bingung menerimanya. Alisnya mengernyit dengan mata menatap tajam ke Arum.“Hubungi nomor itu, jika kamu membutuhkan bantuan. Sayang sekali jika karirmu berakhir hanya karena keadaan mentalmu ini!!”“APA!!! SIALAN KAMU, ARUM!! Kamu pikir aku gila!!!”Nadia marah. Ia menggebrak meja dan langsung berdiri. Ia melupakan sopan santun dan tidak melihat ada Tuan Prada di sana.“NADIA
“Tunggu, Nyonya!!!” seru seseorang.Arum, Nyonya Lani dan Citra yang berada di ruang tengah itu menoleh ke arah suara. Mereka melihat asisten rumah tangga yang tadi menyuguhkan kue masuk kembali sambil menatap tajam.“Ada apa, Bi?” tanya Nyonya Lani.Asisten rumah tangga itu terdiam lalu berjalan mendekat dan mengambil piring berisi kue yang ada di tangan Arum. Terang saja Arum bingung. Ia tertegun menatap aksi asisten rumah tangga itu.“Hei!! Apa yang kamu lakukan? Itu tidak sopan. Apa kamu tidak tahu kalau sesaat lagi Arum akan kembali menjadi Nyonya di rumah ini?” Kini Citra yang bersuara.“Saya tahu, Nona. Itu sebabnya saya lakukan ini.”Semua yang ada di ruangan tersebut terkejut dan menatap dengan bingung ke arah asisten rumah tangga.“Memangnya ada apa, Bi?” tanya Arum. Sedari tadi dia sudah tertarik dengan kue coklat itu dan ingin segera menikmatinya. Kenapa sekarang
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi