“NADIA!!!” seru Nyonya Lani.
Wajah wanita paruh baya itu terkejut. Tidak ada rona merah di sana hanya warna pucat pasi yang mewarnai bersamaan dengan gestur gugup. Hal yang sama juga diperlihatkan Citra. Dua wanita beda generasi itu terlihat ketakutan saat melihat kehadiran Nadia.
Nadia tersenyum sambil menatap tajam. Ia berjalan mendekat dan berhenti sangat dekat di depan Nyonya Lani.
“Tante tidak mau menjawab pertanyaanku?” Nadia kembali bersuara.
“Eng … emang kamu tanya apa, Nadia?” Nyonya Lani ketakutan setengah mati bahkan suaranya terdengar bergetar kali ini.
Nadia berdecak, menjentikkan jarinya sambil menatap tajam Nyonya Lani.
“Aku bertanya siapa orang yang tidak tenar itu? Apa dia aku?”
Nyonya Lani melotot hal yang sama juga dilakukan Citra. Keduanya menoleh saling pandang lalu secara bersamaan mengangguk.
“Bukan!! Bukan kamu, kok. Iya kan, Citra?” Nyonya Lani kembali gugup dengan suara gemetarnya.
“Iya, benar.
“Sudah siap?” tanya Danu.Akhir pekan tiba dan malam ini Danu bersama Arum sudah sepakat untuk datang memenuhi undangan makan malam Tuan Prada. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah. Kebetulan aku sudah mengosongkan jadwal hari ini.”Danu tersenyum sambil menganggukkan kepala. Tangannya mengelus lembut tangan Arum.“Terima kasih, ya. Padahal selama ini keluargaku telah berlaku tidak baik padamu, tapi ---”Arum berdecak sambil menggelengkan kepala. “Kita janji memulainya dari awal, kan?”Danu tersenyum lagi sambil menganggukkan kepala.Tak berapa lama, mereka sudah tiba di rumah keluarga Danu. Ada Tuan Prada, Nyonya Lani dan Citra yang menyambut kedatangan mereka.“Mama senang akhirnya kamu mau datang bersama Arum, Danu,” sapa Nyonya Lani.Wanita paruh baya itu tersenyum lebar dan berpenampilan glamour kali ini. Citra yang berdiri di sebelah Nyo
“Apa katamu? Kamu pikir aku gila seperti dirimu, begitu?” seru Nadia.Dia tampak marah saat mendengar ucapan Arum. Arum hanya tersenyum mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Bukan aku yang mengatakannya. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu gila, kan?”Nadia melotot. Matanya membola siap keluar dari tempatnya mendengar ucapan Arum. Danu yang duduk di sebelahnya hanya diam sambil mengulum senyum. Tiba-tiba Arum mengambil sebuah kartu nama dari dalam tasnya dan mengulurkan ke Nadia.Nadia dengan bingung menerimanya. Alisnya mengernyit dengan mata menatap tajam ke Arum.“Hubungi nomor itu, jika kamu membutuhkan bantuan. Sayang sekali jika karirmu berakhir hanya karena keadaan mentalmu ini!!”“APA!!! SIALAN KAMU, ARUM!! Kamu pikir aku gila!!!”Nadia marah. Ia menggebrak meja dan langsung berdiri. Ia melupakan sopan santun dan tidak melihat ada Tuan Prada di sana.“NADIA
“Tunggu, Nyonya!!!” seru seseorang.Arum, Nyonya Lani dan Citra yang berada di ruang tengah itu menoleh ke arah suara. Mereka melihat asisten rumah tangga yang tadi menyuguhkan kue masuk kembali sambil menatap tajam.“Ada apa, Bi?” tanya Nyonya Lani.Asisten rumah tangga itu terdiam lalu berjalan mendekat dan mengambil piring berisi kue yang ada di tangan Arum. Terang saja Arum bingung. Ia tertegun menatap aksi asisten rumah tangga itu.“Hei!! Apa yang kamu lakukan? Itu tidak sopan. Apa kamu tidak tahu kalau sesaat lagi Arum akan kembali menjadi Nyonya di rumah ini?” Kini Citra yang bersuara.“Saya tahu, Nona. Itu sebabnya saya lakukan ini.”Semua yang ada di ruangan tersebut terkejut dan menatap dengan bingung ke arah asisten rumah tangga.“Memangnya ada apa, Bi?” tanya Arum. Sedari tadi dia sudah tertarik dengan kue coklat itu dan ingin segera menikmatinya. Kenapa sekarang
“Kamu sudah memeriksa semuanya, Bud?” tanya Danu pagi itu.Senin pagi, Budi menghadap Danu dengan membawa hasil lab kue yang diminta Danu.“Iya, Tuan. Kue itu memang beracun, mengandung sianida. Terang saja ayam itu langsung mati usai mencicipinya,” jelas Budi.Danu terperangah kaget. Ia membaca semua berkas yang baru saja diserahkan Budi.“Lalu kamu tahu siapa yang memesannya?”“Masih saya selidiki, Tuan. Masalahnya pemesanan kue dilakukan secara online dan langsung minta dikirim ke rumah Tuan Prada. Saya sudah minta seseorang mengecek melalui proses pembayarannya. Siapa tahu kita bisa menyelidikinya dari sana.”Danu manggut-manggut mendengarnya.“Satu lagi, Tuan. Minggu ini, Nyonya Arum akan mengadakan fashion show di luar kota. Namun, sayangnya jadwalnya bentrok dengan Anda. Jadi sepertinya Tuan tidak bisa menemani ke sana.”Danu terdiam, jarinya kini sibuk mengetuk
“Lisa!! Ada apa?” tanya Arum.Arum terkejut begitu masuk ke ruangan tempat masterpiece berada. Ia makin terkejut saat melihat Lisa duduk bersimpuh di lantai memungut baju dan sobekan kain yang tercecer.“Siapa yang melakukannya, Lisa?” Kembali Arum bertanya.“Saya tidak tahu, Nona. Saat saya masuk sudah begini keadaannya.”Arum tampak marah. Ia berjalan menghampiri Lisa, lalu mengambil baju dan memasangnya di manekin drapping. Arum terdiam, wajahnya merah padam saat melihat karyanya sudah berantakan tak karuan.“Nona, sepertinya ada yang sengaja menyabotase karya Anda,” gumam Lisa.Arum tidak menjawab hanya mengangguk sambil menatap tajam. Otaknya kini sedang berpikir keras agar bisa tetap menampilkan masterpiece-nya.“Sepertinya kita harus menunda menampilkan masterpiece-nya. Kita lakukan saat peragaan busana selanjutnya saja, Nona.”Arum menggeleng dengan cepat. &ldq
“Benar-benar karya luar biasa, Nona. Saya sangat tertarik dengan beberapa desain Anda. Apa mungkin saya bisa memilikinya?” tanya seorang pria.Baru sepuluh menit yang lalu, pagelaran itu selesai dan kini Arum sibuk menerima ucapan selamat dari para undangan. Bukan hanya ucapan selamat, tapi keinginan untuk membeli dan memesan beberapa gaun seperti yang baru saja dikatakan pria paruh baya tersebut.“Tentu, Tuan. Biar nanti asisten saya yang mengurusnya.”Pria paruh baya itu tersenyum. Kemudian satu persatu tamu undangan datang menghampiri Arum. Lagi-lagi mereka sibuk memuji karya sekaligus penampilan Arum malam ini. Bahkan kini beberapa awak media sedang sibuk mewawancarainya.Arum terlihat percaya diri. Aura bintang keluar dari sosoknya. Dia benar-benar menjadi bintang yang paling bersinar malam ini. Selang beberapa saat, Arum sudah selesai melakukan sesi wawancara. Dia siap kembali masuk ke belakang stage untuk berganti baju. Namu
“Kamu mengundang Nadia, Arum?” tanya Danu kemudian.Arum terdiam sesaat. Pagelarannya hari ini hanya untuk kalangan terbatas. Semua undangan diurus oleh Lisa dan Arum tidak tahu mengenai hal itu.“Sepertinya tidak, Tuan. Saya bisa memastikannya karena saya sendiri yang menghubungi Bu Vita. Kata Bu Vita, Nona Nadia jadwalnya padat sehingga saya membatalkan undangannya,” sahut Lisa.“Selain itu undangan kali ini dikhususkan untuk klien kami yang pernah melakukan pemesanan dan Nona Nadia tidak.”Danu manggut-manggut mendengar penjelasan Lisa.“Tuan, Anda harus melihat ini!!” ujar salah satu sekuriti.Danu, Arum dan Lisa kembali melihat ke arah monitor. Petugas sekuriti tersebut sengaja menghentikan rekaman dan seketika mata semua yang hadir di sana terbelalak kaget. Mereka melihat Nadia mengeluarkan sesuatu dari paper bag dan membuang semuanya ke tempat sampah di depan toilet.“Apa ya
“Room service!!” seru suara di balik pintu.Sontak Nadia menghela napas lega sambil mengurut dadanya. Ia hampir lupa jika sesaat tadi memesan makanan di hotel ini dan meminta dikirim ke kamar. Dengan sigap, Nadia bangkit dan berjalan menuju pintu.“Selamat menikmati, Nona!” ujar karyawan hotel tersebut.Nadia hanya mengangguk sambil tersenyum samar. Ia menerima makanan pesanannya dan meletakkan di atas meja.“Ya Tuhan … aku sampai ketakutan begini. Padahal yang memanggil tadi room service,” gumam Nadia.Ia memilih tidak mau ambil pusing dan menikmati makan malamnya yang terlambat.Pukul tujuh pagi saat Danu sudah terjaga. Ia melihat Arum masih meringkuk di balik selimut. Danu mengulum senyum melihat ulah Arum, kemudian perlahan turun dari kasur. Ia berjalan keluar kamar dan memilih duduk di sofa sambil melakukan panggilan.“Ada apa, Bu Vita?” sapa Danu mengawali.Danu baru