“Kamu sudah memeriksa semuanya, Bud?” tanya Danu pagi itu.
Senin pagi, Budi menghadap Danu dengan membawa hasil lab kue yang diminta Danu.
“Iya, Tuan. Kue itu memang beracun, mengandung sianida. Terang saja ayam itu langsung mati usai mencicipinya,” jelas Budi.
Danu terperangah kaget. Ia membaca semua berkas yang baru saja diserahkan Budi.
“Lalu kamu tahu siapa yang memesannya?”
“Masih saya selidiki, Tuan. Masalahnya pemesanan kue dilakukan secara online dan langsung minta dikirim ke rumah Tuan Prada. Saya sudah minta seseorang mengecek melalui proses pembayarannya. Siapa tahu kita bisa menyelidikinya dari sana.”
Danu manggut-manggut mendengarnya.
“Satu lagi, Tuan. Minggu ini, Nyonya Arum akan mengadakan fashion show di luar kota. Namun, sayangnya jadwalnya bentrok dengan Anda. Jadi sepertinya Tuan tidak bisa menemani ke sana.”
Danu terdiam, jarinya kini sibuk mengetuk
“Lisa!! Ada apa?” tanya Arum.Arum terkejut begitu masuk ke ruangan tempat masterpiece berada. Ia makin terkejut saat melihat Lisa duduk bersimpuh di lantai memungut baju dan sobekan kain yang tercecer.“Siapa yang melakukannya, Lisa?” Kembali Arum bertanya.“Saya tidak tahu, Nona. Saat saya masuk sudah begini keadaannya.”Arum tampak marah. Ia berjalan menghampiri Lisa, lalu mengambil baju dan memasangnya di manekin drapping. Arum terdiam, wajahnya merah padam saat melihat karyanya sudah berantakan tak karuan.“Nona, sepertinya ada yang sengaja menyabotase karya Anda,” gumam Lisa.Arum tidak menjawab hanya mengangguk sambil menatap tajam. Otaknya kini sedang berpikir keras agar bisa tetap menampilkan masterpiece-nya.“Sepertinya kita harus menunda menampilkan masterpiece-nya. Kita lakukan saat peragaan busana selanjutnya saja, Nona.”Arum menggeleng dengan cepat. &ldq
“Benar-benar karya luar biasa, Nona. Saya sangat tertarik dengan beberapa desain Anda. Apa mungkin saya bisa memilikinya?” tanya seorang pria.Baru sepuluh menit yang lalu, pagelaran itu selesai dan kini Arum sibuk menerima ucapan selamat dari para undangan. Bukan hanya ucapan selamat, tapi keinginan untuk membeli dan memesan beberapa gaun seperti yang baru saja dikatakan pria paruh baya tersebut.“Tentu, Tuan. Biar nanti asisten saya yang mengurusnya.”Pria paruh baya itu tersenyum. Kemudian satu persatu tamu undangan datang menghampiri Arum. Lagi-lagi mereka sibuk memuji karya sekaligus penampilan Arum malam ini. Bahkan kini beberapa awak media sedang sibuk mewawancarainya.Arum terlihat percaya diri. Aura bintang keluar dari sosoknya. Dia benar-benar menjadi bintang yang paling bersinar malam ini. Selang beberapa saat, Arum sudah selesai melakukan sesi wawancara. Dia siap kembali masuk ke belakang stage untuk berganti baju. Namu
“Kamu mengundang Nadia, Arum?” tanya Danu kemudian.Arum terdiam sesaat. Pagelarannya hari ini hanya untuk kalangan terbatas. Semua undangan diurus oleh Lisa dan Arum tidak tahu mengenai hal itu.“Sepertinya tidak, Tuan. Saya bisa memastikannya karena saya sendiri yang menghubungi Bu Vita. Kata Bu Vita, Nona Nadia jadwalnya padat sehingga saya membatalkan undangannya,” sahut Lisa.“Selain itu undangan kali ini dikhususkan untuk klien kami yang pernah melakukan pemesanan dan Nona Nadia tidak.”Danu manggut-manggut mendengar penjelasan Lisa.“Tuan, Anda harus melihat ini!!” ujar salah satu sekuriti.Danu, Arum dan Lisa kembali melihat ke arah monitor. Petugas sekuriti tersebut sengaja menghentikan rekaman dan seketika mata semua yang hadir di sana terbelalak kaget. Mereka melihat Nadia mengeluarkan sesuatu dari paper bag dan membuang semuanya ke tempat sampah di depan toilet.“Apa ya
“Room service!!” seru suara di balik pintu.Sontak Nadia menghela napas lega sambil mengurut dadanya. Ia hampir lupa jika sesaat tadi memesan makanan di hotel ini dan meminta dikirim ke kamar. Dengan sigap, Nadia bangkit dan berjalan menuju pintu.“Selamat menikmati, Nona!” ujar karyawan hotel tersebut.Nadia hanya mengangguk sambil tersenyum samar. Ia menerima makanan pesanannya dan meletakkan di atas meja.“Ya Tuhan … aku sampai ketakutan begini. Padahal yang memanggil tadi room service,” gumam Nadia.Ia memilih tidak mau ambil pusing dan menikmati makan malamnya yang terlambat.Pukul tujuh pagi saat Danu sudah terjaga. Ia melihat Arum masih meringkuk di balik selimut. Danu mengulum senyum melihat ulah Arum, kemudian perlahan turun dari kasur. Ia berjalan keluar kamar dan memilih duduk di sofa sambil melakukan panggilan.“Ada apa, Bu Vita?” sapa Danu mengawali.Danu baru
“Bud, cari tahu di mana Nadia? Aku kehilangan kontak dengannya,” titah Danu.Ia baru saja selesai mandi dan terlihat sedang asyik melakukan panggilan telepon. Arum yang sudah bersiap sedari tadi sedang duduk menunggu. Ia melihat Danu dengan sudut matanya. Sedari tadi, Danu tampak sibuk melakukan panggilan. Entah berapa kali pria itu mondar mandir dengan ponsel yang menempel di telinga.“Aku gak mau tahu gimana caranya. Pokoknya cari dia!!” imbuh Danu.“Baik, Tuan. Namun, sebelumnya saya hendak memberi tahu sesuatu pada Anda,” jawab Budi di seberang sana.Danu terdiam sesaat. Telinganya tegak berdiri siap mendengarkan keterangan Budi.“Mengenai permintaan Tuan untuk mengusut dalang di balik berita Nyonya yang dituduh teroris itu. Saya sudah tahu orangnya.”Danu terkejut, tapi dia gegas bersuara. “Siapa?”Budi tampak menghela napas panjang sebelum bersuara kembali. “Dia a
“Selamat datang di hotel kami, Nona Anjani!!” sapa seorang pria paruh baya.Arum hanya tersenyum sambil membungkukkan badan. Pria itu mendekat dan membalas Arum dengan membungkukkan badan juga. Sepertinya semua sudah tahu, jika Arum tidak bisa berinteraksi secara langsung dengan orang lain.“Kami sudah menyiapkan kamar Anda, Nona. Silakan bersiap!!” Kembali pria paruh baya yang menjabat manager hotel itu bersuara.“Terima kasih, Pak.” Arum sudah bersuara, kemudian bersama rombongannya ia sudah berjalan menuju kamar yang dimaksud.Hari ini memang ada acara seminar di ballroom. Acara itu bersambung dengan lomba modelling yang diadakan agensi ternama di kota itu. Tentu saja kehadiran Arum kali ini sebagai juri kehormatan. Itu sebabnya juga acara akan berlangsung sampai malam.Mereka sudah tiba di kamar yang dimaksud. Ada tiga kamar yang disediakan oleh panitia di hotel tersebut. Semuanya kamar suite dan berada berse
“Kamu jangan gila, Nadia!! Aku bisa teriak dan semua pasti akan ke sini menangkapmu,” seru Arum.Ia berusaha tenang dan sebisa mungkin tidak menunjukkan ketakutannya. Nadia tersenyum menyeringai berjalan mendekat sambil terus menghunuskan pisaunya. Nadia memang sudah menantikan saat ini. Dia sengaja menyelinap ke ruangan staf dan mengambil akses ruangan suite. Itu sebabnya ia bisa sampai di sini.Sebelumnya, Nadia memang sempat mencari tahu keberadaan Arum di hotel ini. Lalu tentang pisau yang ia pegang kali ini memang sudah ia siapkan. Nadia sengaja mengambilnya saat makan pagi tadi di restoran.“Apa kamu takut, Arum?” tanya Nadia.Arum masih bergeming di tempatnya. Ia tetap duduk di sofa sambil menatap tanpa kedip ke arah Nadia. Kehidupan masa lalu Arum dilalui dengan hal yang tidak wajar. Kepergian sahabat sekaligus orang yang paling disayang meninggalkan trauma berat bagi Arum. Apalagi dia melihat kejadiannya langsung di depan
“Hahaha … kalau aku tidak bisa memilikimu, maka begitu juga dengan Arum,” ujar Nadia.Dia tertawa terbahak-bahak saat melihat Danu meringis kesakitan memegang perutnya. Tubuh Danu langsung ambruk ke lantai. Alex bergerak cepat mengamankan Nadia. Tentu saja, Nadia terus teriak karena Alex sudah membuatnya tak bergerak.Sementara Arum segera menghampiri Danu. Ia menahan kepala Danu agar tidak menyentuh lantai.“Mas … bertahanlah!! Aku mohon,” rintih Arum.Danu hanya diam tidak menjawab, kemudian perlahan ia memejamkan mata. Arum semakin panik. Nadia yang melihatnya malah tertawa kesenangan.“Mas Danu mati, Arum gak jadi nikah. Hahaha … .”Nadia terus bersuara sambil mendendangkan kalimat itu menjadi sebuah lagu. Alex merasa kesal dan buru-buru membawa Nadia keluar ruangan. Di luar ada beberapa polisi yang menjemput Nadia. Budi yang memanggil polisi dan petugas medis atas perintah Danu ta