“Bud, cari tahu di mana Nadia? Aku kehilangan kontak dengannya,” titah Danu.
Ia baru saja selesai mandi dan terlihat sedang asyik melakukan panggilan telepon. Arum yang sudah bersiap sedari tadi sedang duduk menunggu. Ia melihat Danu dengan sudut matanya. Sedari tadi, Danu tampak sibuk melakukan panggilan. Entah berapa kali pria itu mondar mandir dengan ponsel yang menempel di telinga.
“Aku gak mau tahu gimana caranya. Pokoknya cari dia!!” imbuh Danu.
“Baik, Tuan. Namun, sebelumnya saya hendak memberi tahu sesuatu pada Anda,” jawab Budi di seberang sana.
Danu terdiam sesaat. Telinganya tegak berdiri siap mendengarkan keterangan Budi.
“Mengenai permintaan Tuan untuk mengusut dalang di balik berita Nyonya yang dituduh teroris itu. Saya sudah tahu orangnya.”
Danu terkejut, tapi dia gegas bersuara. “Siapa?”
Budi tampak menghela napas panjang sebelum bersuara kembali. “Dia a
“Selamat datang di hotel kami, Nona Anjani!!” sapa seorang pria paruh baya.Arum hanya tersenyum sambil membungkukkan badan. Pria itu mendekat dan membalas Arum dengan membungkukkan badan juga. Sepertinya semua sudah tahu, jika Arum tidak bisa berinteraksi secara langsung dengan orang lain.“Kami sudah menyiapkan kamar Anda, Nona. Silakan bersiap!!” Kembali pria paruh baya yang menjabat manager hotel itu bersuara.“Terima kasih, Pak.” Arum sudah bersuara, kemudian bersama rombongannya ia sudah berjalan menuju kamar yang dimaksud.Hari ini memang ada acara seminar di ballroom. Acara itu bersambung dengan lomba modelling yang diadakan agensi ternama di kota itu. Tentu saja kehadiran Arum kali ini sebagai juri kehormatan. Itu sebabnya juga acara akan berlangsung sampai malam.Mereka sudah tiba di kamar yang dimaksud. Ada tiga kamar yang disediakan oleh panitia di hotel tersebut. Semuanya kamar suite dan berada berse
“Kamu jangan gila, Nadia!! Aku bisa teriak dan semua pasti akan ke sini menangkapmu,” seru Arum.Ia berusaha tenang dan sebisa mungkin tidak menunjukkan ketakutannya. Nadia tersenyum menyeringai berjalan mendekat sambil terus menghunuskan pisaunya. Nadia memang sudah menantikan saat ini. Dia sengaja menyelinap ke ruangan staf dan mengambil akses ruangan suite. Itu sebabnya ia bisa sampai di sini.Sebelumnya, Nadia memang sempat mencari tahu keberadaan Arum di hotel ini. Lalu tentang pisau yang ia pegang kali ini memang sudah ia siapkan. Nadia sengaja mengambilnya saat makan pagi tadi di restoran.“Apa kamu takut, Arum?” tanya Nadia.Arum masih bergeming di tempatnya. Ia tetap duduk di sofa sambil menatap tanpa kedip ke arah Nadia. Kehidupan masa lalu Arum dilalui dengan hal yang tidak wajar. Kepergian sahabat sekaligus orang yang paling disayang meninggalkan trauma berat bagi Arum. Apalagi dia melihat kejadiannya langsung di depan
“Hahaha … kalau aku tidak bisa memilikimu, maka begitu juga dengan Arum,” ujar Nadia.Dia tertawa terbahak-bahak saat melihat Danu meringis kesakitan memegang perutnya. Tubuh Danu langsung ambruk ke lantai. Alex bergerak cepat mengamankan Nadia. Tentu saja, Nadia terus teriak karena Alex sudah membuatnya tak bergerak.Sementara Arum segera menghampiri Danu. Ia menahan kepala Danu agar tidak menyentuh lantai.“Mas … bertahanlah!! Aku mohon,” rintih Arum.Danu hanya diam tidak menjawab, kemudian perlahan ia memejamkan mata. Arum semakin panik. Nadia yang melihatnya malah tertawa kesenangan.“Mas Danu mati, Arum gak jadi nikah. Hahaha … .”Nadia terus bersuara sambil mendendangkan kalimat itu menjadi sebuah lagu. Alex merasa kesal dan buru-buru membawa Nadia keluar ruangan. Di luar ada beberapa polisi yang menjemput Nadia. Budi yang memanggil polisi dan petugas medis atas perintah Danu ta
“Papa tidak menduga kalau Nadia akan melakukan semua ini, Danu,” ucap Tuan Prada.Pagi itu Tuan Prada datang menjenguk Danu di rumah sakit. Tuan Prada terkejut sekaligus shock begitu mendengar berita penusukan Danu dilakukan oleh Nadia. Untung saja berita tersebut tidak tersebar luas ke media. Namun, cepat atau lambat mereka pasti akan mengendusnya.Danu hanya menghela napas panjang sambil menatap Tuan Prada dengan sendu.“Aku sendiri tidak tahu, Pa. Nadia yang kukenal dulu berbeda dengan Nadia yang kukenal sekarang. Jadi, aku rasa Papa tahu kenapa aku lebih memilih Arum.”Tuan Prada menganggukkan kepala. Kali ini memang hanya dia dan Danu berada di ruangan tersebut. Arum harus kembali beraktivitas melanjutkan jadwalnya. Sementara Nyonya Lani dan Citra, maunya ikut menjenguk juga. Namun, Tuan Prada mencegahnya.“Lalu apa rencana pernikahanmu akan tetap dilanjutkan? Tidak diundur?”Danu tersenyum sambil men
“Memangnya rahasia apa yang disembunyikan seorang Danu Nagendra?” tanya Dokter Sandy.Nadia tersenyum, matanya berbinar menatap penuh harap ke arah Dokter Sandy.“Apa kamu janji tidak akan mengatakannya kepada siapa pun?” Nadia kembali bersuara.Dokter Sandy mengangguk sambil tersenyum. “Janji.” Pria berkacamata itu sangat penasaran kali ini.Sementara Nadia sudah mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Dokter Sandy. Ia celinggukan memperhatikan sekitar padahal jelas-jelas di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Dokter Sandy mengikuti gerakan Nadia mendekat ke arahnya.Setelah berjarak cukup dekat, Nadia mengangkat tangan kemudian meletakkan di dekat bibirnya. Seakan takut apa yang akan dikatakan kali ini terdengar oleh yang lain.“Mas Danu itu masih ngompol sampai kelas 6 SD,” lirih Nadia bertutur.Mata Dokter Sandy membola saat mendengar ucapan Nadia. Ia hampir saja tertawa, tapi berus
“Nyonya Arum sedang menuju ke sini, Tuan,” ucap Budi.Danu menghela napas lega sambil menatap Budi dengan gemas. Hampir saja dia panik usai melihat ekspresi Budi, tapi berganti menjadi sebuah senyuman saat mendengar penjelasan Budi. Tak lama terdengar musik pengiring pengantin mengalun, semua mata menuju ke arah pintu.Seketika seorang wanita cantik bergaun putih nan sangat indah dengan rambut hitamnya yang terurai tertata rapi berjalan masuk perlahan. Sebuah senyuman terus menghias di wajahnya nan ayu. Danu diam tertegun, menatap tanpa kedip di tempatnya.Lima tahun yang lalu, dia pernah mengalami momen ini. Meski saat itu dia sudah jatuh cinta pada Arum dan terpukau pada kecantikannya, tapi tetap saja rasa kali ini sangat berbeda.“Hai!!” sapa Arum. Ia sudah berhenti di depan Danu.Danu tersenyum mengulurkan tangan sambil menatap tanpa jeda. “Hai, Beautiful.”Arum mengulum senyum, kemudian terdengar suara pendeta memulai acara pengucapan janji sehidup semati mereka. Prosesi berlangs
“Memangnya ada apa di dalam sana?” Nadia malah balik bertanya seperti itu.Dokter Sandy terdiam sambil menatap Nadia dengan tajam. Hari ini, Dokter Sandy sengaja mengajak Nadia keluar dari rumah sakit. Ia berdalih melakukan itu sebagai upaya proses penyembuhan kejiwaan Nadia.Helaan napas panjang keluar dari bibir Dokter Sandy. Pria berkacamata itu menganggukkan kepala sambil tersenyum ke arah Nadia.“Baiklah, kalau kamu tidak mau masuk. Kita pulang saja!!”Dokter Sandy mulai menyalakan mesin mobilnya dan perlahan meninggalkan parkiran hotel bintang lima tersebut. Sementara itu suasana di dalam ballroom semakin ramai. Baru pukul 10 malam, tamu berangsur pulang.Tepat setengah jam kemudian, Arum dan Danu sudah meninggalkan ballroom. Malam ini sengaja mereka menginap di hotel tersebut. Arum masuk ke dalam suite room yang sudah dipesan. Ini hampir sama dengan kamar yang ia tempati beberapa minggu yang lalu bersama Danu. Untung saja di kamar ini tidak banyak bunga. Arum tidak mau kamarnya
Perlahan Arum membuka mata dan dia langsung terkejut saat mendapati Danu berada sangat dekat dengannya. Arum mengulum senyum saat sadar dengan statusnya sekarang. Di pernikahan sebelumnya, dia tidak pernah tidur sedekat ini dengan Danu.Jari Arum terangkat membelai lembut wajah pria tampan yang sedang terlelap di sampingnya. Mungkin dulu, Arum akan sangat ketakutan ketika harus berinteraksi dengan Danu. Namun, tidak sekarang. Jarinya dengan lincah mengabsen satu persatu lekuk raut tampan di depannya ini hingga berhenti lama di bibir Danu.Lamat-lamat Danu membuka mata dan tersenyum melihat Arum.“Sudah bangun, Sayang?” tanya Danu dengan suara seraknya.Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Danu ikut tersenyum, menggubah posisi tubuhnya dengan semakin merapat ke Arum.“Jam berapa sekarang?” kembali Danu bertanya. Matanya ikut beredar mencari ponsel di nakas sampingnya.“Masih jam tujuh,” jawab Arum.