Clerin menatap Yolla lurus-lurus sebelum melanjutkan ucapannya.
"Anda sudah kenal Pak Callisto seberapa jauh?" tanya Clerin dengan bahasa yang cukup sopan. "Tidak sejauh yang Anda pikir," jawab Yolla apa adanya. "Oh, kalau begitu izinkan saya untuk memberi fakta yang mungkin Anda belum tahu." Clerin melanjutkan. "Callisto itu memiliki tanggung jawab terhadap seorang putri kecil yang sedang membutuhkan banyak perhatian darinya." Yolla tidak segera menanggapi, tapi dia punya dugaan bahwa wanita di depannya ini sedang mencoba memperingatinya secara halus. "Ya... dia pernah bilang kalau dia berutang budi sama Anda," sahut Yolla tanpa ekspresi. "Jadi Callisto pernah bilang?" komentar Clerin dengan wajah yang nampak terkesan. "Kalau begitu... saya rasa Anda akan sangat paham kalau saya mengatakan ini sama Anda. Tolong beri Callisto kesempatan untuk membahagiakan putri saya." Yolla terdiam, dia tidak mengerti kenapa“Rekan kerja,” jawab Callisto apa adanya. “Setidaknya selama saya sama dia terlibat dalam proyek Pak Keva. Kenapa?” “Kelihatannya lebih dari itu,” komentar Clerin sambil menatap Callisto. “Seberapa dekat kamu sama dia? Ingat, ada Vhea yang masih butuh kamu.” “Tolong jangan panggil saya Callisto lagi,” katanya datar. “Nama itu hanya boleh kamu sebut kalau di depan Vhea saja.” Clerin membalikkan tubuh Callisto dengan gerakan cepat. “Maksud kamu?” sahutnya tersinggung. “kamu merasa terhina menyandang nama besar mendiang suami saya? Itu maksud kamu?” Callisto menggelengkan kepalanya. “Bukan begitu, tapi ... saya mulai berat dengan nama suami kamu,” jawab Callisto jujur. “Lagipula, kenapa semakin ke sini kamu seakan seperti ... memaksakan saya untuk bisa menjadi seperti sosok mendiang suami kamu?” Wajah Clerin yang semula tegang, seketika melembut saat mendengar ucapan Callisto.
Masih teringat jelas dalam ingatan Yolla bagaimana cara Clerin memberinya peringatan malam itu. Meskipun secara halus dan jauh dari kekerasan, tetap saja sangat membuat dirinya tersinggung setengah mati. Untung saja saat itu kedua orang tuanya sedang tidak berada di rumah. “Memangnya ada hubungan khusus antara Callisto sama bosnya?” tanya Sisty ingin tahu. “Semacam balas budi,” jawab Yolla datar. “Tapi jelas kalau dia nggak punya istri ....” “Nah, terus ngapain kamu harus pusing-pusing?” tanya Sisty lagi. “Selama Callisto masih sendiri, siapapun bebas mendapatkannya. Termasuk kamu.” Yolla terdiam, bingung harus menjawab apa. Membicarakan Callisto membuat otaknya mendadak tidak bisa berpikir dengan jernih. Setelah mengakhiri percakapannya dengan Sisty, Yolla menghabiskan makan siangnya sampai licin tak bersisa. Setelah itu dia kembali ke kantor untuk memeriksa beberapa dokumen yang tadi d
“Siapa?” ulang Yolla dengan nada angkuh, dia tahu kalau Callisto mulai merasa tersudut. “Tidak ada,” jawab Callisto enggan. “tapi masalahnya ponsel saya kemungkinan baru saja dibajak orang.” “Pintar sekali Anda bicara,” komentar Yolla sembari melipat kedua tangannya di dada. “Setelah tadi Anda mengatai saya sombong, sekarang mendadak bilang kalau ponsel Anda dibajak orang ....” “Silakan periksa sendiri,’ suruh Callisto datar sembari mengulurkan kedua ponsel itu ke tangan Yolla. “Jangan harap kalau saya akan percaya ...” Yolla berkata sembari memandang kedua ponsel bergantian dengan kening berkerut. Terlihat olehnya ada perbedaan tampilan pesan di ponsel Callisto dan ponsel miliknya. “Anda pasti sengaja menghapus pesan-pesan saya kan?:” tuduh Yolla sambil mengembalikan ponsel Callisto. “Tapi terlambat, saya tahu kalau Anda sudah membacanya tapi sengaja tidak mau membalas satupun pesan i
Clerin memandang Callisto tanpa ekspresi, tapi gestur tubuhnya kelihatan begitu tenang meskipun pria itu menatapnya begitu tajam dari garis matanya. “Maaf, kamu ini bicara apa?” tanya Clerin dengan nada biasa. “Kamu jangan pura-pura, Bu Clerin. Apa yang kamu lakukan dengan ponsel saya saat saya menggendong Vhea di luar?” tanya Callisto menyelidik. “Saya minta kamu jujur sama saya.” Clerin tidak ingin ambil pusing, sehingga dia tetap mempertahankan sikap anggunnya di hadapan Callisto yang tidak sabar menunggu jawabannya. ‘Saya minta maaf kalau ponsel kamu rusak gara-gara saya,” ucap Clerin, nadanya yang halus seharusnya bisa membuat hati yang sekeras baja seketika mencair. “Apa maksud kamu?” tanya Callisto tajam, dia tidak peduli meskipun sikapnya terhadap sang bos dinilai tidak sopan. “Ponsel kamu sempat berbunyi, jadi saya mengambilnya dan bermaksud untuk menyerahkannya sama kamu.” Clerin mengarang alasan yang pertama terl
“Saya pikir ucapan saya dulu bisa membuat Anda mengerti betapa pentingnya dia bagi putri saya.” Sebelum Yolla sempat menanggapi, Clerin kembali melanjutkan kata-katanya. “Saya tidak bermaksud ikut campur dalam urusan Anda dan Callisto sebenarnya,” ujar Clerin sembari memandang Yolla lurus-lurus. “Tapi demi kebahagiaan putri saya, saya terpaksa harus mengatakannya lagi kepada Anda.” Yolla mengernyit saat mendengar ucapan Clerin. “Maaf, izinkan saya bicara.” Dia menyela. “Kenapa Anda kelihatannya semakin merasa kalau saya akan menjadi pengganggu di antara putri Anda dan Callisto?” Clerin diam saja. “Apa selama ini saya menghambat Callisto berinteraksi sama putri Anda?” kejar Yolla lagi. “Padahal saya sejujurnya tidak tahu menahu soal seberapa dekatnya hubungan di antara kalian bertiga.” Clerin mengembangkan senyumnya dengan begitu anggun meskipun
“Saya ingin terus bersama Anda kalau itu mungkin,” ucap Callisto sembari memandang Yolla lekat-lekat.“Anda ...” Yolla jusru terpaku dengan ucapan Calliso barusan. “Apa Anda masih mengharapkan suami Anda kembali?” tanya Callisto lambat-lambat. “Kalau iya, saya akan ....” “Bukan begitu juga,” geleng Yolla. “Sudah kira-kira dua tahun yang lalu dia menghilang dan sampai sekarang tidak ada kabarnya sama sekali. “Papa saya bahkan sudah setuju kalau saya mencari pendamping lain.” Callisto mendengarkan ucapan Yolla dengan sangat tenang. “Lalu apakah sebaiknya kita ....” “Jangan terburu-buru,” geleng Yolla. “Saya minta Anda selesaikan dulu urusan Anda dengan Bu Clerin, saya tidak kalau saya dianggap sebagai pengganggu di antara hubungan kalian.” “Saya dan Bu Clerin tidak ada hubungan apa-apa selain utang budi,” sahut Callisto menegaskan. “dan anaknya telanjur menganggap saya sebagai papanya.” “Soal Vhea, saya ti
Pria itu terdiam sebentar sambil berpikir. “Shano,” katanya setelah beberapa saat berlalu.“Shano?” ulang Clerin sambil mengernyitkan dahi. “Nama macam apa itu?” “Setidaknya bukan nama mendiang suami kamu,” ujar Callisto sambil bersiap pergi. “Tolong kamu ingat hal ini.” Clerin sebenarnya bisa saja marah, tapi dia masih berusaha keras mempertahankan keanggunan sikapnya atau kemarahan hanya akan membuat Callisto berjalan semakin jauh darinya. “Bu Yolla ternyata sudah mempengaruhi kamu sampai seperti ini,” komentar Clerin saat Callisto berjalan beberapa langkah darinya. “Soal Bu Yolla ...” Callisto menoleh. “Tolong kamu jangan ganggu dia, atau hubungan kita akan jadi memburuk. Dan saya yakin kamu tidak ingin hal itu terjadi kan?” Clerin tidak bisa bersabar lebih dari ini, dia segera menyusul Callisto hingga tiba di hadapannya. “Kamu kenapa jadi berubah drastis seperti ini?” tanya Clerin dengan suara anggun
Sementara Callisto terus memandang Yolla dan menunggu jawabannya. "Tidak, saya rasa kita sudah tidak pantas untuk ... pacaran." Yolla tersenyum tidak enak. "Tapi ... apa Anda serius? Bu Clerin pasti akan tidak setuju ...." "Saya sama Bu Clerin tidak ada hubungan apa-apa selain utang jasa," sahut Callisto. "Dia cuma meminta saya jadi papa pura-puranya Vhea, dan itu masih bisa saya lakukan meskipun saya sudah menikah nantinya." Yolla terdiam lagi. Masih lekat dalam ingatannya bagaimana dia menyaksikan sendiri cara Clerin memandangnya saat membicarakan soal Callisto. Ada sedikit nada posesif dalam setiap pilihan diksinya. "Anda ... masih ragu?" tanya Callisto tanpa basa-basi. "Oke, mungkin Anda bisa menyelesaikan masalah Bu Clerin. Tapi... soal papa saya, saya harus membicarakannya dulu..." Yolla beralasan. "Masalahnya adalah Anda sangat mirip dengan mantan suami saya yang hilang itu." "M