Share

Pulang ke rumah orang tua

"Assalamu'alaikum!" sapaku mengucapkan salam begitu tiba di rumah orang tuaku.

"Wa'alaikumussalam, loh Nduk kok tumben kamu pulang sekarang?"

Wajah keterkejutan ibu tampak jelas lalu tanpa menunggu jawabanku beliau mengambil alih Nia dari gendonganku dan menyuruh kami masuk.

Tanganku membawa koper hingga ke ruang tamu. Bapak yang sedang mengaji pun berhenti dan menatapku dengan heran. Netranya menelusuri tubuhku dan juga koper yang berisik saat kuseret tadi.

Kusalami tangan bapak dan duduk melepas lelah di kursi yang berhadapan dengannya. Dari gerakan beliau melepas kacamata, aku tau bapak ingin meminta penjelasan dengan kepulanganku yang mendadak. Biasa aku akan mengabari bila akan pulang.

Ibu meletakkan gelas berisi air di meja lalu duduk memangku Nia di sebelahku. Wanita yang sudah melahirkanku itu pun tak kalah heran, terkadang dari bibirnya mengajak Nia bicara dengan gemas.

"Doni kemana, kok nggak ikut kesini?" tanya ibu angkat bicara.

"Ibu seperti nggak tau aja kek mana Mas Doni itu, dari dulu tiap diajak kemari nggak pernah mau," jawabku manyun.

"Lalu kenapa kamu pulang bawa koper segala? Apa kamu minggat dari rumah?" Kali ini bapak yang bertanya dengan suara beratnya.

"Kamu minggat Nduk dari rumah? Apa suami dan mertuamu nggak mencari nanti?" tanya ibu terkejut. Tanpa menunggu jawaban dariku keduanya terus memberondong pertanyaan.

Tarikan napas masuk memenuhi rongga dada memberiku kekuatan menjawab segala yang berkecamuk di pikiran orang tuaku. Aku takut keduanya akan murka setelah tau yang sebenarnya.

"Bicaralah, Nduk! Kami nggak akan memarahimu," ungkap bapak akhirnya membuatku lega.

Aku pun menceritakan semua dari awal hingga akhir tanpa ditambah ataupun dikurangi. "Begitulah, Pak, Bu! Karena video mertua membuat Mas Doni kesetanan lalu membanting ponsel Amira."

"Niat Amira pulang sebenarnya cuma sebentar karena ingin membeli ponsel aja tapi mertua terus menghasut hingga tanpa disadari Mas Doni sudah menjatuhkan talak."

"Astagfirullah, keterlaluan sekali Doni itu. Ibu juga nggak habis pikir dengan besan kenapa begitu serakah dan egois," umpat ibu kesal.

"Pak, Amira mau tanya!"

"Ya, bicaralah Nduk!"

"Mas Doni tadi mengancam kalo Amira nekat pulang maka dia akan menceraikan Amira. Bukankah itu sudah termasuk talak?" tanyaku ingin lebih jelas dan mantap.

"Sepanjang yang bapak ketahui dari ceramah ustad, baik dengan sengaja atau tidak jika dari mulut seorang suami berkata cerai atau aku pulangkan kamu ke rumah ibumu itu sudah jatuh talak. Makanya lelaki dianjurkan lebih berhati-hati dengan lisannya mengenai perkara ini," jelas bapak yang membuatku mengangguk.

"Jadi, sudah benarkah kalo Amira pulang kesini karena talak itu?"

Bapak mengangguk. "Kalo dalam perkara kamu Nduk, masih talak satu artinya kalian bisa rujuk lagi. Apa kamu masih mau rujuk dengan Doni?"

"Amira nggak mau, Pak! Biar Amira sendiri yang mengurus Nia, lagian ada bapak dan ibu jadi Amira bisa tenang," jawabku mantap.

Ya, tidak mungkin lagi aku balik ke rumah itu. Sungguh menderita hidup bersama suami yang pelit dan mertua yang suka memalak. Walaupun uangku banyak tapi mencari nafkah adalah tugas dan tanggung jawab Mas Doni.

Dalam keuangan, agama islam sangat jelas membicarakan tentang perkara ini. Seperti uang suami ada hak istri di dalamnya. Sedangkan uang istri adalah mutlak milik istri dan suami tidak punya hak serta ganggu gugat.

"Kalo kalian berpisah bagaimana Nia, Nduk? Apa kamu mau dia dicap anak yang nggak punya ayah? Umurnya masih kecil dan butuh sosok ayah selain dirimu sebagai ibu," nasehat ibu membuatku jadi berpikir. Mataku menatap putriku yang asyik bermain di lantai.

"Bapak bisa jadi sosok pengganti ayah buat Nia nanti, Bu! Sudah, ibu tenang aja yang penting Amira nggak tersiksa lagi hidupnya," jawab bapak memberi solusi.

Bapak memang bisa lebih diandalkan daripada Mas Doni. Orang tua lebih memilih bersusah payah demi anak, tempat ternyaman kala hidup hancur ya kembali pada mereka.

Sayup-sayup terdengar azan Maghrib berkumandang, waktunya untuk menghadap Sang Pencipta. Bapak gegas bersiap-siap menuju Masjid, sedangkan aku dan ibu sholat di rumah bergantian untuk menjaga Nia.

Usai makan malam, kami bercengkerama di ruang keluarga. Nia sudah tidur bakda Isya tadi setelah minum susu. Di rumah ibu, Nia memang selalu minum susu yang kubelikan sampai tiga kotak untuk stok. Jadi, setiap pulang susu selalu tersedia.

Balik ke rumah Mas Doni sengaja aku tidak membawa susu. Segala kebutuhan kami berdua adalah tanggung jawab Mas Doni, jadi jika ada yang berpikir kalo diriku sampai tega memberi anak minum teh manis, itu salah. Aku hanya tidak mau Mas Doni tau kalo Nia sering minum susu.

"Bu, Pak! Amira ingin meminta pendapat, bagaimana kalo Amira membeli sepeda motor baru?" tanyaku setelah aku berpikir lebih baik uang hasil menulis dibelikan barang berguna.

"Apa kamu punya uang, Nduk?" tanya bapak mengerutkan keningnya.

"Pak, Amira punya simpanan sebesar 100 juta! Selama pulang kesini dia kerap menabung tanpa diketahui si Doni," jawab ibu tersenyum.

"Jadi, Doni nggak tau kalo kamu punya rekening?" tanya bapak lagi tidak percaya.

Aku mengangguk. "Amira memang nggak kasih tau Mas Doni ataupun mertua, Pak! Bisa-bisa u ang Amira habis nanti digerogoti mereka."

"Lalu darimana kamu dapat u ang sebanyak itu?"

"Amira jadi penulis di platform berbayar, Pak! Alhamdulillah, cerita Amira laku keras dan tiap bulan menghasilkan 25 juta jadi dalam empat bulan sudah dapat 100 juta," ungkapku jujur pada cinta pertamaku itu.

Aku menulis bukan hanya satu platform saja melainkan ada lima jadi tidak heran kalo mendapat penghasilan besar. Semua itu merupakan kerja kerasku setelah disia-siakan suami sendiri. Sejak Mas Doni berubah pelit saat itulah aku berpikir keras bagaimana menghasilkan uang dengan mudah tanpa diketahui.

Kebetulan aku sering membaca cerita di platform tersebut. Terbesit di hati ingin menulis cerita, awalnya aku ragu dan tidak tau ingin menulis apa tapi teringat kelakuan suami dan mertua padaku jadilah aku dapat ide menulis pertama kali.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu depan. Aku bangkit untuk membukanya tapi sungguh terkejut melihat siapa yang datang malam-malam.

"Mau apa kamu kesini, Mas? tanyaku dengan mata nyalang.

~~~~~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status