"Aku tidak sedang bermain-main, Barbara. Aku membutuhkan tubuhmu, dan itu setidaknya membuat aku tidak kecewa dengan penolakanmu, aku harus merasakan tubuhmu sebagai pengobat fantasiku," katanya penuh percaya diri."Kamu gila?! Lebih baik aku mati daripada menyerahkan sedikit saja tubuhku untukmu, Leo! Kamu sangat menjijikkan dan sekarang lebih menjijikkan dari seluruh sampah yang pernah aku kenal!" Barbara berteriak dengan sangat marah.Leo yang melaju tiba-tiba mengerem mendadak mobilnya sehingga decitan keras terdengar karena gesekan roda hitam yang menyeret aspal di bawahnya.Criiiiittt! Ciiiiit!Mobil itu menepi mendadak dan Barbara sempat terhuyung menatap dasboard cukup keras. Untung saja ia sedikit mengimbangi situasi itu dengan berpegangan kuat.Wajah Barbara pucat pasi, tapi ia sangat tau bahwa bukan saatnya ia menyerah di hadapan lelaki gila ini."Kamu bilang aku gila?! Aku bahkan merasa ingin kalau kamu menjadi wanita yang tergila-gila padaku. Bisakah kamu melakukannya, Ba
Barbara menggeleng, ia sungguh berharap keajaiban datang pada saat seperti ini. Sorot mata Leo sangat beringas, ia tau Leo tak akan mau kompromi lagi di saat seperti ini."Jangan mendekat! Kamu tidak berhak ntuk menyentuhku, Leo. Kamu sungguh hilang akal. Sadarlah leo, ini sangat menakutiku...hm.." keluh Barbara memohon."Tidak, jangan lagi kamu mengucapkan kata-kata untuk mengelak dariku. Bagiku, aku tak bisa lagi bernapas tanpa menghirup aroma tubuhmu," desis Leo.Pria itu benar-benar menghimpit Barbara meskipun Barbara sudah meronta sekuat tenaga. Sekali hentak, kemeja usang yang dikenakan Barbara menjadi robek di bagian kirinya.KRREEKKH!"Jangan Leo!" pekik barbara tapi percuma saja karena Leo sudah gelap mata.Pria itu mengendus di tubuhnya sementara Barbara menangis lebih kencang."Jangan menangis Barbara, toh kamu juga akan menikmatinya. Bukankah begitu, sayang..."Aura Leo sangat menakutkan dan dipenuhi hasrat gelap di dalam jiwanya. barbara sungguh hanya bisa menangis tersed
Barbara terperangah. Tuduhan itu sangatlah jauh dari fakta. Bahwa Ovan dituduh melarikan diri dari tahanan, dan menculiknya."Itu tidak benar! Akulah yang membawanya keluar dari penjara, karena aku adalah istrinya!""Nona, ayah Nona yang meminta kami untuk menyelamatkan nona dari pria ini.""Tidak, pelaku kejahatan sebenarnya ada di dalam rumah itu, jangan pernah mengatakan bahwa dia orang jahat."Barbara sangat tau, bahwa apapun yang ia ucapkan hanya akan sia-sia karena Ovan adalah penghuni penjara yang kabur. Ditambah lagi ayahnya bersi keras untuk memisahkan mereka berdua. Ia hanya memeluk erat Ovan dengan hati yang terluka."Tenangkan dirimu Barbara. Selama kamu aman dan baik-baik saja, maka aku tidak akan merasa buruk."***Veina telah sampai di Indonesia dengan beberapa orang utusannya. Bukan tak tahu, ia sangat mengetahui apa yang akan terjadi setelah sampai di Indonesia saat ini.Bandara telah dipenuhi polisi bersenjata Laras panjang, dan ia tau mengapa mereka melakukan semua
Mendengar penolakan darinya, wajah Anton memerah . Ia tidak tahu, apakah wajah itu menunjukkan rasa marah ataukah rasa malu karena mendapatkan penolakan darinya. "Apa karena kamu punya seorang kekasih?" "Tidak." "Lalu apa? Apa aku tidak cukup tampan bagimu?" "TIdak." "Veina, katakan saja, apa yang membuatmu menolakku, maka mungkin aku akan bisa memperbaikinya." "Kamu tidak cukup pintar. Aku ingin punnya suami profesor," jawabnya penuh kejujuran. Anton menelan ludah dengan jawaban Veina yang diluar ekspetasinya. Pria itu tak percaya dengan pengakuannya dan menganggap ucapan itu hanya alasan untuk menolak pria sepertinya. Hari berlalu dan Anton masih berusaha keras untuk meruntuhkan pertahanannya. Akan tetapi itu memang sudah menjadi keputusan bulatnya untuk tidak terkecoh dengan yang namanya cinta demi untuk menjadi seorang ilmuwan atau bahkan mungkin seorang astronot. Menikah adalah hambatan yang harus ia kesampingkan apalagi memiliki anak yang sangat merepotkan. Ia akankehila
Langkah Ovan terhenti dan melihat asal suara. "Nyonya Veina? Anda...""Ya, aku di sini. Apa yang terjadi?""Hmm, seperti yang anda lihat, bukankah ini setimpal?"Veina tersenyum. Tentu saja itu sudah menjadi resiko yang harus mereka terima."Hei! Cepat masuk! Enak saja malah ngobrol!" teriak sala seorang sipir meneriaki mereka. Ovan kemudian didorong masuk menuju tempatnya dengan keras yang membuat Veina sedikit tidak sampai hati.Setelah itu mereka hanya saling melemparkan pandangan."Bukankah Belanda tempat yang bagus, Nyonya Vein?""Hmm, kamu benar. Akan tetapi aku harus mengambil sesuatu yang tertinggal di sini. Apa kau tau, meninggalkan sesuatu yang berharga akan membuatmu ingin hidup lebih lama dalam menikmati penyesalan?"Ovan tersenyum tipis. Hal itulah yang juga sedang terjadi dengannya. Bahwa kenangan bersama Barbara yang ia tinggalkan, membuatnya ingin menyesali semuanya. Kenyataannya, ia telah membuat gadis itu terlalu menderita setelah membuat Barbara benar-benar jatuh ci
"Hei, aku tak menyangka bocah ini ada di sini," kat aDave sembari menyeringai karena terkejut dengan keberadaan Barbara di rumah tersebut."Tentu saja, ini rumahku. Dan kau...ada apa kamu diu sini?""Barbara, kamu ini saudaraku, kenapa nggak bilang kalau kamu ada di sini. Oh ya, apa kamu nggak tau kalau ibumu ada di penjara?"Barbara melihat sekilas ke arah Lena ibu tirinya. Rasanya cukup memalukan mendengar ucapan Dave."Apa maksudmu dipenjara? Dan kau terlihat senang mengatakannya?" protes Barbara."Siapa bilang aku senang. Kartu debitku dibekukan karenanya. Kartu kredit juga bernasib sama. Akan tetapi melihatmu cukup kaya, sepertinya aku tidak perlu kuatir."Barbara sangat memahami siapa Dave, jadi ia hanya akan bersikap tenang."Tentu saja kamu harus merasa senang. Kamu bisa tinggal di rumahku dan bekerja pada ayahku. Oh ya, dimana kamu menyelesaikan kuliahmu?"Dave tersenyum getir. Dia pikir ia akan mendapatkan bantuan finansial secara gratis tanpa harus bekerja, nyatanya Barbar
Tatapan mata itu tidak lepas memperhatikan apa yang ia lihat. Ia seperti sangat menggenggam amarah di tangannya."Jadi Barbara adalah wanita itu? Wanita yang menggoda Dave?" lirih wanita itu penuh kebencian."Aku tidak bisa menerima ini, ini tidak setimpal," lirihnya lagi."Mami, aku mau es klim," kata bocah perempuan berusia kurang dari dua tahun merengek minta es krim."Ceila, dokter mengatakan kamu tidak boleh makan es krim lagi, hmm?""Mami...es klim coklat mami...."Gadis itu terus merengek dan mengganggu konsentrasi Selen untuk melihat apa yang dilakukan Barbara dan juga Dave."Dasar bocah sialan! Selalu saja membuat ulah!" kata Selen memarahi Ceila. "Apa kau tau, bagaimana susahnya aku menjalani kehidupan dengan anak sepertimu?" hardik Selen sinis pada anak sekecil itu.Ceila menunduk seakan mengerti bagaimana marahnya ibunya. Bibirnya meruncing dan melirik ibunya dengan mata berkaca-kaca.Sementara Selen masih menatap kesal dengan pemandangan yang kini ia lihat. Ia jadi tering
"Apa maksudmu? Apakah itu ibuku?""Mau bagaimana lagi, pasti ada alasan dibalik semua itu, Dave. Aku tak pernah menghukumi ibuku sejahat itu, hanya saja dia memang tidak menginginkan aku."Dave merasa ucapan Barbara memiliki arti yang mendalam."Aku tidak pernah tau apa yang kau alami, dan penderitaan apa yang mungkin dahulu ibuku timbulkan."Barbara tersenyum masam, kalau saja Dave tau, sebenarnya ia cukup beruntung karena menjadi anak kesayangan Veina, namun ternyata kehidupan Dave juga tidak indah. Setelah pada usia taman kanak-kanak, ayah Dave membawanya kabur dan bersembunyi di ketiak istri mudanya. Dan itulah awalnya Veina berubah menjadi seorang mafia."Dave, ibu lebih menderita setelah kalian pergi. Apalagi setelah Vanessa meninggal dunia, hidupnya semakin tak menentu sekarang."Dave termenung, ia merasa terhanyut dalam kisah menyedihkan itu, padahal ia tak pernah memikirkannya, memikirkan bagaimana kepiluan yang mungkin telah ibunya rasakan selama ini. Lalu ia menatap wajah m
"Apakah kisah kita juga termasuk yang unik?" kali ini Risa berkata sambil senyum-senyum."Kita? Apa kau sungguh mencintaiku?""Jawab saja pertanyaanku!"Drett dreett dreett!Ponsel Dave berdering dan pria itu lalu mengambil ponsel di sakunya.["Halo, ada apa?"]["Kenapa galak begitu? Aku mengganggumu?"]["Tidak, tapi kau merusak aktifitasku."]["Oh sayangku, tapi hari ini kau harus segera datang karena ini sangat penting, Dave."]["Barbara, kau selalu saja menganggap penting masalahmu. Kau bisa bilang dari sekarang, ada apa dan kenapa kami harus datang?"]["Terserah, kau harus datang! Titik!"]Klep!"Siapa?" Risa bertanya."Siapa lagi kalau bukan saudara perempuanku yang bawel itu, heh?" kata Dave, tapi dia malah tersenyum. "Bersiaplah, kita harus datang ke rumah mereka."Tak ada jawaban, Risa hanya bergegas sesuai kata Dave. Di rumah Anton Bagaskara, mereka berkumpul dengan aneka macam hidangan. Mereka dengan sengaja mengundang Dave dan Risa dan juga Veina.Anton Bagaskara terlihat
Pagi mulai merayap memancarkan sinarnya. Dari setiap asa yang terbersit, selalu ada cara untuk menempuh harapan yang ingin ia wujudkan.Harapan terbesar yang hampir ingin dicapai manusia adalah mereka ingin menikmati bahagia di hari ini.Doa dilantunkan, dipanjatkan demi mengharapkan takdir yang baik untuk dirinya dan orang yang dicintainya.Siapa yang tak ingin bahagia?Mustahil bagi manusia untuk berharap tidak bahagia.Akan tetapi pada sebagian hidup yang ia jalani, ia harus menempuh ujian sampai ia akan tahu di akhir ujian itulah kebahagiaan yang sebenarnya.Bahagia itu relatif, demikian kata sebagian orang.Seorang yang membutuhkan uang, ia akan bahagia saat mendapatkan uang yang ia inginkan.Seorang yang membutuhkan kasih sayang, maka ia akan mengharapkan kasih sayang dan cinta dan ia akan bahagia karenanya.Sebagian orang memilih untuk tidak perduli dengan pencapaian orang lain, ia merasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya, bersyukur dengan apa yang ia miliki.Ia menutup ma
"Maafkan Ceila, Bu. Dia sedikit takut," kata Risa dengan memeluknya."Takut? Apa ini? Kenapa dia harus takut denganku?" heran Veina."Mom, kau memang menakutkan, Ceila kan belum mengenalmu, jadi wajar kalau dia takut dengan wajah seram Mommy," kata Dave kemudian, dia berbicara dengan sedikit mengulas senyum."Apa apaan, kau omong kosong ya?"Risa ikut tersenyum karena kelakuan Dave yang menggoda ibunya."Masalah ini sedikit rumit menjelaskannya, Bu. Yang jelas Ceila tahu Ibu baru di penjara seperti ibunya."Veina merenungkannya, Risa mungkin sedang mengatakan kalau Ceila memiliki traumatis bahkan saat bertemu dirinya."Baiklah, aku bisa mengerti. Padahal aku sangat ingin memeluk cucu Perempuanku, eh, kenapa sampai takut begitu...ufh," keluhnya. "Tapi, cepatlah berkumpul bersama Barbara, kita harus punya foto kenangan yang bagus, oke?""Baik, Bu."Risa akhirnya membujuk Ceila untuk berkumpul bersama keluarga dan mengatakan bahwa Selen tidak mungkin ada di tempat pesta tersebut. Ia sung
"Anu...kamu sekarang...""Ya, tentu saja aku harus ada di sini, ini adalah pernikahan putriku. Bagaimana kabar kalian, apakah semua baik?""Iya... tentu saja kami baik. Dan kamu, apakah menetap di sini sekarang? Aku dengar kamu ada di Belanda.""Benar, aku memang di Belanda kemarin, tapi sekarang aku akan menetap di sini.""Di rumah ini?" kata salah seorang menyahut."Tidak. Sekarang aku masih dalam masa tahanan, tapi kalau sudah bebas nanti, aku mungkin akan membeli rumah di sekitar sini.""Apa maksudmu dalam masa tahanan? Apa kau.... melakukan kejahatan?" tanya salah satunya ragu, sementara yang lain saling melihat. Mereka makin memperhatikan penampilan Veina yang sangat mewah dan mencolok, memangnya kejahatan apa yang dia perbuat?Pandangan mata mereka mulai berubah canggung, sepertinya ada sedikit rasa takut pada Veina."Jangan kuatir, aku bukan pembunuh kecuali dengan terpaksa," kata Veina dengan tersenyum yang membuat para wanita itu semakin gugup.Saat itu Lena juga ikut mendek
Warna bahagia meliputi suasana sebuah aula pertemuan milik Anton Bagaskara. Gedung megah itu memiliki kesibukan yang tak biasa pada hari itu.Penjagaan ketat di berbagai tempat samasekali tidak menghilangkan suasana rileks dan bersahabat menyambut siapapun yang hadir dalam undangan pernikahan Ovan dan Barbara.Bahkan saat mereka melihat semakin ke dalam, maka mereka akan menyaksikan lebih banyak keindahan dan suasana bahagia yang semakin kentara."Aku merasa gaun ini menonjolkan bentuk perutku yang semakin besar, suamiku. Apa ini masih enak dilihat? Jangan salah faham, aku bukan malu karena hamil, tapi aku kasihan kalau sampai desainer pakaian ini kecewa saat melihatku dalam bentuk tubuh seperti ini," katanya.Ovan hanya tersenyum geli karena Barbara malah sangat gugup dengan bentuk tubuhnya."Kau memang sangat jelek sekarang ini. Tapi itu sih bukan salahku."Mendengar jawaban Ovan yang tak memiliki beban itu Barbara jadi sangat kesal."Kau bilang tak bersalah? Baiklah, aku akan memba
Persidangan berjalan sangat lancar. Sebab, tidak ada bantahan baik itu Selen atau Leo dalam menanggapi dakwaan hakim. Mereka hanya pasrah dan menunduk dalam atas semua yang mereka dengar.Percuma saja melawan, toh semuanya sudah ketahuan."Dengan ini, maka pengadilan hukum pidana memutuskan untuk Nyonya Selen mendapatkan hukuman pidana selama dua belas tahun karena percobaan pembunuhan terhadap sahabatnya sendiri, dan denda senilai lima ratus juta rupiah atas kerusakan yang telah ditimbulkan."Tok Tok Tok!Suara riuh menggema di dalam ruangan tersebut. Mereka senang dengan keputusan hakim atas Selen."Selain itu, kami juga memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Saudara Leo selama sepuluh tahun penjara karena telah menyembunyikan bukti dan percobaan pelecehan kepada saudara Barbara."Tok Tok Tok!Kembali suara riuh ruangan itu menggema atas apa yang mereka dengar dari keputusan hakim.Tidak ada lagi keberatan yang akan mereka, Leo dan Selen sampaikan kecuali pasrah dengan putusan
Dave sedikit terkesima, ia melupakan sosok kecil putrinya yang mungkin akan terluka saat melihat Selen mendapatkan hujatan di pengadilan nanti. Ia tak seharusnya membiarkan Ceila menyaksikan hal itu."Kau benar, kurasa kita tidak perlu datang dan mengikuti jalannya pengadilan. Lebih baik kita pergi bersama ke suatu tempat untuk rekreasi. Aku akan mengatakan hal ini pada Barbara dan meminta maaf.""Atau sebaiknya kau saja yang datang? Aku akan menjaga Ceila dan tidak menyinggung hal ini. Jangan sampai Ceila sedih karenanya."Dave berpikir sebentar, ia juga penasaran soal jalannya pengadilan, tapi juga ingin menghabiskan waktu bersama Risa dan Ceila alih-alih melihat mantan kekasihnya yang menyedihkan."Dave, kau melamun?""Eh, bukan begitu. Aku sedang berpikir kalau Ceila sampai melihat hal semacam itu, pastilah akan menjadi traumatis di hari akan datang."***Keesokan harinya, mereka memang sudah sangat ramai berkumpul di pengadilan. Antusias kerabat Barbara terlihat memenuhi teras pe
"Wow, kenapa kalian tidak memanggil kami? Kami bisa saja datang ke sana dan membalas perbuatan mereka.""Hentikan omong kosong kamu Dave! Ovan sudah menyerahkan semuanya pada polisi, nggak perlu repot-repot. Kau hanya perlu mengangkat semua tas itu, oke?"***"Baik, karena semua sudah berkumpul, mari kita melanjutkan pembicaraan kita soal pesta pernikahan Barbara dan Ovan.. Aku ingin pesta pernikahan ini dibuat sangat meriah dan berkesan.""Tunggu! kenapa pernikahan ini diselenggarakan tanpa keluarga Ovan? Ini sangat tak biasa," protes bibi Barbara. "Bukan tak percaya, tapi ..""Bibi, mereka punya tempat tinggal yang sangat jauh. Mereka sangat kesulitan. Toh orang tua Ovan telah tiada, untuk apa memaksakan diri?" jawab Barbara sedikit berbohong. "Barbara, apakah semua baik-baik saja? Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di sana?"Barbara menarik tangan Lena dan membawanya ke kamar miliknya."Bu, aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang ini. Akan tetapi aku pasti akan menceritakan
Ovan yang sudah kembali dengan banyak makanan di kantong belanjanya melihat Barbara terlihat sangat pucat."Sayang, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat pucat. Ada apa?"Barbara tak menjawab, ia hanya memberikan isyarat untuk Ovan melihatnya dengan menunjuk ke arah Laptop."Apa yang terjadi?"Pria itupun masuk ke mobil dan melihat laptopnya.Ovan sangat terkejut karena melihat serombongan orang menyusup ke dalam rumahnya. Bukan satu atau dua orang, tapi ada sekitar tujuh orang pria. Mereka sungguh mengincar apa yang ia miliki. Terlihat beberapa orang berjaga dan yang lainnya memeriksa kotak perhiasan. Mereka sungguh perampok dengan persenjataan lengkap berupa senapan dan senjata tajam. Semua fenomena itu, persis seperti apa yang ia takutkan.Itulah sebabnya ia tidak mau mengambil resiko nyawa, tidak akan!"Kau sudah melihatnya bukan? Kau bisa melihat betapa kejamnya mereka ini. Bahkan dengan apa yang mereka lakukan itu tidak seorangpun yang bisa melarangnya. Aku sangat yakin me