Rencana bertemu dengan Veina gagal. Barbara dan juga Dave hanya bisa pasrah karena mereka tidak tahu dimana keberadaan Ovan dan juga Veina sekarang."Wah, kemana mereka pergi ya? Kalau begini, bagaimana aku bisa menyewa apartemen?" gerutu Dave pelan tapi masih bisa didengar Barbara."Kembalikan saja pada ibunya kalau kamu tak mampu, aku bisa tunjukkan dimana rumahnya.""Enak aja, anak ini sangat kurus dan tidak terawat, aku tidak bisa membiarkan Selen mengambilnya. Aku akan merawat anak ini dengan baik.""Bagaimana kau akan merawatnya dengan baik kalau kau saja nggak punya rumah? Mau kau apakan emangnya?""Eeh...masalah itu...aku bisa pinjam dulu uangmu, kau kan kakak perempuanku."Barbara melotot, baru saja jadi adik, maunya sudah utang saja "Ayolah, kau harus bersedekah pada kami yang membutuhkan," rengek Dave meminta tolong."Huh, kamu ini baru datang sudah merepotkan!""Ayolah, apa kamu nggak kasihan sama keponakan yang imut ini? Apa kau rela kami jadi gelandangan di Jakarta ini,
Wajah Dave bertekuk, rasa kesal terlihat di wajahnya. Sesekali ia melirik ke arah gadis yang sedikit cuek itu.Barbara hanya tersenyum karena sikap Dave itu, melihat bagaimana Dave yang sedikit suka menggombal dengan wanita, pastilah memiliki asisten yang galak sangat cocok untuknya. Lagi pula gadis itu juga pilihan Dave sendiri.Sesampainya di apartemen yang sudah dipesan Barbara, mereka masuk dan mendapatkan apartemen tersebut memiliki beberapa kamar. Cukup besar dan juga memiliki balkon dengan view yang indah."Wow, apartemen ini cukup bagus. Aku suka," kata Dave berkomentar."Lumayan, kamu bisa menempati selama kamu mau. Kebetulan ini milikku sendiri. Kau bebas."Gadis bernama Risa terlihat senang saat ia mendapatkan sebuah kamar besar yang berbeda ruangan dengan Dave."Ini cukup bagus, terutama pemandangan di sekitar bisa terlihat cukup baik," ujarnya pada Barbara. "Tapi ... dimana ibu dari anak ini?" tanya gadis itu kemudian."Uhm... sementara ini dia belum kembali. Itulah sebab
Perlawanan Risa membuat Dave makin panas."Aku tau kamu bukan ibunya, kalau kau ibunya, aku pasti akan nidurin kamu. Jadi, turutin saja kemauanku. Pokoknya urus dia baik-baik! Sedikit saja kamu membuatnya terluka, maka aku akan membalasmu!"Risa tak berani berkata-kata lagi. Tentu saja ia sangat takut dengan Dave yang terkesan urakan itu. Membantah Dave mana mungkin ada menangnya. Ia mulai lega saat Dave melangkah menjauh darinya, akan tetapi baru beberapa langkah saja Dave sudah berbalik lagi ke arahnya. "OH ya, panggil aku Mister Dave, dan jangan berdiri terlalu dekat denganku. Aku tidak mau ada orang mengira bahwa aku punya kedekatan sama seorang babu sepertimu!" kecam Dave dengan mencondongkan wajahnya mendekat wajah Risa.Setelah itu Dave pergi dengan senyuman jahat di wajahnya. Ia tak perduli lagi dengan umpatan dan gerutuan Risa sebab kata-kata penghinaannya.Dave melangkah menyusul Barbara yang sudah ada di mobilnya."Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Barba
Barbara kecewa, tapi ia tidak bisa berbuat banyak selain menunggu keajaiban datang. Hingga setelah hari menjelang siang, sebuah mobil mewah berhenti di depan lapas tersebut. Dan tentu saja Barbara tau siapa yang datang. Ia berlari menyusul langkah pria paruh baya itu."Papa, kau sungguh melakukan semua ini?" protes Barbara seketika.Anton Bagaskara terkejut dengan keberadaan Barbara di tempat itu. Ia bahkan sudah berusaha supaya tidak ketahuan, nyatanya Barbara lebih cepat darinya."Hmm, benar. Mereka layak mendapatkan semua ini. Kau kan tau bagaimana kau menderita karena perbuatan ibumu. Dan sekarang dia ingin kita lebih menderita dengan membuat kita jatuh miskin, mana bisa papamu ini terima begitu saja?" kata Anton Bagaskara beralasan."Tapi, Pa. Ovan adalah suamiku. Aku tak perduli kalau ibu adalah masa lalu papa. Tapi Ovan adalah orang yang sangat aku cintai.""Barbara, mulai sekarang, hiduplah menjadi orang yang masuk akal. Apa kau merasa menikahi Ovan lebih masuk akal dari menik
Veina merasa sangat tertekan saat itu, ia bahkan hampir depresi kalau saja ia tidak ingat dengan janin yang ada di perutnya. Setidaknya, ia masih menyayangi nyawa manusia di dalam tubuhnya. Seolah semua berputar di kepalanya, kenangan menyakitkan itu menari di kepalanya."Kau tau, bagaimana jijiknya aku pada diriku sendiri saat itu, karena semua hancur tak berbentuk. Tapi lihatlah, kau hanya mementingkan ego karena obsesimu yang gila. Aku sungguh tak mengerti, kenapa aku tidak punya hak atas diriku sendiri, Anton?"Anton Bagaskara mengerjap, memalingkan wajahnya ke arah lain karena sedikit terintimidasi."Kau tak harus mengatakan semua itu, kau melakukan kejahatan, dan sekarang kau tinggal menikmati hukumanmu, jangan mengatakan kau tidak bersalah hanya karena balas dendam.""Baiklah, tapi bebaskan Ovan. Tak masalah berapa lama kamu ingin menghukum ku, tapi aku tidak akan membiarkan Barbara terpaksa menikahi lelaki yang tidak dicintainya. Aku tidak akan membiarkan," kecam Veina dan itu
Perlahan ia mencari celah pintu terbuka yang bisa melihat gadis kecilnya tertawa bersama baby sitternya itu. Kalau ia memanggil bocah itu, ia yakin akan mengganggu aktivitas bahagia mereka. Sedikit susah payah mencari posisi, akhirnya ia bisa melihat apa yang sedang mereka kerjakan.Risa yang basah kuyup, dan Ceila sedang memegang selang air memandikan Risa. Sepertinya mereka berpesta busa sabun dan bermain gelembung dengan senang. Guyuran Ceila membuat gadis kecilnya tertawa terbahak-bahak karena sepertinya Risa melucu. Entahlah mimik wajah apa yang ditunjukkan Risa sehingga Ceila kegirangan.Saking asyiknya, Dave terus memperhatikan mereka. Hingga beberapa detik kemudian, Risa berdiri di bathtub dengan pakaian yang tipis mencetak postur tubuhnya.Dave memalingkan wajahnya, dadanya berdegup kencang demi melihat pemandangan di hadapannya. Secara reflek ia juga mendorong pintu kamar mandi yang membuat Risa menoleh kaget."Siapa itu?" ujar Risa karena reflek terkejut.Iapun menyambar ha
Barbara menemui seorang pengacara untuk bisa membantu Ovan dan Nyonya Vein. Kondisi hatinya sangat kacau dan tidak baik. Akan tetapi ia juga harus memikirkan bagaimana situasi ini bisa membaik.Percuma meminta bantuan ayahnya yang sedang dilanda dendam masa lalunya. Sekarang ia harus berusaha sendiri dan bekerja sama dengan asisten nyonya Vein.Saat ia sedang menuju suatu tempat, ia dikejutkan dengan kehadiran Leo di sana.Hampir saja ia menghindari dan berlari menjauh, sayangnya Leo sudah menghadangnya."Barbara, jangan lari, kita bisa bicara baik-baik," pinta Leo kepadanya."Tidak perlu, Leo. Semua sudah jelas. Kamu orang jahat, jangan pernah lagi di hadapanku!" pekiknya kesal."Barbara, semua itu kulakukan karena aku sangat mencintaimu. Aku sungguh tak mampu menahannya jika kau selalu bersikap membantah. Sekarang jika kau tidak menikahiku, maka ayahmu akan semakin membuat Ovan menderita."Barbara mengepalkan tangannya, ia sungguh tak mengerti kenapa ayahnya dan juga lelaki brengsek
Barbara terus berjalan mengikuti langkah Leo menyusuri lorong ruangan besar itu. Ia bahkan tak pernah tau kalau ayahnya memiliki properti sebesar ini dan dipercayakan kepada Leo. Kedekatan mereka memang bukan isapan jempol."Apakah masih jauh?""Tenanglah Barbara. Kalau aku berniat jahat, bisa saja aku melakukannya sekarang. Akan tetapi aku hanya merasa lega, ternyata pernikahan kita sudah ditentukan," desis Leo senang."Itu ide gila. Tidak ada perceraian antara aku dengan Ovan!" sentaknya."Ha hahah, aku tidak butuh selembar kertas, Barbara. Aku mau tubuhmu, dan jangan lupa, aku juga butuh uang ayahmu.""Bedebah! Kau pikir aku barang hadiah? Brengsek!" Barbara mulai memekik marah, tangannya terangkat hendak memukul Leo, akan tetapi Leo dengan cepat mencekal tangan Barbara."Jangan membuatku marah, Barbara. Aku serius memberikan kesempatan untuk bertemu dengan Ovan, tapi kau malah membuatku marah? Ingat, nyawa Ovan ada padaku."Barbar meronta, melepaskan cekalan Leo.Saat terlepas, ia