Perlahan ia mencari celah pintu terbuka yang bisa melihat gadis kecilnya tertawa bersama baby sitternya itu. Kalau ia memanggil bocah itu, ia yakin akan mengganggu aktivitas bahagia mereka. Sedikit susah payah mencari posisi, akhirnya ia bisa melihat apa yang sedang mereka kerjakan.Risa yang basah kuyup, dan Ceila sedang memegang selang air memandikan Risa. Sepertinya mereka berpesta busa sabun dan bermain gelembung dengan senang. Guyuran Ceila membuat gadis kecilnya tertawa terbahak-bahak karena sepertinya Risa melucu. Entahlah mimik wajah apa yang ditunjukkan Risa sehingga Ceila kegirangan.Saking asyiknya, Dave terus memperhatikan mereka. Hingga beberapa detik kemudian, Risa berdiri di bathtub dengan pakaian yang tipis mencetak postur tubuhnya.Dave memalingkan wajahnya, dadanya berdegup kencang demi melihat pemandangan di hadapannya. Secara reflek ia juga mendorong pintu kamar mandi yang membuat Risa menoleh kaget."Siapa itu?" ujar Risa karena reflek terkejut.Iapun menyambar ha
Barbara menemui seorang pengacara untuk bisa membantu Ovan dan Nyonya Vein. Kondisi hatinya sangat kacau dan tidak baik. Akan tetapi ia juga harus memikirkan bagaimana situasi ini bisa membaik.Percuma meminta bantuan ayahnya yang sedang dilanda dendam masa lalunya. Sekarang ia harus berusaha sendiri dan bekerja sama dengan asisten nyonya Vein.Saat ia sedang menuju suatu tempat, ia dikejutkan dengan kehadiran Leo di sana.Hampir saja ia menghindari dan berlari menjauh, sayangnya Leo sudah menghadangnya."Barbara, jangan lari, kita bisa bicara baik-baik," pinta Leo kepadanya."Tidak perlu, Leo. Semua sudah jelas. Kamu orang jahat, jangan pernah lagi di hadapanku!" pekiknya kesal."Barbara, semua itu kulakukan karena aku sangat mencintaimu. Aku sungguh tak mampu menahannya jika kau selalu bersikap membantah. Sekarang jika kau tidak menikahiku, maka ayahmu akan semakin membuat Ovan menderita."Barbara mengepalkan tangannya, ia sungguh tak mengerti kenapa ayahnya dan juga lelaki brengsek
Barbara terus berjalan mengikuti langkah Leo menyusuri lorong ruangan besar itu. Ia bahkan tak pernah tau kalau ayahnya memiliki properti sebesar ini dan dipercayakan kepada Leo. Kedekatan mereka memang bukan isapan jempol."Apakah masih jauh?""Tenanglah Barbara. Kalau aku berniat jahat, bisa saja aku melakukannya sekarang. Akan tetapi aku hanya merasa lega, ternyata pernikahan kita sudah ditentukan," desis Leo senang."Itu ide gila. Tidak ada perceraian antara aku dengan Ovan!" sentaknya."Ha hahah, aku tidak butuh selembar kertas, Barbara. Aku mau tubuhmu, dan jangan lupa, aku juga butuh uang ayahmu.""Bedebah! Kau pikir aku barang hadiah? Brengsek!" Barbara mulai memekik marah, tangannya terangkat hendak memukul Leo, akan tetapi Leo dengan cepat mencekal tangan Barbara."Jangan membuatku marah, Barbara. Aku serius memberikan kesempatan untuk bertemu dengan Ovan, tapi kau malah membuatku marah? Ingat, nyawa Ovan ada padaku."Barbar meronta, melepaskan cekalan Leo.Saat terlepas, ia
Barbara langsung tertawa lebar. Apa hanya karena itu Dave sampai melamun dan bermuram durja? Bahkan itu hanya ucapan seorang anak kecil, kenapa juga harus dipikirkan secara serius begitu? "Kenapa itu menjadi masalah besar?""Apa kau gila? Perempuan pembantu ini? Cih, nggak level, Barbara," sungutnya."Kamu kaya bon cabe, ada levelnya segala, ha ha hah," Barbara makin terpingkal-pingkal karenanya. Membayangkan bagaimana kalau itu terjadi, dan Risa benar-benar jadi ibu Ceila, pasti Dave makan sumpahnya sendiri."Barbara, aku sedang serius, ini tidak boleh terjadi samasekali. Hanya saja aku tidak mau juga kalau Selen yang kejam itu menjadi ibunya, lihat, Ceila lebih menyukai Risa," terangnya."Dave, Risa itu melakukannya karena mendapatkan bayaran, ia harus bisa mengambil hati Ceila, kenapa jadi kamu yang baper?" Barbara menggelengkan kepalanya karena merasa lucu."Benar juga, kenapa aku yang nggak berpikir sampai situ ya? Bagaimana kalau aku membayar lebih untuk dia bisa berpura-pura m
Dave terpaksa mengambil obat penurun panas dan air putih di gelas. Lalu ia membangunkan Risa perlahan."Ayo, bangunlah, kau harus minum obat," kata Dave sembari meletakkan Pil di bibir Risa.Risa hanya menatapnya sendu, lalu terlihat sebutir air matanya melesat di pipinya."Kau... menangis?"Tak menjawab, Risa mengambil butiran obat dari tangan Dave dan meminumnya sendiri. "Maaf," ucapnya lirih."Hei...kau meminta maaf? Bagus, aku suka kalau kau sudah bisa meminta maaf begitu. Kalau sembuh nanti, sering-sering minta maaf dan jangan banyak membangkang, oke?"Risa tak menjawab, lalu ia memejamkan matanya. Hal itu membuat Dave sedikit bingung. Lalu ia mengambil kompres hangat, meletakkan di kening Risa perlahan."Daddy, kau harus membuat bubur untuk mommy," perintah Ceila."Aku? Kenapa?"Ceila berkacak pinggang, gadis kecil itu berekspresi lucu karena Dave terlalu telmi."Dad, mommy sakit, butuh banyak makanan untuk bisa segera sehat."Dave menepuk jidatnya. Kenapa ia tak teringat dengan
"Benar, apa yang harus kita lakukan? Seharusnya kau tau bukan?"Ovan teringat dengan bisikan Barbara, bahwa dia akan menunggu Ovan, apakah itu artinya..."Haruskah aku melakukannya? Aku takut ini akan semakin membuatnya menderita," desis Ovan, akan tetapi ia tak punya cara lain selain mendatangi pernikahan itu."Ini, pakai pakaian dan rambut palsu ini, kau harus melakukan sesuatu!" tegas Dave dengan melempar rambut palsu dan pakaian jas mahal untuk Ovan dalam keadaan mobil telah melaju.Untungnya tidak ada pengejaran karena mereka sangat lihai dalam melumpuhkan penjaga.Sepertinya Dave dan teman-temannya menyuntikkan sebuah obat agar mereka tidak sadarkan diri sampai waktu tertentu.Setelah beberapa lama mereka melaju, sampailah mereka di sebuah gedung yang megah dengan nuansa modern di sana-sini. Gedung tersebut sepertinya memang dirancang untuk acara pesta kalangan borju, ditambah lagi dengan halaman parkir yang dipenuhi mobil mewah, Ovan bisa membayangkan siapa yang datang di tempa
Barbara tersenyum licik karena berhasil menjebak Leo.Apa yang dikatakan penawar, justru racun yang sebenarnya. Leo menenggak habis minuman itu, dan tersenyum pada Barbara."Penawar ini cukup untukku saja, kau tak perlu meminumnya. Sebab, harta milikmu akan menjadi milikku juga. Bukankah kau cuma bercanda, Barbara? Aku yakin kamu juga takut mati.""Kau benar, aku takut mati. Hanya saja aku tidak bercanda soal meracuni kamu, Leo. Anggap saja itu balasan karena kamu pernah mencoba memperkosaku. Bukankah itu alasan yang lebih masuk akal?"Selagi mengatakannya, Barbara bisa melihat Leo sudah memegangi perutnya yang nyeri, dan matanya sedikit memerah.Leo pun kemudian berlari ke toilet karena ingin muntah karena mual yang dirasakannya. Barbara hanya melihatnya dengan mata memicing, karena merasa sepertinya melihat pemandangan yang menyenangkan."Rasakan lah, Leo. Kau pantas menerimanya. Kau pantas untuk pergi dari sisiku," gumamnya.Barbara bisa melihat Ovan dan Dave sedang asyik berbincan
Ovan terkejut, ia sungguh tak mengira akan mendapatkan sebuah berita besar yang membuatnya tercengang. Ia sangat terkejut dengan pengakuan Barbara bahwa dirinya sekarang sedang hamil."Kau dengar, Dave? Barbara mengaku dirinya hamil anakku?" katanya dengan wajah berseri menatap Dave meminta dukungan dan penjelasan, barangkali Dave sudah tahu lebih dulu darinya. "Kenapa dia tidak mengatakannya padaku? Bagaimana denganmu, apakah kau sudah mengetahuinya?""Hei, mana mungkin aku tau. Barbara bisa saja sedang bergurau dan membuat sensasi. Jangan terlalu berharap, bisa saja ini sebuah trik untuk mengacaukan pesta pernikahan ini."Ovan mulai ragu, mungkin saja ucapan Dave adalah yang sebenarnya, bahwa Barbara mengatakan hal itu untuk sekedar membuat kekacauan. "Tapi bagaimana kalau ternyata Barbara memang hamil anakku? Bukankah seharusnya aku bahagia?"Lalu mereka sama-sama terdiam, saat Barbara melanjutkan ucapannya."Malam ini, aku akan memperkenalkan siapa sebenarnya suamiku itu..."Tak