Barbara terus berjalan mengikuti langkah Leo menyusuri lorong ruangan besar itu. Ia bahkan tak pernah tau kalau ayahnya memiliki properti sebesar ini dan dipercayakan kepada Leo. Kedekatan mereka memang bukan isapan jempol."Apakah masih jauh?""Tenanglah Barbara. Kalau aku berniat jahat, bisa saja aku melakukannya sekarang. Akan tetapi aku hanya merasa lega, ternyata pernikahan kita sudah ditentukan," desis Leo senang."Itu ide gila. Tidak ada perceraian antara aku dengan Ovan!" sentaknya."Ha hahah, aku tidak butuh selembar kertas, Barbara. Aku mau tubuhmu, dan jangan lupa, aku juga butuh uang ayahmu.""Bedebah! Kau pikir aku barang hadiah? Brengsek!" Barbara mulai memekik marah, tangannya terangkat hendak memukul Leo, akan tetapi Leo dengan cepat mencekal tangan Barbara."Jangan membuatku marah, Barbara. Aku serius memberikan kesempatan untuk bertemu dengan Ovan, tapi kau malah membuatku marah? Ingat, nyawa Ovan ada padaku."Barbar meronta, melepaskan cekalan Leo.Saat terlepas, ia
Barbara langsung tertawa lebar. Apa hanya karena itu Dave sampai melamun dan bermuram durja? Bahkan itu hanya ucapan seorang anak kecil, kenapa juga harus dipikirkan secara serius begitu? "Kenapa itu menjadi masalah besar?""Apa kau gila? Perempuan pembantu ini? Cih, nggak level, Barbara," sungutnya."Kamu kaya bon cabe, ada levelnya segala, ha ha hah," Barbara makin terpingkal-pingkal karenanya. Membayangkan bagaimana kalau itu terjadi, dan Risa benar-benar jadi ibu Ceila, pasti Dave makan sumpahnya sendiri."Barbara, aku sedang serius, ini tidak boleh terjadi samasekali. Hanya saja aku tidak mau juga kalau Selen yang kejam itu menjadi ibunya, lihat, Ceila lebih menyukai Risa," terangnya."Dave, Risa itu melakukannya karena mendapatkan bayaran, ia harus bisa mengambil hati Ceila, kenapa jadi kamu yang baper?" Barbara menggelengkan kepalanya karena merasa lucu."Benar juga, kenapa aku yang nggak berpikir sampai situ ya? Bagaimana kalau aku membayar lebih untuk dia bisa berpura-pura m
Dave terpaksa mengambil obat penurun panas dan air putih di gelas. Lalu ia membangunkan Risa perlahan."Ayo, bangunlah, kau harus minum obat," kata Dave sembari meletakkan Pil di bibir Risa.Risa hanya menatapnya sendu, lalu terlihat sebutir air matanya melesat di pipinya."Kau... menangis?"Tak menjawab, Risa mengambil butiran obat dari tangan Dave dan meminumnya sendiri. "Maaf," ucapnya lirih."Hei...kau meminta maaf? Bagus, aku suka kalau kau sudah bisa meminta maaf begitu. Kalau sembuh nanti, sering-sering minta maaf dan jangan banyak membangkang, oke?"Risa tak menjawab, lalu ia memejamkan matanya. Hal itu membuat Dave sedikit bingung. Lalu ia mengambil kompres hangat, meletakkan di kening Risa perlahan."Daddy, kau harus membuat bubur untuk mommy," perintah Ceila."Aku? Kenapa?"Ceila berkacak pinggang, gadis kecil itu berekspresi lucu karena Dave terlalu telmi."Dad, mommy sakit, butuh banyak makanan untuk bisa segera sehat."Dave menepuk jidatnya. Kenapa ia tak teringat dengan
"Benar, apa yang harus kita lakukan? Seharusnya kau tau bukan?"Ovan teringat dengan bisikan Barbara, bahwa dia akan menunggu Ovan, apakah itu artinya..."Haruskah aku melakukannya? Aku takut ini akan semakin membuatnya menderita," desis Ovan, akan tetapi ia tak punya cara lain selain mendatangi pernikahan itu."Ini, pakai pakaian dan rambut palsu ini, kau harus melakukan sesuatu!" tegas Dave dengan melempar rambut palsu dan pakaian jas mahal untuk Ovan dalam keadaan mobil telah melaju.Untungnya tidak ada pengejaran karena mereka sangat lihai dalam melumpuhkan penjaga.Sepertinya Dave dan teman-temannya menyuntikkan sebuah obat agar mereka tidak sadarkan diri sampai waktu tertentu.Setelah beberapa lama mereka melaju, sampailah mereka di sebuah gedung yang megah dengan nuansa modern di sana-sini. Gedung tersebut sepertinya memang dirancang untuk acara pesta kalangan borju, ditambah lagi dengan halaman parkir yang dipenuhi mobil mewah, Ovan bisa membayangkan siapa yang datang di tempa
Barbara tersenyum licik karena berhasil menjebak Leo.Apa yang dikatakan penawar, justru racun yang sebenarnya. Leo menenggak habis minuman itu, dan tersenyum pada Barbara."Penawar ini cukup untukku saja, kau tak perlu meminumnya. Sebab, harta milikmu akan menjadi milikku juga. Bukankah kau cuma bercanda, Barbara? Aku yakin kamu juga takut mati.""Kau benar, aku takut mati. Hanya saja aku tidak bercanda soal meracuni kamu, Leo. Anggap saja itu balasan karena kamu pernah mencoba memperkosaku. Bukankah itu alasan yang lebih masuk akal?"Selagi mengatakannya, Barbara bisa melihat Leo sudah memegangi perutnya yang nyeri, dan matanya sedikit memerah.Leo pun kemudian berlari ke toilet karena ingin muntah karena mual yang dirasakannya. Barbara hanya melihatnya dengan mata memicing, karena merasa sepertinya melihat pemandangan yang menyenangkan."Rasakan lah, Leo. Kau pantas menerimanya. Kau pantas untuk pergi dari sisiku," gumamnya.Barbara bisa melihat Ovan dan Dave sedang asyik berbincan
Ovan terkejut, ia sungguh tak mengira akan mendapatkan sebuah berita besar yang membuatnya tercengang. Ia sangat terkejut dengan pengakuan Barbara bahwa dirinya sekarang sedang hamil."Kau dengar, Dave? Barbara mengaku dirinya hamil anakku?" katanya dengan wajah berseri menatap Dave meminta dukungan dan penjelasan, barangkali Dave sudah tahu lebih dulu darinya. "Kenapa dia tidak mengatakannya padaku? Bagaimana denganmu, apakah kau sudah mengetahuinya?""Hei, mana mungkin aku tau. Barbara bisa saja sedang bergurau dan membuat sensasi. Jangan terlalu berharap, bisa saja ini sebuah trik untuk mengacaukan pesta pernikahan ini."Ovan mulai ragu, mungkin saja ucapan Dave adalah yang sebenarnya, bahwa Barbara mengatakan hal itu untuk sekedar membuat kekacauan. "Tapi bagaimana kalau ternyata Barbara memang hamil anakku? Bukankah seharusnya aku bahagia?"Lalu mereka sama-sama terdiam, saat Barbara melanjutkan ucapannya."Malam ini, aku akan memperkenalkan siapa sebenarnya suamiku itu..."Tak
"Tentu saja, Pa. Tentu saja aku masih mengingatnya dengan jelas. Aku masih bisa merasakan aroma panas dan menakutkan dari kecelakaan itu. Akan tetapi apa kaitannya dengan semua ini? Papa membuatku semakin tak mengerti," katanya, sembari menatap wajah ayahnya yang terlihat gelisah."Bukan papa tidak merestui kalian, akan tetapi kalian akan selalu terancam jika kita tidak menyelesaikan semua ini dengan baik.""Maksud papa?""Menikahi Leo bukan berarti pernikahan yang sesungguhnya, Barbara."Kali ini Barbara terkesima. Ia tak pernah melihat ayahnya berbicara tidak serius soal pernikahan dengan Leo. Bahkan Leo mendapatkan segalanya dari ayahnya dan terkesan membenci Ovan. Sandiwara apa lagi ini?"Pa, sudahlah, sekarang Leo tidak bisa menggangguku lagi dan aku sudah mengumumkan pernikahanku. Kenapa papa begitu kuatir?"Anton Bagaskara kuatir, karena tau siapa yang dia hadapi saat ini. Bahkan Leo telah memegang satu kelemahan yang bisa menghancurkan seluruh perusahaannya."Kau tak mengenal
Leo tersenyum jahat, melirik ke arah Barbara yang masih dalam balutan gaun putihnya. Lalu iapun memutar kepalanya ke arah Anton yang menunggu jawabannya."Tuan Anton, kau sangat tidak tulus menyerahkan putrimu. Bagaimana aku bisa percaya kepadamu sebelum aku menyentuhnya, menikmati malam pertama kami?" ujarnya menyeringai dan sedikit mengedipkan sebelah matanya dengan suara yang pelan Anton mengepalkan tinjunya, merasa kesal dengan sikap Leo."Aku hanya menikahkan, dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan kita. Barbara menikahi kamu, meskipun ia tidak menerima sepenuhnya, akan tetapi ia mengalah demi keinginan ayahnya, kenapa kau tidak percaya bagaimana aku meyakinkan Barbara untuk menerima orang sepertimu?" kali ini Anton harus lebih membuat Leo yakin. "Seharusnya dulu kau tidak menyakiti hatinya, seharusnya kau menjadi lelaki yang mengerti perasaannya, jadi kenapa aku harus begitu susah?""Kalau begitu, aku akan memberikan rekaman itu setelah kami berada di kamar pengantin kami. Bis