Wajah Dave bertekuk, rasa kesal terlihat di wajahnya. Sesekali ia melirik ke arah gadis yang sedikit cuek itu.Barbara hanya tersenyum karena sikap Dave itu, melihat bagaimana Dave yang sedikit suka menggombal dengan wanita, pastilah memiliki asisten yang galak sangat cocok untuknya. Lagi pula gadis itu juga pilihan Dave sendiri.Sesampainya di apartemen yang sudah dipesan Barbara, mereka masuk dan mendapatkan apartemen tersebut memiliki beberapa kamar. Cukup besar dan juga memiliki balkon dengan view yang indah."Wow, apartemen ini cukup bagus. Aku suka," kata Dave berkomentar."Lumayan, kamu bisa menempati selama kamu mau. Kebetulan ini milikku sendiri. Kau bebas."Gadis bernama Risa terlihat senang saat ia mendapatkan sebuah kamar besar yang berbeda ruangan dengan Dave."Ini cukup bagus, terutama pemandangan di sekitar bisa terlihat cukup baik," ujarnya pada Barbara. "Tapi ... dimana ibu dari anak ini?" tanya gadis itu kemudian."Uhm... sementara ini dia belum kembali. Itulah sebab
Perlawanan Risa membuat Dave makin panas."Aku tau kamu bukan ibunya, kalau kau ibunya, aku pasti akan nidurin kamu. Jadi, turutin saja kemauanku. Pokoknya urus dia baik-baik! Sedikit saja kamu membuatnya terluka, maka aku akan membalasmu!"Risa tak berani berkata-kata lagi. Tentu saja ia sangat takut dengan Dave yang terkesan urakan itu. Membantah Dave mana mungkin ada menangnya. Ia mulai lega saat Dave melangkah menjauh darinya, akan tetapi baru beberapa langkah saja Dave sudah berbalik lagi ke arahnya. "OH ya, panggil aku Mister Dave, dan jangan berdiri terlalu dekat denganku. Aku tidak mau ada orang mengira bahwa aku punya kedekatan sama seorang babu sepertimu!" kecam Dave dengan mencondongkan wajahnya mendekat wajah Risa.Setelah itu Dave pergi dengan senyuman jahat di wajahnya. Ia tak perduli lagi dengan umpatan dan gerutuan Risa sebab kata-kata penghinaannya.Dave melangkah menyusul Barbara yang sudah ada di mobilnya."Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Barba
Barbara kecewa, tapi ia tidak bisa berbuat banyak selain menunggu keajaiban datang. Hingga setelah hari menjelang siang, sebuah mobil mewah berhenti di depan lapas tersebut. Dan tentu saja Barbara tau siapa yang datang. Ia berlari menyusul langkah pria paruh baya itu."Papa, kau sungguh melakukan semua ini?" protes Barbara seketika.Anton Bagaskara terkejut dengan keberadaan Barbara di tempat itu. Ia bahkan sudah berusaha supaya tidak ketahuan, nyatanya Barbara lebih cepat darinya."Hmm, benar. Mereka layak mendapatkan semua ini. Kau kan tau bagaimana kau menderita karena perbuatan ibumu. Dan sekarang dia ingin kita lebih menderita dengan membuat kita jatuh miskin, mana bisa papamu ini terima begitu saja?" kata Anton Bagaskara beralasan."Tapi, Pa. Ovan adalah suamiku. Aku tak perduli kalau ibu adalah masa lalu papa. Tapi Ovan adalah orang yang sangat aku cintai.""Barbara, mulai sekarang, hiduplah menjadi orang yang masuk akal. Apa kau merasa menikahi Ovan lebih masuk akal dari menik
Veina merasa sangat tertekan saat itu, ia bahkan hampir depresi kalau saja ia tidak ingat dengan janin yang ada di perutnya. Setidaknya, ia masih menyayangi nyawa manusia di dalam tubuhnya. Seolah semua berputar di kepalanya, kenangan menyakitkan itu menari di kepalanya."Kau tau, bagaimana jijiknya aku pada diriku sendiri saat itu, karena semua hancur tak berbentuk. Tapi lihatlah, kau hanya mementingkan ego karena obsesimu yang gila. Aku sungguh tak mengerti, kenapa aku tidak punya hak atas diriku sendiri, Anton?"Anton Bagaskara mengerjap, memalingkan wajahnya ke arah lain karena sedikit terintimidasi."Kau tak harus mengatakan semua itu, kau melakukan kejahatan, dan sekarang kau tinggal menikmati hukumanmu, jangan mengatakan kau tidak bersalah hanya karena balas dendam.""Baiklah, tapi bebaskan Ovan. Tak masalah berapa lama kamu ingin menghukum ku, tapi aku tidak akan membiarkan Barbara terpaksa menikahi lelaki yang tidak dicintainya. Aku tidak akan membiarkan," kecam Veina dan itu
Perlahan ia mencari celah pintu terbuka yang bisa melihat gadis kecilnya tertawa bersama baby sitternya itu. Kalau ia memanggil bocah itu, ia yakin akan mengganggu aktivitas bahagia mereka. Sedikit susah payah mencari posisi, akhirnya ia bisa melihat apa yang sedang mereka kerjakan.Risa yang basah kuyup, dan Ceila sedang memegang selang air memandikan Risa. Sepertinya mereka berpesta busa sabun dan bermain gelembung dengan senang. Guyuran Ceila membuat gadis kecilnya tertawa terbahak-bahak karena sepertinya Risa melucu. Entahlah mimik wajah apa yang ditunjukkan Risa sehingga Ceila kegirangan.Saking asyiknya, Dave terus memperhatikan mereka. Hingga beberapa detik kemudian, Risa berdiri di bathtub dengan pakaian yang tipis mencetak postur tubuhnya.Dave memalingkan wajahnya, dadanya berdegup kencang demi melihat pemandangan di hadapannya. Secara reflek ia juga mendorong pintu kamar mandi yang membuat Risa menoleh kaget."Siapa itu?" ujar Risa karena reflek terkejut.Iapun menyambar ha
Barbara menemui seorang pengacara untuk bisa membantu Ovan dan Nyonya Vein. Kondisi hatinya sangat kacau dan tidak baik. Akan tetapi ia juga harus memikirkan bagaimana situasi ini bisa membaik.Percuma meminta bantuan ayahnya yang sedang dilanda dendam masa lalunya. Sekarang ia harus berusaha sendiri dan bekerja sama dengan asisten nyonya Vein.Saat ia sedang menuju suatu tempat, ia dikejutkan dengan kehadiran Leo di sana.Hampir saja ia menghindari dan berlari menjauh, sayangnya Leo sudah menghadangnya."Barbara, jangan lari, kita bisa bicara baik-baik," pinta Leo kepadanya."Tidak perlu, Leo. Semua sudah jelas. Kamu orang jahat, jangan pernah lagi di hadapanku!" pekiknya kesal."Barbara, semua itu kulakukan karena aku sangat mencintaimu. Aku sungguh tak mampu menahannya jika kau selalu bersikap membantah. Sekarang jika kau tidak menikahiku, maka ayahmu akan semakin membuat Ovan menderita."Barbara mengepalkan tangannya, ia sungguh tak mengerti kenapa ayahnya dan juga lelaki brengsek
Barbara terus berjalan mengikuti langkah Leo menyusuri lorong ruangan besar itu. Ia bahkan tak pernah tau kalau ayahnya memiliki properti sebesar ini dan dipercayakan kepada Leo. Kedekatan mereka memang bukan isapan jempol."Apakah masih jauh?""Tenanglah Barbara. Kalau aku berniat jahat, bisa saja aku melakukannya sekarang. Akan tetapi aku hanya merasa lega, ternyata pernikahan kita sudah ditentukan," desis Leo senang."Itu ide gila. Tidak ada perceraian antara aku dengan Ovan!" sentaknya."Ha hahah, aku tidak butuh selembar kertas, Barbara. Aku mau tubuhmu, dan jangan lupa, aku juga butuh uang ayahmu.""Bedebah! Kau pikir aku barang hadiah? Brengsek!" Barbara mulai memekik marah, tangannya terangkat hendak memukul Leo, akan tetapi Leo dengan cepat mencekal tangan Barbara."Jangan membuatku marah, Barbara. Aku serius memberikan kesempatan untuk bertemu dengan Ovan, tapi kau malah membuatku marah? Ingat, nyawa Ovan ada padaku."Barbar meronta, melepaskan cekalan Leo.Saat terlepas, ia
Barbara langsung tertawa lebar. Apa hanya karena itu Dave sampai melamun dan bermuram durja? Bahkan itu hanya ucapan seorang anak kecil, kenapa juga harus dipikirkan secara serius begitu? "Kenapa itu menjadi masalah besar?""Apa kau gila? Perempuan pembantu ini? Cih, nggak level, Barbara," sungutnya."Kamu kaya bon cabe, ada levelnya segala, ha ha hah," Barbara makin terpingkal-pingkal karenanya. Membayangkan bagaimana kalau itu terjadi, dan Risa benar-benar jadi ibu Ceila, pasti Dave makan sumpahnya sendiri."Barbara, aku sedang serius, ini tidak boleh terjadi samasekali. Hanya saja aku tidak mau juga kalau Selen yang kejam itu menjadi ibunya, lihat, Ceila lebih menyukai Risa," terangnya."Dave, Risa itu melakukannya karena mendapatkan bayaran, ia harus bisa mengambil hati Ceila, kenapa jadi kamu yang baper?" Barbara menggelengkan kepalanya karena merasa lucu."Benar juga, kenapa aku yang nggak berpikir sampai situ ya? Bagaimana kalau aku membayar lebih untuk dia bisa berpura-pura m
"Apakah kisah kita juga termasuk yang unik?" kali ini Risa berkata sambil senyum-senyum."Kita? Apa kau sungguh mencintaiku?""Jawab saja pertanyaanku!"Drett dreett dreett!Ponsel Dave berdering dan pria itu lalu mengambil ponsel di sakunya.["Halo, ada apa?"]["Kenapa galak begitu? Aku mengganggumu?"]["Tidak, tapi kau merusak aktifitasku."]["Oh sayangku, tapi hari ini kau harus segera datang karena ini sangat penting, Dave."]["Barbara, kau selalu saja menganggap penting masalahmu. Kau bisa bilang dari sekarang, ada apa dan kenapa kami harus datang?"]["Terserah, kau harus datang! Titik!"]Klep!"Siapa?" Risa bertanya."Siapa lagi kalau bukan saudara perempuanku yang bawel itu, heh?" kata Dave, tapi dia malah tersenyum. "Bersiaplah, kita harus datang ke rumah mereka."Tak ada jawaban, Risa hanya bergegas sesuai kata Dave. Di rumah Anton Bagaskara, mereka berkumpul dengan aneka macam hidangan. Mereka dengan sengaja mengundang Dave dan Risa dan juga Veina.Anton Bagaskara terlihat
Pagi mulai merayap memancarkan sinarnya. Dari setiap asa yang terbersit, selalu ada cara untuk menempuh harapan yang ingin ia wujudkan.Harapan terbesar yang hampir ingin dicapai manusia adalah mereka ingin menikmati bahagia di hari ini.Doa dilantunkan, dipanjatkan demi mengharapkan takdir yang baik untuk dirinya dan orang yang dicintainya.Siapa yang tak ingin bahagia?Mustahil bagi manusia untuk berharap tidak bahagia.Akan tetapi pada sebagian hidup yang ia jalani, ia harus menempuh ujian sampai ia akan tahu di akhir ujian itulah kebahagiaan yang sebenarnya.Bahagia itu relatif, demikian kata sebagian orang.Seorang yang membutuhkan uang, ia akan bahagia saat mendapatkan uang yang ia inginkan.Seorang yang membutuhkan kasih sayang, maka ia akan mengharapkan kasih sayang dan cinta dan ia akan bahagia karenanya.Sebagian orang memilih untuk tidak perduli dengan pencapaian orang lain, ia merasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya, bersyukur dengan apa yang ia miliki.Ia menutup ma
"Maafkan Ceila, Bu. Dia sedikit takut," kata Risa dengan memeluknya."Takut? Apa ini? Kenapa dia harus takut denganku?" heran Veina."Mom, kau memang menakutkan, Ceila kan belum mengenalmu, jadi wajar kalau dia takut dengan wajah seram Mommy," kata Dave kemudian, dia berbicara dengan sedikit mengulas senyum."Apa apaan, kau omong kosong ya?"Risa ikut tersenyum karena kelakuan Dave yang menggoda ibunya."Masalah ini sedikit rumit menjelaskannya, Bu. Yang jelas Ceila tahu Ibu baru di penjara seperti ibunya."Veina merenungkannya, Risa mungkin sedang mengatakan kalau Ceila memiliki traumatis bahkan saat bertemu dirinya."Baiklah, aku bisa mengerti. Padahal aku sangat ingin memeluk cucu Perempuanku, eh, kenapa sampai takut begitu...ufh," keluhnya. "Tapi, cepatlah berkumpul bersama Barbara, kita harus punya foto kenangan yang bagus, oke?""Baik, Bu."Risa akhirnya membujuk Ceila untuk berkumpul bersama keluarga dan mengatakan bahwa Selen tidak mungkin ada di tempat pesta tersebut. Ia sung
"Anu...kamu sekarang...""Ya, tentu saja aku harus ada di sini, ini adalah pernikahan putriku. Bagaimana kabar kalian, apakah semua baik?""Iya... tentu saja kami baik. Dan kamu, apakah menetap di sini sekarang? Aku dengar kamu ada di Belanda.""Benar, aku memang di Belanda kemarin, tapi sekarang aku akan menetap di sini.""Di rumah ini?" kata salah seorang menyahut."Tidak. Sekarang aku masih dalam masa tahanan, tapi kalau sudah bebas nanti, aku mungkin akan membeli rumah di sekitar sini.""Apa maksudmu dalam masa tahanan? Apa kau.... melakukan kejahatan?" tanya salah satunya ragu, sementara yang lain saling melihat. Mereka makin memperhatikan penampilan Veina yang sangat mewah dan mencolok, memangnya kejahatan apa yang dia perbuat?Pandangan mata mereka mulai berubah canggung, sepertinya ada sedikit rasa takut pada Veina."Jangan kuatir, aku bukan pembunuh kecuali dengan terpaksa," kata Veina dengan tersenyum yang membuat para wanita itu semakin gugup.Saat itu Lena juga ikut mendek
Warna bahagia meliputi suasana sebuah aula pertemuan milik Anton Bagaskara. Gedung megah itu memiliki kesibukan yang tak biasa pada hari itu.Penjagaan ketat di berbagai tempat samasekali tidak menghilangkan suasana rileks dan bersahabat menyambut siapapun yang hadir dalam undangan pernikahan Ovan dan Barbara.Bahkan saat mereka melihat semakin ke dalam, maka mereka akan menyaksikan lebih banyak keindahan dan suasana bahagia yang semakin kentara."Aku merasa gaun ini menonjolkan bentuk perutku yang semakin besar, suamiku. Apa ini masih enak dilihat? Jangan salah faham, aku bukan malu karena hamil, tapi aku kasihan kalau sampai desainer pakaian ini kecewa saat melihatku dalam bentuk tubuh seperti ini," katanya.Ovan hanya tersenyum geli karena Barbara malah sangat gugup dengan bentuk tubuhnya."Kau memang sangat jelek sekarang ini. Tapi itu sih bukan salahku."Mendengar jawaban Ovan yang tak memiliki beban itu Barbara jadi sangat kesal."Kau bilang tak bersalah? Baiklah, aku akan memba
Persidangan berjalan sangat lancar. Sebab, tidak ada bantahan baik itu Selen atau Leo dalam menanggapi dakwaan hakim. Mereka hanya pasrah dan menunduk dalam atas semua yang mereka dengar.Percuma saja melawan, toh semuanya sudah ketahuan."Dengan ini, maka pengadilan hukum pidana memutuskan untuk Nyonya Selen mendapatkan hukuman pidana selama dua belas tahun karena percobaan pembunuhan terhadap sahabatnya sendiri, dan denda senilai lima ratus juta rupiah atas kerusakan yang telah ditimbulkan."Tok Tok Tok!Suara riuh menggema di dalam ruangan tersebut. Mereka senang dengan keputusan hakim atas Selen."Selain itu, kami juga memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Saudara Leo selama sepuluh tahun penjara karena telah menyembunyikan bukti dan percobaan pelecehan kepada saudara Barbara."Tok Tok Tok!Kembali suara riuh ruangan itu menggema atas apa yang mereka dengar dari keputusan hakim.Tidak ada lagi keberatan yang akan mereka, Leo dan Selen sampaikan kecuali pasrah dengan putusan
Dave sedikit terkesima, ia melupakan sosok kecil putrinya yang mungkin akan terluka saat melihat Selen mendapatkan hujatan di pengadilan nanti. Ia tak seharusnya membiarkan Ceila menyaksikan hal itu."Kau benar, kurasa kita tidak perlu datang dan mengikuti jalannya pengadilan. Lebih baik kita pergi bersama ke suatu tempat untuk rekreasi. Aku akan mengatakan hal ini pada Barbara dan meminta maaf.""Atau sebaiknya kau saja yang datang? Aku akan menjaga Ceila dan tidak menyinggung hal ini. Jangan sampai Ceila sedih karenanya."Dave berpikir sebentar, ia juga penasaran soal jalannya pengadilan, tapi juga ingin menghabiskan waktu bersama Risa dan Ceila alih-alih melihat mantan kekasihnya yang menyedihkan."Dave, kau melamun?""Eh, bukan begitu. Aku sedang berpikir kalau Ceila sampai melihat hal semacam itu, pastilah akan menjadi traumatis di hari akan datang."***Keesokan harinya, mereka memang sudah sangat ramai berkumpul di pengadilan. Antusias kerabat Barbara terlihat memenuhi teras pe
"Wow, kenapa kalian tidak memanggil kami? Kami bisa saja datang ke sana dan membalas perbuatan mereka.""Hentikan omong kosong kamu Dave! Ovan sudah menyerahkan semuanya pada polisi, nggak perlu repot-repot. Kau hanya perlu mengangkat semua tas itu, oke?"***"Baik, karena semua sudah berkumpul, mari kita melanjutkan pembicaraan kita soal pesta pernikahan Barbara dan Ovan.. Aku ingin pesta pernikahan ini dibuat sangat meriah dan berkesan.""Tunggu! kenapa pernikahan ini diselenggarakan tanpa keluarga Ovan? Ini sangat tak biasa," protes bibi Barbara. "Bukan tak percaya, tapi ..""Bibi, mereka punya tempat tinggal yang sangat jauh. Mereka sangat kesulitan. Toh orang tua Ovan telah tiada, untuk apa memaksakan diri?" jawab Barbara sedikit berbohong. "Barbara, apakah semua baik-baik saja? Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di sana?"Barbara menarik tangan Lena dan membawanya ke kamar miliknya."Bu, aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang ini. Akan tetapi aku pasti akan menceritakan
Ovan yang sudah kembali dengan banyak makanan di kantong belanjanya melihat Barbara terlihat sangat pucat."Sayang, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat pucat. Ada apa?"Barbara tak menjawab, ia hanya memberikan isyarat untuk Ovan melihatnya dengan menunjuk ke arah Laptop."Apa yang terjadi?"Pria itupun masuk ke mobil dan melihat laptopnya.Ovan sangat terkejut karena melihat serombongan orang menyusup ke dalam rumahnya. Bukan satu atau dua orang, tapi ada sekitar tujuh orang pria. Mereka sungguh mengincar apa yang ia miliki. Terlihat beberapa orang berjaga dan yang lainnya memeriksa kotak perhiasan. Mereka sungguh perampok dengan persenjataan lengkap berupa senapan dan senjata tajam. Semua fenomena itu, persis seperti apa yang ia takutkan.Itulah sebabnya ia tidak mau mengambil resiko nyawa, tidak akan!"Kau sudah melihatnya bukan? Kau bisa melihat betapa kejamnya mereka ini. Bahkan dengan apa yang mereka lakukan itu tidak seorangpun yang bisa melarangnya. Aku sangat yakin me