Mendengar penolakan darinya, wajah Anton memerah . Ia tidak tahu, apakah wajah itu menunjukkan rasa marah ataukah rasa malu karena mendapatkan penolakan darinya. "Apa karena kamu punya seorang kekasih?" "Tidak." "Lalu apa? Apa aku tidak cukup tampan bagimu?" "TIdak." "Veina, katakan saja, apa yang membuatmu menolakku, maka mungkin aku akan bisa memperbaikinya." "Kamu tidak cukup pintar. Aku ingin punnya suami profesor," jawabnya penuh kejujuran. Anton menelan ludah dengan jawaban Veina yang diluar ekspetasinya. Pria itu tak percaya dengan pengakuannya dan menganggap ucapan itu hanya alasan untuk menolak pria sepertinya. Hari berlalu dan Anton masih berusaha keras untuk meruntuhkan pertahanannya. Akan tetapi itu memang sudah menjadi keputusan bulatnya untuk tidak terkecoh dengan yang namanya cinta demi untuk menjadi seorang ilmuwan atau bahkan mungkin seorang astronot. Menikah adalah hambatan yang harus ia kesampingkan apalagi memiliki anak yang sangat merepotkan. Ia akankehila
Langkah Ovan terhenti dan melihat asal suara. "Nyonya Veina? Anda...""Ya, aku di sini. Apa yang terjadi?""Hmm, seperti yang anda lihat, bukankah ini setimpal?"Veina tersenyum. Tentu saja itu sudah menjadi resiko yang harus mereka terima."Hei! Cepat masuk! Enak saja malah ngobrol!" teriak sala seorang sipir meneriaki mereka. Ovan kemudian didorong masuk menuju tempatnya dengan keras yang membuat Veina sedikit tidak sampai hati.Setelah itu mereka hanya saling melemparkan pandangan."Bukankah Belanda tempat yang bagus, Nyonya Vein?""Hmm, kamu benar. Akan tetapi aku harus mengambil sesuatu yang tertinggal di sini. Apa kau tau, meninggalkan sesuatu yang berharga akan membuatmu ingin hidup lebih lama dalam menikmati penyesalan?"Ovan tersenyum tipis. Hal itulah yang juga sedang terjadi dengannya. Bahwa kenangan bersama Barbara yang ia tinggalkan, membuatnya ingin menyesali semuanya. Kenyataannya, ia telah membuat gadis itu terlalu menderita setelah membuat Barbara benar-benar jatuh ci
"Hei, aku tak menyangka bocah ini ada di sini," kat aDave sembari menyeringai karena terkejut dengan keberadaan Barbara di rumah tersebut."Tentu saja, ini rumahku. Dan kau...ada apa kamu diu sini?""Barbara, kamu ini saudaraku, kenapa nggak bilang kalau kamu ada di sini. Oh ya, apa kamu nggak tau kalau ibumu ada di penjara?"Barbara melihat sekilas ke arah Lena ibu tirinya. Rasanya cukup memalukan mendengar ucapan Dave."Apa maksudmu dipenjara? Dan kau terlihat senang mengatakannya?" protes Barbara."Siapa bilang aku senang. Kartu debitku dibekukan karenanya. Kartu kredit juga bernasib sama. Akan tetapi melihatmu cukup kaya, sepertinya aku tidak perlu kuatir."Barbara sangat memahami siapa Dave, jadi ia hanya akan bersikap tenang."Tentu saja kamu harus merasa senang. Kamu bisa tinggal di rumahku dan bekerja pada ayahku. Oh ya, dimana kamu menyelesaikan kuliahmu?"Dave tersenyum getir. Dia pikir ia akan mendapatkan bantuan finansial secara gratis tanpa harus bekerja, nyatanya Barbar
Tatapan mata itu tidak lepas memperhatikan apa yang ia lihat. Ia seperti sangat menggenggam amarah di tangannya."Jadi Barbara adalah wanita itu? Wanita yang menggoda Dave?" lirih wanita itu penuh kebencian."Aku tidak bisa menerima ini, ini tidak setimpal," lirihnya lagi."Mami, aku mau es klim," kata bocah perempuan berusia kurang dari dua tahun merengek minta es krim."Ceila, dokter mengatakan kamu tidak boleh makan es krim lagi, hmm?""Mami...es klim coklat mami...."Gadis itu terus merengek dan mengganggu konsentrasi Selen untuk melihat apa yang dilakukan Barbara dan juga Dave."Dasar bocah sialan! Selalu saja membuat ulah!" kata Selen memarahi Ceila. "Apa kau tau, bagaimana susahnya aku menjalani kehidupan dengan anak sepertimu?" hardik Selen sinis pada anak sekecil itu.Ceila menunduk seakan mengerti bagaimana marahnya ibunya. Bibirnya meruncing dan melirik ibunya dengan mata berkaca-kaca.Sementara Selen masih menatap kesal dengan pemandangan yang kini ia lihat. Ia jadi tering
"Apa maksudmu? Apakah itu ibuku?""Mau bagaimana lagi, pasti ada alasan dibalik semua itu, Dave. Aku tak pernah menghukumi ibuku sejahat itu, hanya saja dia memang tidak menginginkan aku."Dave merasa ucapan Barbara memiliki arti yang mendalam."Aku tidak pernah tau apa yang kau alami, dan penderitaan apa yang mungkin dahulu ibuku timbulkan."Barbara tersenyum masam, kalau saja Dave tau, sebenarnya ia cukup beruntung karena menjadi anak kesayangan Veina, namun ternyata kehidupan Dave juga tidak indah. Setelah pada usia taman kanak-kanak, ayah Dave membawanya kabur dan bersembunyi di ketiak istri mudanya. Dan itulah awalnya Veina berubah menjadi seorang mafia."Dave, ibu lebih menderita setelah kalian pergi. Apalagi setelah Vanessa meninggal dunia, hidupnya semakin tak menentu sekarang."Dave termenung, ia merasa terhanyut dalam kisah menyedihkan itu, padahal ia tak pernah memikirkannya, memikirkan bagaimana kepiluan yang mungkin telah ibunya rasakan selama ini. Lalu ia menatap wajah m
Rencana bertemu dengan Veina gagal. Barbara dan juga Dave hanya bisa pasrah karena mereka tidak tahu dimana keberadaan Ovan dan juga Veina sekarang."Wah, kemana mereka pergi ya? Kalau begini, bagaimana aku bisa menyewa apartemen?" gerutu Dave pelan tapi masih bisa didengar Barbara."Kembalikan saja pada ibunya kalau kamu tak mampu, aku bisa tunjukkan dimana rumahnya.""Enak aja, anak ini sangat kurus dan tidak terawat, aku tidak bisa membiarkan Selen mengambilnya. Aku akan merawat anak ini dengan baik.""Bagaimana kau akan merawatnya dengan baik kalau kau saja nggak punya rumah? Mau kau apakan emangnya?""Eeh...masalah itu...aku bisa pinjam dulu uangmu, kau kan kakak perempuanku."Barbara melotot, baru saja jadi adik, maunya sudah utang saja "Ayolah, kau harus bersedekah pada kami yang membutuhkan," rengek Dave meminta tolong."Huh, kamu ini baru datang sudah merepotkan!""Ayolah, apa kamu nggak kasihan sama keponakan yang imut ini? Apa kau rela kami jadi gelandangan di Jakarta ini,
Wajah Dave bertekuk, rasa kesal terlihat di wajahnya. Sesekali ia melirik ke arah gadis yang sedikit cuek itu.Barbara hanya tersenyum karena sikap Dave itu, melihat bagaimana Dave yang sedikit suka menggombal dengan wanita, pastilah memiliki asisten yang galak sangat cocok untuknya. Lagi pula gadis itu juga pilihan Dave sendiri.Sesampainya di apartemen yang sudah dipesan Barbara, mereka masuk dan mendapatkan apartemen tersebut memiliki beberapa kamar. Cukup besar dan juga memiliki balkon dengan view yang indah."Wow, apartemen ini cukup bagus. Aku suka," kata Dave berkomentar."Lumayan, kamu bisa menempati selama kamu mau. Kebetulan ini milikku sendiri. Kau bebas."Gadis bernama Risa terlihat senang saat ia mendapatkan sebuah kamar besar yang berbeda ruangan dengan Dave."Ini cukup bagus, terutama pemandangan di sekitar bisa terlihat cukup baik," ujarnya pada Barbara. "Tapi ... dimana ibu dari anak ini?" tanya gadis itu kemudian."Uhm... sementara ini dia belum kembali. Itulah sebab
Perlawanan Risa membuat Dave makin panas."Aku tau kamu bukan ibunya, kalau kau ibunya, aku pasti akan nidurin kamu. Jadi, turutin saja kemauanku. Pokoknya urus dia baik-baik! Sedikit saja kamu membuatnya terluka, maka aku akan membalasmu!"Risa tak berani berkata-kata lagi. Tentu saja ia sangat takut dengan Dave yang terkesan urakan itu. Membantah Dave mana mungkin ada menangnya. Ia mulai lega saat Dave melangkah menjauh darinya, akan tetapi baru beberapa langkah saja Dave sudah berbalik lagi ke arahnya. "OH ya, panggil aku Mister Dave, dan jangan berdiri terlalu dekat denganku. Aku tidak mau ada orang mengira bahwa aku punya kedekatan sama seorang babu sepertimu!" kecam Dave dengan mencondongkan wajahnya mendekat wajah Risa.Setelah itu Dave pergi dengan senyuman jahat di wajahnya. Ia tak perduli lagi dengan umpatan dan gerutuan Risa sebab kata-kata penghinaannya.Dave melangkah menyusul Barbara yang sudah ada di mobilnya."Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Barba