"Hei, aku tak menyangka bocah ini ada di sini," kat aDave sembari menyeringai karena terkejut dengan keberadaan Barbara di rumah tersebut."Tentu saja, ini rumahku. Dan kau...ada apa kamu diu sini?""Barbara, kamu ini saudaraku, kenapa nggak bilang kalau kamu ada di sini. Oh ya, apa kamu nggak tau kalau ibumu ada di penjara?"Barbara melihat sekilas ke arah Lena ibu tirinya. Rasanya cukup memalukan mendengar ucapan Dave."Apa maksudmu dipenjara? Dan kau terlihat senang mengatakannya?" protes Barbara."Siapa bilang aku senang. Kartu debitku dibekukan karenanya. Kartu kredit juga bernasib sama. Akan tetapi melihatmu cukup kaya, sepertinya aku tidak perlu kuatir."Barbara sangat memahami siapa Dave, jadi ia hanya akan bersikap tenang."Tentu saja kamu harus merasa senang. Kamu bisa tinggal di rumahku dan bekerja pada ayahku. Oh ya, dimana kamu menyelesaikan kuliahmu?"Dave tersenyum getir. Dia pikir ia akan mendapatkan bantuan finansial secara gratis tanpa harus bekerja, nyatanya Barbar
Tatapan mata itu tidak lepas memperhatikan apa yang ia lihat. Ia seperti sangat menggenggam amarah di tangannya."Jadi Barbara adalah wanita itu? Wanita yang menggoda Dave?" lirih wanita itu penuh kebencian."Aku tidak bisa menerima ini, ini tidak setimpal," lirihnya lagi."Mami, aku mau es klim," kata bocah perempuan berusia kurang dari dua tahun merengek minta es krim."Ceila, dokter mengatakan kamu tidak boleh makan es krim lagi, hmm?""Mami...es klim coklat mami...."Gadis itu terus merengek dan mengganggu konsentrasi Selen untuk melihat apa yang dilakukan Barbara dan juga Dave."Dasar bocah sialan! Selalu saja membuat ulah!" kata Selen memarahi Ceila. "Apa kau tau, bagaimana susahnya aku menjalani kehidupan dengan anak sepertimu?" hardik Selen sinis pada anak sekecil itu.Ceila menunduk seakan mengerti bagaimana marahnya ibunya. Bibirnya meruncing dan melirik ibunya dengan mata berkaca-kaca.Sementara Selen masih menatap kesal dengan pemandangan yang kini ia lihat. Ia jadi tering
"Apa maksudmu? Apakah itu ibuku?""Mau bagaimana lagi, pasti ada alasan dibalik semua itu, Dave. Aku tak pernah menghukumi ibuku sejahat itu, hanya saja dia memang tidak menginginkan aku."Dave merasa ucapan Barbara memiliki arti yang mendalam."Aku tidak pernah tau apa yang kau alami, dan penderitaan apa yang mungkin dahulu ibuku timbulkan."Barbara tersenyum masam, kalau saja Dave tau, sebenarnya ia cukup beruntung karena menjadi anak kesayangan Veina, namun ternyata kehidupan Dave juga tidak indah. Setelah pada usia taman kanak-kanak, ayah Dave membawanya kabur dan bersembunyi di ketiak istri mudanya. Dan itulah awalnya Veina berubah menjadi seorang mafia."Dave, ibu lebih menderita setelah kalian pergi. Apalagi setelah Vanessa meninggal dunia, hidupnya semakin tak menentu sekarang."Dave termenung, ia merasa terhanyut dalam kisah menyedihkan itu, padahal ia tak pernah memikirkannya, memikirkan bagaimana kepiluan yang mungkin telah ibunya rasakan selama ini. Lalu ia menatap wajah m
Rencana bertemu dengan Veina gagal. Barbara dan juga Dave hanya bisa pasrah karena mereka tidak tahu dimana keberadaan Ovan dan juga Veina sekarang."Wah, kemana mereka pergi ya? Kalau begini, bagaimana aku bisa menyewa apartemen?" gerutu Dave pelan tapi masih bisa didengar Barbara."Kembalikan saja pada ibunya kalau kamu tak mampu, aku bisa tunjukkan dimana rumahnya.""Enak aja, anak ini sangat kurus dan tidak terawat, aku tidak bisa membiarkan Selen mengambilnya. Aku akan merawat anak ini dengan baik.""Bagaimana kau akan merawatnya dengan baik kalau kau saja nggak punya rumah? Mau kau apakan emangnya?""Eeh...masalah itu...aku bisa pinjam dulu uangmu, kau kan kakak perempuanku."Barbara melotot, baru saja jadi adik, maunya sudah utang saja "Ayolah, kau harus bersedekah pada kami yang membutuhkan," rengek Dave meminta tolong."Huh, kamu ini baru datang sudah merepotkan!""Ayolah, apa kamu nggak kasihan sama keponakan yang imut ini? Apa kau rela kami jadi gelandangan di Jakarta ini,
Wajah Dave bertekuk, rasa kesal terlihat di wajahnya. Sesekali ia melirik ke arah gadis yang sedikit cuek itu.Barbara hanya tersenyum karena sikap Dave itu, melihat bagaimana Dave yang sedikit suka menggombal dengan wanita, pastilah memiliki asisten yang galak sangat cocok untuknya. Lagi pula gadis itu juga pilihan Dave sendiri.Sesampainya di apartemen yang sudah dipesan Barbara, mereka masuk dan mendapatkan apartemen tersebut memiliki beberapa kamar. Cukup besar dan juga memiliki balkon dengan view yang indah."Wow, apartemen ini cukup bagus. Aku suka," kata Dave berkomentar."Lumayan, kamu bisa menempati selama kamu mau. Kebetulan ini milikku sendiri. Kau bebas."Gadis bernama Risa terlihat senang saat ia mendapatkan sebuah kamar besar yang berbeda ruangan dengan Dave."Ini cukup bagus, terutama pemandangan di sekitar bisa terlihat cukup baik," ujarnya pada Barbara. "Tapi ... dimana ibu dari anak ini?" tanya gadis itu kemudian."Uhm... sementara ini dia belum kembali. Itulah sebab
Perlawanan Risa membuat Dave makin panas."Aku tau kamu bukan ibunya, kalau kau ibunya, aku pasti akan nidurin kamu. Jadi, turutin saja kemauanku. Pokoknya urus dia baik-baik! Sedikit saja kamu membuatnya terluka, maka aku akan membalasmu!"Risa tak berani berkata-kata lagi. Tentu saja ia sangat takut dengan Dave yang terkesan urakan itu. Membantah Dave mana mungkin ada menangnya. Ia mulai lega saat Dave melangkah menjauh darinya, akan tetapi baru beberapa langkah saja Dave sudah berbalik lagi ke arahnya. "OH ya, panggil aku Mister Dave, dan jangan berdiri terlalu dekat denganku. Aku tidak mau ada orang mengira bahwa aku punya kedekatan sama seorang babu sepertimu!" kecam Dave dengan mencondongkan wajahnya mendekat wajah Risa.Setelah itu Dave pergi dengan senyuman jahat di wajahnya. Ia tak perduli lagi dengan umpatan dan gerutuan Risa sebab kata-kata penghinaannya.Dave melangkah menyusul Barbara yang sudah ada di mobilnya."Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Barba
Barbara kecewa, tapi ia tidak bisa berbuat banyak selain menunggu keajaiban datang. Hingga setelah hari menjelang siang, sebuah mobil mewah berhenti di depan lapas tersebut. Dan tentu saja Barbara tau siapa yang datang. Ia berlari menyusul langkah pria paruh baya itu."Papa, kau sungguh melakukan semua ini?" protes Barbara seketika.Anton Bagaskara terkejut dengan keberadaan Barbara di tempat itu. Ia bahkan sudah berusaha supaya tidak ketahuan, nyatanya Barbara lebih cepat darinya."Hmm, benar. Mereka layak mendapatkan semua ini. Kau kan tau bagaimana kau menderita karena perbuatan ibumu. Dan sekarang dia ingin kita lebih menderita dengan membuat kita jatuh miskin, mana bisa papamu ini terima begitu saja?" kata Anton Bagaskara beralasan."Tapi, Pa. Ovan adalah suamiku. Aku tak perduli kalau ibu adalah masa lalu papa. Tapi Ovan adalah orang yang sangat aku cintai.""Barbara, mulai sekarang, hiduplah menjadi orang yang masuk akal. Apa kau merasa menikahi Ovan lebih masuk akal dari menik
Veina merasa sangat tertekan saat itu, ia bahkan hampir depresi kalau saja ia tidak ingat dengan janin yang ada di perutnya. Setidaknya, ia masih menyayangi nyawa manusia di dalam tubuhnya. Seolah semua berputar di kepalanya, kenangan menyakitkan itu menari di kepalanya."Kau tau, bagaimana jijiknya aku pada diriku sendiri saat itu, karena semua hancur tak berbentuk. Tapi lihatlah, kau hanya mementingkan ego karena obsesimu yang gila. Aku sungguh tak mengerti, kenapa aku tidak punya hak atas diriku sendiri, Anton?"Anton Bagaskara mengerjap, memalingkan wajahnya ke arah lain karena sedikit terintimidasi."Kau tak harus mengatakan semua itu, kau melakukan kejahatan, dan sekarang kau tinggal menikmati hukumanmu, jangan mengatakan kau tidak bersalah hanya karena balas dendam.""Baiklah, tapi bebaskan Ovan. Tak masalah berapa lama kamu ingin menghukum ku, tapi aku tidak akan membiarkan Barbara terpaksa menikahi lelaki yang tidak dicintainya. Aku tidak akan membiarkan," kecam Veina dan itu