"Tidak! Kita tidak akan berpisah selamanya! Aku tidak akan pernah membiarkanmu menghadapi apapun seorang diri, tidak mungkin!" Barbara menolak keras permintaan Ovan untuk pergi keluar terlebih dahulu supaya tidak memancing kecurigaan dan tidak membuat Barbara sebagai tersangka yang membawa kabur penghuni penjara. Setidaknya akan meringankan masalah yan mereka hadapi. "Barbara, aku tidak akan pernah pergi darimu. Dan permintaanku ini bukanlah sesuatu yang berlebihan. Pergilah, mari kita bertemu lagi di waktu yang akan datang." Ovan menatap dengan memohon pada wanita itu. Sebab tadi Ovan sempat melihat sosok pria yang sangat dikenalinya berada di dekat mereka bersembunyi. Pria itu adalah Anton Bagaskara, ayah mertuannya. Ia berharap Barbara kembali sebelum ayahnya melihat mereka sedang bersama. Sangat mungkin Anton Bagaskara murka dan semakin membuatnya jauh dari Barbara. Barbara menatap ragu Ovan yan masih meringkuk di bawah gerobak sayur. Akan tetapi ia mulai berusaha untuk percay
"Aku tidak sedang bermain-main, Barbara. Aku membutuhkan tubuhmu, dan itu setidaknya membuat aku tidak kecewa dengan penolakanmu, aku harus merasakan tubuhmu sebagai pengobat fantasiku," katanya penuh percaya diri."Kamu gila?! Lebih baik aku mati daripada menyerahkan sedikit saja tubuhku untukmu, Leo! Kamu sangat menjijikkan dan sekarang lebih menjijikkan dari seluruh sampah yang pernah aku kenal!" Barbara berteriak dengan sangat marah.Leo yang melaju tiba-tiba mengerem mendadak mobilnya sehingga decitan keras terdengar karena gesekan roda hitam yang menyeret aspal di bawahnya.Criiiiittt! Ciiiiit!Mobil itu menepi mendadak dan Barbara sempat terhuyung menatap dasboard cukup keras. Untung saja ia sedikit mengimbangi situasi itu dengan berpegangan kuat.Wajah Barbara pucat pasi, tapi ia sangat tau bahwa bukan saatnya ia menyerah di hadapan lelaki gila ini."Kamu bilang aku gila?! Aku bahkan merasa ingin kalau kamu menjadi wanita yang tergila-gila padaku. Bisakah kamu melakukannya, Ba
Barbara menggeleng, ia sungguh berharap keajaiban datang pada saat seperti ini. Sorot mata Leo sangat beringas, ia tau Leo tak akan mau kompromi lagi di saat seperti ini."Jangan mendekat! Kamu tidak berhak ntuk menyentuhku, Leo. Kamu sungguh hilang akal. Sadarlah leo, ini sangat menakutiku...hm.." keluh Barbara memohon."Tidak, jangan lagi kamu mengucapkan kata-kata untuk mengelak dariku. Bagiku, aku tak bisa lagi bernapas tanpa menghirup aroma tubuhmu," desis Leo.Pria itu benar-benar menghimpit Barbara meskipun Barbara sudah meronta sekuat tenaga. Sekali hentak, kemeja usang yang dikenakan Barbara menjadi robek di bagian kirinya.KRREEKKH!"Jangan Leo!" pekik barbara tapi percuma saja karena Leo sudah gelap mata.Pria itu mengendus di tubuhnya sementara Barbara menangis lebih kencang."Jangan menangis Barbara, toh kamu juga akan menikmatinya. Bukankah begitu, sayang..."Aura Leo sangat menakutkan dan dipenuhi hasrat gelap di dalam jiwanya. barbara sungguh hanya bisa menangis tersed
Barbara terperangah. Tuduhan itu sangatlah jauh dari fakta. Bahwa Ovan dituduh melarikan diri dari tahanan, dan menculiknya."Itu tidak benar! Akulah yang membawanya keluar dari penjara, karena aku adalah istrinya!""Nona, ayah Nona yang meminta kami untuk menyelamatkan nona dari pria ini.""Tidak, pelaku kejahatan sebenarnya ada di dalam rumah itu, jangan pernah mengatakan bahwa dia orang jahat."Barbara sangat tau, bahwa apapun yang ia ucapkan hanya akan sia-sia karena Ovan adalah penghuni penjara yang kabur. Ditambah lagi ayahnya bersi keras untuk memisahkan mereka berdua. Ia hanya memeluk erat Ovan dengan hati yang terluka."Tenangkan dirimu Barbara. Selama kamu aman dan baik-baik saja, maka aku tidak akan merasa buruk."***Veina telah sampai di Indonesia dengan beberapa orang utusannya. Bukan tak tahu, ia sangat mengetahui apa yang akan terjadi setelah sampai di Indonesia saat ini.Bandara telah dipenuhi polisi bersenjata Laras panjang, dan ia tau mengapa mereka melakukan semua
Mendengar penolakan darinya, wajah Anton memerah . Ia tidak tahu, apakah wajah itu menunjukkan rasa marah ataukah rasa malu karena mendapatkan penolakan darinya. "Apa karena kamu punya seorang kekasih?" "Tidak." "Lalu apa? Apa aku tidak cukup tampan bagimu?" "TIdak." "Veina, katakan saja, apa yang membuatmu menolakku, maka mungkin aku akan bisa memperbaikinya." "Kamu tidak cukup pintar. Aku ingin punnya suami profesor," jawabnya penuh kejujuran. Anton menelan ludah dengan jawaban Veina yang diluar ekspetasinya. Pria itu tak percaya dengan pengakuannya dan menganggap ucapan itu hanya alasan untuk menolak pria sepertinya. Hari berlalu dan Anton masih berusaha keras untuk meruntuhkan pertahanannya. Akan tetapi itu memang sudah menjadi keputusan bulatnya untuk tidak terkecoh dengan yang namanya cinta demi untuk menjadi seorang ilmuwan atau bahkan mungkin seorang astronot. Menikah adalah hambatan yang harus ia kesampingkan apalagi memiliki anak yang sangat merepotkan. Ia akankehila
Langkah Ovan terhenti dan melihat asal suara. "Nyonya Veina? Anda...""Ya, aku di sini. Apa yang terjadi?""Hmm, seperti yang anda lihat, bukankah ini setimpal?"Veina tersenyum. Tentu saja itu sudah menjadi resiko yang harus mereka terima."Hei! Cepat masuk! Enak saja malah ngobrol!" teriak sala seorang sipir meneriaki mereka. Ovan kemudian didorong masuk menuju tempatnya dengan keras yang membuat Veina sedikit tidak sampai hati.Setelah itu mereka hanya saling melemparkan pandangan."Bukankah Belanda tempat yang bagus, Nyonya Vein?""Hmm, kamu benar. Akan tetapi aku harus mengambil sesuatu yang tertinggal di sini. Apa kau tau, meninggalkan sesuatu yang berharga akan membuatmu ingin hidup lebih lama dalam menikmati penyesalan?"Ovan tersenyum tipis. Hal itulah yang juga sedang terjadi dengannya. Bahwa kenangan bersama Barbara yang ia tinggalkan, membuatnya ingin menyesali semuanya. Kenyataannya, ia telah membuat gadis itu terlalu menderita setelah membuat Barbara benar-benar jatuh ci
"Hei, aku tak menyangka bocah ini ada di sini," kat aDave sembari menyeringai karena terkejut dengan keberadaan Barbara di rumah tersebut."Tentu saja, ini rumahku. Dan kau...ada apa kamu diu sini?""Barbara, kamu ini saudaraku, kenapa nggak bilang kalau kamu ada di sini. Oh ya, apa kamu nggak tau kalau ibumu ada di penjara?"Barbara melihat sekilas ke arah Lena ibu tirinya. Rasanya cukup memalukan mendengar ucapan Dave."Apa maksudmu dipenjara? Dan kau terlihat senang mengatakannya?" protes Barbara."Siapa bilang aku senang. Kartu debitku dibekukan karenanya. Kartu kredit juga bernasib sama. Akan tetapi melihatmu cukup kaya, sepertinya aku tidak perlu kuatir."Barbara sangat memahami siapa Dave, jadi ia hanya akan bersikap tenang."Tentu saja kamu harus merasa senang. Kamu bisa tinggal di rumahku dan bekerja pada ayahku. Oh ya, dimana kamu menyelesaikan kuliahmu?"Dave tersenyum getir. Dia pikir ia akan mendapatkan bantuan finansial secara gratis tanpa harus bekerja, nyatanya Barbar
Tatapan mata itu tidak lepas memperhatikan apa yang ia lihat. Ia seperti sangat menggenggam amarah di tangannya."Jadi Barbara adalah wanita itu? Wanita yang menggoda Dave?" lirih wanita itu penuh kebencian."Aku tidak bisa menerima ini, ini tidak setimpal," lirihnya lagi."Mami, aku mau es klim," kata bocah perempuan berusia kurang dari dua tahun merengek minta es krim."Ceila, dokter mengatakan kamu tidak boleh makan es krim lagi, hmm?""Mami...es klim coklat mami...."Gadis itu terus merengek dan mengganggu konsentrasi Selen untuk melihat apa yang dilakukan Barbara dan juga Dave."Dasar bocah sialan! Selalu saja membuat ulah!" kata Selen memarahi Ceila. "Apa kau tau, bagaimana susahnya aku menjalani kehidupan dengan anak sepertimu?" hardik Selen sinis pada anak sekecil itu.Ceila menunduk seakan mengerti bagaimana marahnya ibunya. Bibirnya meruncing dan melirik ibunya dengan mata berkaca-kaca.Sementara Selen masih menatap kesal dengan pemandangan yang kini ia lihat. Ia jadi tering