Suamiku Polisi
Part 2
Kulihat Bang Raja menunduk, sedangkan Kak Mila memandangnya dengan mata melotot. Aku masih belum mengerti apa yang terjadi.
"Ada apa ini?" tanyaku lagi.
"Dia mantanku dulu, Dina," kata Kak Mila.
"Jadi ...?"
"Jadi dia mantanku, dia pacari kau untuk balas sakit hatinya padaku," kata Kak Mila.
"Bukan, bukan seperti itu," potong Bang Raja.
"Seperti apa lagi, mau dua-dua sama kau, kan," kata Kak Mila.
"Maaf, aku pergi, saja, maafkan aku Dina, dulu aku tak tahu dia kakakmu," kata Bang Raja seraya menghidupkan motornya dan pergi.
Kak Mila memang sudah sering gonta ganti pacar, umurnya sudah dua enam, sedangkan aku dua tiga. Pacarnya selalu orang berseragam, kalau gak polisi, ya, tentara sekarang lagi menjalin hubungan dengan seorang satpam. Kakakku ini memang sangat terobsesi punya suami polisi. Mungkin karena seragam satpam sudah mirip polisi sekarang, makanya dia mau sama satpam itu.
"Aku tak setuju jika kau nikah sama mantanku," kata Kak Mila.
"Aku tak tahu dia mantanmu, Kak,"
"Sekarang sudah tahu, kan, putuskan dia, dia menyakiti kakakmu, tak akan kubiarkan dia sakiti kau," kata Kak Mila.
Aku terdiam, kenapa dunia ini sempit sekali, dari segitu banyak pria di dunia ini, kenapa mantannya kakakku yang suka padaku?
Ibu yang mendengar pembicaraan kami datang melerai.
"Lihat itu si Dina, Mak, dia pacari mantanku," kata Kak Mila.
"Mantanmu yang mana?" tanya Ibu.
"Itu, Bang Raja,"
"Dina, kau tak boleh begitu, kasih kesempatan dulu sama kakakmu, dia yang seharusnya nikah duluan," kata ibu.
"Kenapa, Mak, kenapa aku selalu harus mengalah, kenapa aku selalu nomor dua, Kak Mila kuliah aku tidak, aku diam saja, dia dibelikan motor, aku beli sendiri, aku tetap sabar, kini kebetulan pacarku salah satu dari sekian banyak mantannya, apa aku harus mengalah lagi," kataku setengah berteriak.
Selama ini, aku memang selalu dinomor duakan, kami tiga bersaudara, semuanya perempuan. Akulah yang paling jelek. Kakakku yang cantik itu selalu didulukan, selalu jadi kesayangan. Masih terasa sakit hatiku ketika dia dibelikan motor, ketika aku minta motor malah disuruh beli sendiri.
"Karena kau memang nomor dua, Dina, aku nomor satu, siapa pun tahu aku anak pertama, kau anak kedua," Kak Mila yang menjawab.
Aku makin kesal, kuhentakkan kaki seraya masuk kamar dan membanting pintu. Aku menangis. Kak Mila masuk kamar, dia elus rambutku.
"Dina, Raja itu baji"""an, percayalah sama kakakmu ini, dulu kami pacaran tiga tahun lalu, dia malah memutuskanku dan mengoper ke atasannya, aku dibuat seperti piala bergilir Dina, jangan mau sama dia, kau hanya jadi salah satu koleksinya," kata Kak Mila.
Aku membenamkan wajah di kasur, sedih rasanya, baru kali ini aku dapat pacar yang serius, mantan kakak pula.
Keesokan harinya aku dapat sip masuk jam dua, kutatap Bank yang ada di depan toko tempat aku kerja. Bang Raja seperti biasa berjaga di situ, dia tampak gagah dengan seragam coklatnya. Bang Raja memang bertugas di Bank tersebut. Dia dari satuan Pam Obvit atau pengamanan objek vital.
Begitu aku duduk di meja kasir, dia sudah datang, beli air mineral seperti biasa.
"Maafkan aku, Dina, sungguh aku tak tahu Mila itu kakakmu, kalian tak mirip sedikitpun, aku baru tahu sebulan yang lewat, itupun dari story WA-mu, karena itu aku segan datang ke rumahmu," kata Bang Raja ketika dia membayar air mineralnya.
"Iya, Bang, maaf juga, kita sampai di sini saja, aku bukan piala bergilir," kataku seraya menahan air mata supaya tak tumpah.
"Jangan bilang gitulah, Dina," kata Bang Raja lagi.
"Udah, Bang, lupakan saja," kataku lagi, tak bisa kubendung lagi air mataku, akhirnya tumpah juga.
"Hei, kalau mau pacaran cari tempat lain," seru teman kerjaku, di belakang Bang Raja sudah banyak orang antri.
"Aku jemput nanti sepulang kerja ya," kata Bang Raja sebelum akhirnya dia pergi.
Jam sepuluh malam baru aku bisa pulang, Bang Raja sudah menunggu di parkiran.
"Aku bawa motor sendiri, Bang, gak usah antar," kataku seraya mengambil motor beat-ku.
"Dina, biarkan aku jelaskan semua ini," kata Bang Raja, tanganku dia pegang.
"Maaf, Bang, aku tak bisa, sudah jelas semua, Abang hanya mau permainkan kami, tak dapat kakaknya, adiknya pun jadi," kataku seraya menghidupkan motor, dan langsung pulang ke rumah.
Sampai di rumah, Kak Mila sudah menunggu, ya, Tuhan, aku lupa, tadi dia pesan coklat kesukaannya, aku lupa beli.
"Mana coklatnya," kata Kak Mila.
"Gak ada, lupa, lagi pula aku bukan pesuruhmu, sana beli sendiri," kataku ketus, suasana hatiku memang lagi tak enak.
"Pasti gara-gara si Raja ini, udah lupakan saja dia, aku yang begini saja gak laku sama polisi, apalagi kek kau," kata Kak Mila lagi.
Perkataannya itu justru serasa menantangku ingin aku buktikan, biarpun aku tak secantik kakakku, tapi aku bisa dapat yang lebih baik.
Aku masuk kamar, kubaringkan badan di kasur, benda pipih milikku berbunyi, ada pesan WA masuk. Kulihat dari Bang Raja.
(Aku cinta padamu, Dina, sumpah, pertama kenal kau aku tak tahu Mila itu kakakmu, aku mau jujur saja, dulu kami memang pacaran, tapi setelah kenal dengan temanku yang juga alasanku, dia putuskan aku, lari ke atasanku itu, sementara atasanku itu sudah punya calon istri. Setelah Mila tahu begitu, dia mau kembali padaku, tentu saja aku tak mau lagi) begitu isi pesan dari Bang Raja.
Apa iya, kakakku ini memang pernah bilang punya pacar perwira polisi.
(Kalian buat kakakku piala bergilir) balasku.
(Bukan seperti itu, Dina, justru Mila yang mata keranjang, setelah dia kenal atasanku, dia mencampakkan aku, setelah putus dengan atasanku itu, dia mau kembali, aku masih punya hargai diri)
Wah, siapa yang benar, lain cerita kakakku lain pula cerita Bang Raja.
Dari luar kamar, terdengar suara Kak Mila menyanyi, nyanyiannya serasa menyindirku.
"Aku bagaikan si punggung yang merindukan bulan, tak mungkin dapat kugapai," begitu lirik lagunya, entah lagu apa itu aku tak tahu.
"(Datang kemari sekarang juga, bicara dengan ayahku,) pesanku pada Bang Raja. Entah kenapa aku terpancing bersaingan dengan kakak sendiri, aku ingin dia melihat dengan mata kepala sendiri, ada polisi yang melamar ku.
(Ini sudah jam sebelas, Dina)
(Biarpun, sekarang juga, aku tunggu)
Suamiku PolisiPart 3(Besok saja, ya) pesan dari Bang Raja lagi. (Now) balasku kemudian. Aku keluar kamar, Ayah yang sudah tak bisa kerja lagi duduk di depan TV. Ayahku ini sudah lima tahun sakit, beliau sudah tak bisa kerja, selama ini akulah yang biayai keperluan Ayah, sedangkan Kak Mila biarpun sarjana tapi nganggur. Kuajak kerja di tempatku dia tak mau, katanya gak level sarjana kerja di indoma"""".'Ayah, mau datang tamu ini," kataku pada Ayah. "Siapa yang mau datang malam-malam begini?" tanya Ayah. "Calon mantumu, Yah.""Wah, kok datangnya malam, gak baik terima tamu jam segini," kata Ayah. "Dia mau lamar aku pada Ayah," kataku. Kak Mila yang mungkin mendengar aku bicara keluar dari kamarnya. "Apa, Dina dah gila kau, mimpimu ketinggian, jika Bang Raja mau melamar, akulah yang duluan dilamarnya itu," kata Kak Mila. "Maaf saja, Kak, kakak yang mimpi ketinggian, ngebet dapat polisi, akhirnya dapat satpam," kataku tak mau kalah. "Hahaha," Kak Mila justru tertawa, tawanya
Suamiku PolisiPart 4"Aku bisa sangat tegas jika berhadapan dengan penjahat, akan tetapi aku seperti mati kutu berhadapan dengan Ibumu," begitu kata Bang Raja ketika kami bertemu keesokan harinya. "Kok mati kutu, Bang?" tanyaku kemudian. Saat itu lagi-lagi Bang Raja beli air mineral, kebetulan toko lagi sepi, kami bisa mengobrol. "Iya, Dina, aku gugup, tak bisa bicara tegas, dan maaf, ibumu aneh, bapakmu juga aneh.""Aneh bagaimana?""Ibumu sudah tahu aku datang mau lamar kau, kan, masa dijodohkan dengan Mila? Terus bapakmu kok diam saja, selalu ibumu yang bicara?" Ya, Bang Raja betul, keluargaku aneh, Ayah berubah jadi pendiam setelah tak bisa kerja lagi. Ayah seperti kehilangan semangat, penyakit sesak napas menggerogotinya. "Aku jadi berpikir Dina, mungkin kau anak tiri, atau anak pungut, maaf ya," kata Bang Raja. "Gak lah, Bang, aku bukan anak tiri, ada kok foto aku baru lahir, di akte juga ada nama Ayah dan mamak," jawabku. "Kok ada Ibu dan kakak seperti itu? Aku jadi ter
Suamiku PolisiPart 5Ada rasa puas tersendiri ketika aku bisa melawan, lelah sudah selama ini selalu mengalah. Aku masih ingat sejak kecil aku jarang dibeli pakaian baru, pakaianku selalu bekas Kak Mila. Kalau sudah tak muat sama Kak Mila, baru diberikan Ibu padaku. Sejak kecil aku sudah seperti dianak tirikan. Hanya Ayah yang sayang padaku, sementara dulu ayah jarang di rumah, beliau bekerja sebagai supir bus antar kota. Ayah dan ibu masih bertengkar malam itu, aku menguping pembicaraan mereka. "Ayah, si Mila lebih pantas jadi istri polisi, bukan si Dina, Mila sarjana," kata Ibu lagi. "Mak, aku tak bisa nikahkan si Mila, aku hanya bisa terima jika ada yang lamaran untuk si Dina," kata Ayah lagi. "Lo, Ayah kok ungkit ke situ terus, kalau bukan Ayah siapa lagi yang nikahkan dia?""Cari walinya, aku tak berhak, gak sah itu nikahnya," kata Ayah. "Ayah, sini kubilang rahasia," kata ibu, suaranya makin pelan. Aku mendekatkan telinga ke lubang kunci, penasaran juga rahasia apa yang m
Suamiku PolisiPart 6Aku tak percaya begitu saja perkataan Ibu, dugaanku ini hanya salah satu siasat mereka untuk menggagalkanku bertemu calon Ayah Mertua. Aku jadi merasa bersalah, entah untuk apa aku tergoda untuk pamer. Akan tetapi hatiku tak tenang, bagaimana jika betul? "Kenapa, Dina?" tanya Bang Raja. "Itu, Bang, kata Ibu Ayah jatuh di kamar mandi, tapi aku tak percaya,""Telepon saja Ayah,""Ayah tak punya HP," "Telepon tetangga atau siapa saja," kata Bang Raja. "Oh, iya, ya," Segera kutelepon tetangga depan rumah, jika benar Ayah Jatuh, tak mungkin rasanya dia tak tahu. "Kak, ini aku Dina, mau tanya aja, apa di rumah baik-baik saja?" Tanyaku begitu telepon tersambung. "Oh, baik kok, gak ada terlihat apa-apa?""Tolong lihat, Kak, apa ayahku kenapa-kenapa?" pintaku lagi. "Ayahmu itu kok, dia duduk di teras," "Oh, terima kasih, Kak," Dasar memang, orang tua apa yang cocok disebut Ibuku itu, dia bukannya senang lihat anaknya bahagia, segala cara dia lakukan untuk mengg
Suamiku PolisiPart 7Bagaimana bisa ayahku masuk rumah sakit? Padahal tadi sudah kutelepon tetangga, katanya Ayah duduk di teras rumah. Kak Mila kirim pesan lagi, nama rumah sakit dan nomor ruang dia tuliskan. "Ada apa, Maen?" tanya calon Ibu Mertua. "Ayahku, Bu, kata kakakku jatuh di kamar mandi," jawabku. "Ayo kita lihat, Maen.," Calon Ibu mertua memanggil Bang Raja dan Ayah Bang Raja, akhirnya kami berempat berangkat ke rumah sakit. "Kok bisa?" tanya Bang Raja. "Aku juga tak tahu, Bang, Kak Mila video call, jelas kulihat Ayah di ranjang rumah sakit,* Kataku. Ayah memang sudah lama sakit, dia akan sesak napas jika berjalan agak jauh. Aku sangat khawatir sekali, hanya Ayah yang sayang padaku. Tak habis pikir bagaimana Ayah bisa jatuh, padahal tadi kata tetangga ... Ketika kami sampai di rumah sakit, ayah masih belum sadar, belum bisa dilihat. Kutatap tajam Mila, aku curiga ada yang tidak beres, bagaimana bisa ayah jatuh? Apa iya dia bilang jatuh duluan sebelum kejadian? "K
Suamiku PolisiPart 8PoV Mila. Semenjak SMA, aku sudah terobsesi punya suami seorang polisi atau tentara. Sering kubayangkan diriku jadi bhayangkari atau anggota persit. Ibuku juga mendukung, katanya aku punya potensi. Wajahku tergolong cantik, kulit putih dan tinggi semampai. Aku hanya mau pacaran dengan aparat, yang lain tak kuterima, akan tetapi entah kenapa tak ada yang jadi. Mulai tamat SMA, entah sudah berapa pacarku polisi dan tentara. Semua kandas di tengah jalan. Adalah Raja, polisi yang baru bertugas di Medan, dia tampan, dengan mudah kudekati. Dengan mudah dia sudah bertekut lutut di kakiku. Dia tampak serius. Aku senang. Jika berurusan dengan polisi dengan cepat dia kutelepon, dia akan bantu aku. Rasanya bangga punya pacar polisi, tak ada yang berani ganggu kita. Pernah aku distop polisi karena tidak memakai helm, kutelepon Raja, dia langsung datang, aku bebas dari tilang. Adalah teman Raja, teman yang juga atasannya, tak begitu tampan, akan tetapi dia sudah perwira.
Suamiku PolisiPart, 9Kak Mila jadi berubah pendiam dan mudah emosi, kini dia lebih banyak berkurang di dalam kamar. Semenjak kejadian itu, Ibu juga marah padanya. Emas Ibu raib karena obsesi mereka. Sementara itu keluarga besar Bang Raja sudah ada di Medan. Ayah Bang Raja ternyata sudah pensiun, kini mereka bisa pokus untuk mengurus pernikahan anaknya. Mereka juga beli rumah di kota ini. Sesuai waktu yang disepakati mereka datang ke rumah kami. Ayah dan beberapa pamanku juga sudah lebih dulu kami undang. Perwakilan keluarga Bang Raja berbicara, menanyakan masalah mahar yang mereka sebut namanya Tuhor. Yaitu jumlah uang yang diberikan pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Ayah hanya minta lima puluh juta, yang langsung disetujui oleh perwakilan keluarga Bang Raja. "Karena masih ada kakaknya di sini yang belum menikah, kami akan memberikan sebagai uang pengganti malu, atau istilahnya uang langkah, berapa kira-kira minta uang langkahnya." kata perwakilan keluarga
Suamiku PolisiPart 10"Dina, bilang sama Raja, kita terima yang dua puluh lima juta," kata Ibu, pagi itu kami lagi mempersiapkan kedatangan keluarga Bang Raja. "Malu aku, Mak,""Kok malu?""Malulah, Mak, keluarga kita aneh, udah ditolak terima lagi," kataku. "Hei, Dina, ini urusan dua puluh lima juta ya, Dina, dua puluh lima juta, itu uang yang banyak, cukup untuk belanja kami di sini satu tahun, kau mau nikah, siapa lagi yang kasih kami makan, ayahmu nampak kau sendiri nya, gak ada yang bisanya lagi," kata Ibu panjang lebar. "Gak berani aku, Mak.""Masa sih gak berani, mereka itu orang kaya lo, Dina, uang segitu bagi mereka kecil.""Aku tetap gak berani, Mak, bilang sendiri napa, Mak?""Gitulah kau, gak bisa diandalkan," kata ibu. Aku mau menjawab lagi, akan tetapi aku coba tahan diri, ini hari di mana akan ada hantaran untukku, aku tak ingin merusak suasana. Sementara itu Kak Mila terus berkurung di kamarnya, tak mau bantu apa-apa, padahal kami lagi sibuk masak. Akan ada makan