Suamiku Polisi
Part 6
Aku tak percaya begitu saja perkataan Ibu, dugaanku ini hanya salah satu siasat mereka untuk menggagalkanku bertemu calon Ayah Mertua. Aku jadi merasa bersalah, entah untuk apa aku tergoda untuk pamer.
Akan tetapi hatiku tak tenang, bagaimana jika betul?
"Kenapa, Dina?" tanya Bang Raja.
"Itu, Bang, kata Ibu Ayah jatuh di kamar mandi, tapi aku tak percaya,"
"Telepon saja Ayah,"
"Ayah tak punya HP,"
"Telepon tetangga atau siapa saja," kata Bang Raja.
"Oh, iya, ya,"
Segera kutelepon tetangga depan rumah, jika benar Ayah Jatuh, tak mungkin rasanya dia tak tahu.
"Kak, ini aku Dina, mau tanya aja, apa di rumah baik-baik saja?" Tanyaku begitu telepon tersambung.
"Oh, baik kok, gak ada terlihat apa-apa?"
"Tolong lihat, Kak, apa ayahku kenapa-kenapa?" pintaku lagi.
"Ayahmu itu kok, dia duduk di teras,"
"Oh, terima kasih, Kak,"
Dasar memang, orang tua apa yang cocok disebut Ibuku itu, dia bukannya senang lihat anaknya bahagia, segala cara dia lakukan untuk menggagalkan pernikahanku. Aku merasa betul-betul sebagai anak tiri, mungkin ini yang namanya Ibu kandung serasa ibu tiri.
"Ayah baik saja," tanya Bang Raja lagi.
"Baik saja, Bang, ibuku berbohong," jawabku sedih.
"Sabar, Dina, aku akan membawamu pergi dari rumah itu, jauh dari orang yang membencimu," kata Bang Raja.
Bahagia rasanya mendengar perkataan Bang Raja itu. Aku memang harus pergi jauh dari keluarga itu, kalau bisa akan kubawa Ayah, kasihan lihat Ayah dibentak ibu terus.
Kami sampai di salah satu hotel bintang tiga, ternyata orang tua Bang Raja datang karena ada pesta pernikahan. Kulihat papan bunga berjejer di depan hotel.
"Ayo, Dina, bapak menunggu di sana," kata Bang Raja.
Aku gemetar, sungguh kakiku rasanya berat untuk dilangkahkan, pikiranku berkecamuk, bagaimana nanti jika bapak itu tidak suka padaku? Bagaimana calon Ibu mertua?
Dari jauh, kulihat orang tua Bang Raja, mereka duduk di bangku kafe hotel tersebut, ada dua kursi kosong di depan mereka, itu pasti untuk kami. Makin dekat, aku makin gemetar. Orang tua Bang Raja berwajah sangar, kumisnya tebal. Sedangkan calon ibu mertua tampak anggun.
Aku salim pada calon Ayah dan Ibu mertua, keringat dingin membasahi bajuku. Aku grogi.
"Boru apa kau?" tanya Ayah Bang Raja.
"Harahap, Pak, tapi kakekku yang berasal dari Tapsel, aku gak pande bahasa batak," jawabku. Aku bilang begitu karena takut diajak bahasa Batak, aku mana ngerti.
"Oh, cocoklah itu, sama boumu ini pun Harahap juga," kata Ayah Bang Raja.
"Sarjana apa kau, Maen?" tanya Ibu Bang Raja.
Aku terdiam, yang ditanya calon ibu mertua ini justru pendidikan, itu yang dia tanya duluan.
"Dia tamat SMK, Mak," Bang Raja yang menjawab.
"Oh," kata Ibu Bang Raja seraya memandangku aneh. Dia tatap aku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Canggung kali rasanya, Ayah Bang Raja justru berbisik pada Bang Raja, kemudian mereka pergi menjauh, entah mereka mau bicara apa aku tak tahu, tinggal aku dan calon ibu mertua.
"Bang Raja anak pertama, Bu?" tanyaku mencairkan suasana yang kaku.
"Iya, anak satu-satunya laki-laki, dua lagi adiknya perempuan, udah lama kenal Raja?"
"Sudah, Bu, kira-kira satu tahun lebih." jawabku seraya menunduk.
'Bagaimana sih cara kenalan anak jaman sekarang, kenal sudah satu tahun, tapi tak tahu pacarnya anak keberapa?" kata Ibu mertua.
Duh, aku salah bertanya, padahal aku sudah tahu, aku bertanya hanya untuk sekedar basa-basi. Calon Ibu mertua ini benar-benar tidak ramah.
Kembali sunyi, ibu mertua malah asyik dengan HP-nya, dia kemudian mengajak aku foto bersama.
"Si Raja itu sudah tiga puluh tahun, sudah sering disuruh nikah gak mau, sudah banyak kami jodohkan sama dia, tak ada katanya yang cocok, entah kenapa mata si Raja ini," kata calon Ibu mertua.
Aku merasa tersinggung, seakan-akan mata Bang Raja salah memilih aku. Begitu banyaknya cobaan untuk menikah dengan Bang Raja. Mulai dari kakakku yang iri, ibu yang entah bagaimana, ini calon Ibu mertua yang tidak ramah.
"Bu, betulkah ada berbagai tes untuk jadi istri polisi?" tanyaku lagi untuk mencairkan suasana yang makin kaku.
"Betul, ada tes darah, tes urine, ada juga sidang nikah,"
"Betulkah ada tes keperawanan?"
"Kenapa? kamu takut tes keperawanan? kamu tidak perawan lagi ya? Apakah si Raja sudah menodaimu?"
Duh, aku salah ngomong lagi.
"Masih lah, Bu, hanya bertanya,"
"Oh, kupikir sudah diapain si Raja kau,"
"Nggak, Bu, dia orangnya sopan, tampan, mungkin menurun dari ibunya, ibu juga cantik," kataku coba cara lain.
"Oh, ya, dua adiknya pun cantik, semua orang memang bilang begitu, semua anakku menurun dari ibunya, bapaknya kau lihat sendiri, udah hitam, sangar lagi," kata Ibu mertua.
"Bagaimana caranya biar tetap cantik biarpun sudah berumur kayak Ibu?" Tanyaku lagi, aku mulai menemukan cara menaklukkan calon Ibu mertua ini.
"Oh, itu rahasia dapur, Maen, nanti kuajari kau, bagaimana cara menghadapi suami polisi juga nanti kuajari kau," kata Ibu mertua.
Kami mulai akrab bicara, sudah mulai bercanda, ternyata asyik juga bicara dengan calon Ibu mertua ini. Sementara itu Bang Raja dan Ayahnya duduk agak menjauh, mereka tampak bicara serius.
Ibu mertua mulai bercerita, jadi istri polisi itu katanya harus siap ditempatkan di mana saja, berpindah-pindah, harus siap LDR-an, ibu ini juga cerita, bagaimana Bang Raja pindah sekolah beberapa kali, SD saja di tiga tempat, karena Ayahnya sering pindah tugas.
HP-ku berbunyi, ada panggilan video dari Kak Mila, mau apa lagi kakakku ini?
Segera kuangkat, aku terkejut, sepertinya ruangan rumah sakit.
"Ayah jatuh dibilang gak percaya kau, ini lihat ini, Ayah di rumah sakit," kata Kak Mila seraya menunjukkan Ayah yang lagi berbaring di ranjang rumah sakit.
Duh, Ayah, kok? Bagaimana bisa? Tadi?
Suamiku PolisiPart 7Bagaimana bisa ayahku masuk rumah sakit? Padahal tadi sudah kutelepon tetangga, katanya Ayah duduk di teras rumah. Kak Mila kirim pesan lagi, nama rumah sakit dan nomor ruang dia tuliskan. "Ada apa, Maen?" tanya calon Ibu Mertua. "Ayahku, Bu, kata kakakku jatuh di kamar mandi," jawabku. "Ayo kita lihat, Maen.," Calon Ibu mertua memanggil Bang Raja dan Ayah Bang Raja, akhirnya kami berempat berangkat ke rumah sakit. "Kok bisa?" tanya Bang Raja. "Aku juga tak tahu, Bang, Kak Mila video call, jelas kulihat Ayah di ranjang rumah sakit,* Kataku. Ayah memang sudah lama sakit, dia akan sesak napas jika berjalan agak jauh. Aku sangat khawatir sekali, hanya Ayah yang sayang padaku. Tak habis pikir bagaimana Ayah bisa jatuh, padahal tadi kata tetangga ... Ketika kami sampai di rumah sakit, ayah masih belum sadar, belum bisa dilihat. Kutatap tajam Mila, aku curiga ada yang tidak beres, bagaimana bisa ayah jatuh? Apa iya dia bilang jatuh duluan sebelum kejadian? "K
Suamiku PolisiPart 8PoV Mila. Semenjak SMA, aku sudah terobsesi punya suami seorang polisi atau tentara. Sering kubayangkan diriku jadi bhayangkari atau anggota persit. Ibuku juga mendukung, katanya aku punya potensi. Wajahku tergolong cantik, kulit putih dan tinggi semampai. Aku hanya mau pacaran dengan aparat, yang lain tak kuterima, akan tetapi entah kenapa tak ada yang jadi. Mulai tamat SMA, entah sudah berapa pacarku polisi dan tentara. Semua kandas di tengah jalan. Adalah Raja, polisi yang baru bertugas di Medan, dia tampan, dengan mudah kudekati. Dengan mudah dia sudah bertekut lutut di kakiku. Dia tampak serius. Aku senang. Jika berurusan dengan polisi dengan cepat dia kutelepon, dia akan bantu aku. Rasanya bangga punya pacar polisi, tak ada yang berani ganggu kita. Pernah aku distop polisi karena tidak memakai helm, kutelepon Raja, dia langsung datang, aku bebas dari tilang. Adalah teman Raja, teman yang juga atasannya, tak begitu tampan, akan tetapi dia sudah perwira.
Suamiku PolisiPart, 9Kak Mila jadi berubah pendiam dan mudah emosi, kini dia lebih banyak berkurang di dalam kamar. Semenjak kejadian itu, Ibu juga marah padanya. Emas Ibu raib karena obsesi mereka. Sementara itu keluarga besar Bang Raja sudah ada di Medan. Ayah Bang Raja ternyata sudah pensiun, kini mereka bisa pokus untuk mengurus pernikahan anaknya. Mereka juga beli rumah di kota ini. Sesuai waktu yang disepakati mereka datang ke rumah kami. Ayah dan beberapa pamanku juga sudah lebih dulu kami undang. Perwakilan keluarga Bang Raja berbicara, menanyakan masalah mahar yang mereka sebut namanya Tuhor. Yaitu jumlah uang yang diberikan pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Ayah hanya minta lima puluh juta, yang langsung disetujui oleh perwakilan keluarga Bang Raja. "Karena masih ada kakaknya di sini yang belum menikah, kami akan memberikan sebagai uang pengganti malu, atau istilahnya uang langkah, berapa kira-kira minta uang langkahnya." kata perwakilan keluarga
Suamiku PolisiPart 10"Dina, bilang sama Raja, kita terima yang dua puluh lima juta," kata Ibu, pagi itu kami lagi mempersiapkan kedatangan keluarga Bang Raja. "Malu aku, Mak,""Kok malu?""Malulah, Mak, keluarga kita aneh, udah ditolak terima lagi," kataku. "Hei, Dina, ini urusan dua puluh lima juta ya, Dina, dua puluh lima juta, itu uang yang banyak, cukup untuk belanja kami di sini satu tahun, kau mau nikah, siapa lagi yang kasih kami makan, ayahmu nampak kau sendiri nya, gak ada yang bisanya lagi," kata Ibu panjang lebar. "Gak berani aku, Mak.""Masa sih gak berani, mereka itu orang kaya lo, Dina, uang segitu bagi mereka kecil.""Aku tetap gak berani, Mak, bilang sendiri napa, Mak?""Gitulah kau, gak bisa diandalkan," kata ibu. Aku mau menjawab lagi, akan tetapi aku coba tahan diri, ini hari di mana akan ada hantaran untukku, aku tak ingin merusak suasana. Sementara itu Kak Mila terus berkurung di kamarnya, tak mau bantu apa-apa, padahal kami lagi sibuk masak. Akan ada makan
Suamiku PolisiPart 11PoV MilaAku merasa dikucilkan, Ibu yang dulu selalu dukung aku kini mulai marah-marah terus, semua karena emas itu. Obsesi Ibu yang aku harus punya suami aparat. Ini memang obsesiku juga, akan tetapi Ibu terus mendukung, akhirnya aku tertipu polisi gadungan. Malu, ya, jelas malu. Sakit lagi, ditambah lagi Dina yang terus seperti pamer padaku, dia menertawai aku yang tertipu. "Sarjana kok bisa tertipu?" begitu katanya, menyakitkan. Di rumah, aku seperti dianggap tidak ada, semua orang membicarakan Dina, Dina lagi, dan Dina. Tak pernah lagi Mila. Padahal dulu aku yang selalu jadi bahan pujian di rumah ini, aku pernah menang peragaan busana muslim tingkat sekolah. Pialaku juga berjejer di rak. Dina? tak ada. Dia hanya bernasib mujur. Keluarga Raja datang hendak membicarakan Mahar, entah kenapa sakit rasanya selalu Dina yang dibahas. Aku makin terpinggirkan, aku mengurang diri di kamar. Akan tetapi tetep kucuri dengar juga pembicaraan mereka. Lima puluh juta,
Suamiku PolisiPart 12Para tetangga dan saudara sudah berkumpul di rumah, tempat untuk tamu sudah disediakan. Seorang pemuda sudah ditugaskan mengatur parkir mobil tamu di depan gang. Kak Mila berulah lagi, dia keluar dari kamarnya, dengan senyuman mengembang dia bilang akan membalasku. Duh, emang aku salah apa sehingga harus dibalas? "Udah, Dina, gak usah pedulikan, fokus ke acara saja," bisik ayah yang lagi duduk di dekatku. Tepat sehabis isa, keluarga Bang Raja datang, mereka bawa antaran yang banyak juga. Sampai tiga orang mengangkatnya melewati gang kecil jalan ke rumah. Setelah basa-basi sejenak. Mereka mulai bicara. Mereka bergantian berpidato, intinya adalah penghormatan untuk kami mora mereka. Uang yang mereka berikan dalam bentuk emas tiga puluh gram dan uang dua puluh tiga juta. Kata mereka uang itu untuk dibakar. Uang hangus istilahnya. Aku sempat terkejut ternyata maksudnya adalah untuk kami pakai biaya pesta. Sedangkan dalam bentuk emas untuk kupakai. Wah, baru ni
Suamiku PolisiPart 13Untuk menjadi istri seorang polisi ternyata rumit, banyak tes yang harus dijalani, untunglah calon Ibu mertua mau membantu aku, sedangkan Bang Raja tak bisa antar aku karena harus tugas. Mulai dari tes darah, tes urine, baru urus surat segala macam. Setelah semua selesai, tiba saatnya sidang nikah. Sidang nikah dilaksanakan di aula Polda, bukan hanya kami, tapi ramai-ramai. Ayah dan Ibu ikut, kedua orang tua Bang Raja juga ikut. Tiba saatnya wawancara dengan atasan Bang Raja. "Apakah Anda bersedia mengikuti suami ke mana pun ditugaskan?" tanya pria di depanku. "Bersedia, Pak." "Apakah Anda siap jadi istri anggota Polri mengikuti segala aturan Polri,""Siap, Pak,""Apakah Anda siap menerima konsekuensi sebagai istri anggota Polisi, suatu saat di tugaskan lama, atau gugur dalam tugas?"Aku terdiam, tak bisa kujawab bagian ini, aku belum siap kalau harus ditinggal mati, kalau ditinggal lama masih bisa, tapi ditinggal mati?Bang Raja menyikut lenganku, aku lalu
Suamiku PolisiPart 14PoV Mila. Makin hari, suasana hatiku makin suram. Ternyata dilangkahi adik itu sakit, beda kami tiga tahun, aku lebih cantik, lebih tinggi lebih putih, lebih berpendidikan, lebih berprestasi. Kenapa justru dia yang nikah sama polisi. Itu impianku sejak lama. Adikku ini merampas impianku. Aku benci karena itu. Ayah biologisku yang ternyata sekarang tugas di Kalimantan menghubungi aku. "Mila, benarkah kau dicabuli ayah tirimu," tanya Ayah lewat sambungan messenger. "Iya, Ayah," kataku seraya menangis. Tangisanku asli, tapi bukan karena sudah dicabuli, tapi karena sudah ditikung adik sendiri. "Ada bukti atau saksi?" tanyanya lagi dari seberang telepon. "Bukti, bukti apa yang harus kutunjukkan? Saksi, ya, aku saksinya, hanya aku, dia dan Tuhan saja yang tahu," kataku sambil terisak. "Baik, maafkan Ayah Mila, Ayah orang tua yang tak bertanggungjawab, tapi sekarang tak akan kubiarkan darah dagingku sendiri dicabuli orang." "Tolong aku, Ayah, aku bahkan tak pu