Suamiku Polisi
Part 40
"Apa benar Ayah mau nikah lagi?" Tanyaku pada Ayah, seraya duduk di sampingnya.
"Gaklah, Dina, Ayah cuma kesal dengan ibumu," jawab Ayah.
"Jika pun benar, aku selalu dukung Ayah," kataku lagj.
Dipikir memang Ayah juga mungkin butuh teman hidup, usia Ayah masih 50an, dia juga sudah makin sehat. Pengobatan terapi itu benar-benar manjur, akan tetapi menurut Ayah, kunci kesehatan itu ada di pikiran. Ayah merasa makin plong setelah cerai dengan Ibu. Aneh memang, orang biasa sakit jika berpisah dengan istri, Ayah justru makin sehat.
Ternyata Ibu tak berhenti sampai di situ, beliau masih terus berusaha untuk kembali rujuk, kali ini Ibu menggunakan pamanku, saudara sepupu Ayah. Ayah sangat menghormati pamanku ini, dia seorang ustadz dan imam mesjid.
"Bang Hamdan, kakak itu kemarin datang ke rumah, Abang kok gitu sekarang, ingat Bang, perceraian itu hal yang halal tapi dibenci Allah," kata p
Suamiku PolisiPart 41"Mak, kenapa, Mak?" tanyaku pada ibu. Saat itu sengaja aku datang ke rumah nenek. Ingin kutahu apalagi motif ibuku kini, aku masih ragu ibu benar hamil, masih belum bisa diterima otakku, seorang ibu yang sudah punya cucu bisa pacaran dan hamil. "Mamak juga gak tau, Dina," kata ibu, matanya tampak sembab, mungkin habis menangis. "Masa sih gak tau, Mak? jadi hamil aja gitu tanpa berbuat?""Bukan begitu, Dina, mamak gak tau masih bisa hamil, mamak pikir gak akan bisa hamil lagi, wong sudah punya cucu,""Astagfirullah, Mak, siapa lelaki itu?" tanyaku lagi, seperti bertukar posisi rasanya, aku seperti seorang ibu yang memarahi putrinya. "Dia teman Ibu, dia masih dua puluh tahun,""Ya, Allah, dua puluh tahun?""Karena bukan kau itu, Dina, mamak kesepian, lima tahun puasa," Lagi-lagi aku hanya bisa istighfar, aku menyerah kini, semoga saja permohonan pindah tugas suami cepat disetujui, aku ingin pergi jauh. "Dina, bantu dulu mamak sekali ini lagi," kata Ibu lagi.
Suamiku PolisiPov Diana (Ibu Mila) Semenjak kecil aku sangat kagum melihat lelaki berseragam. Mau itu polisi atau tentara aku sangat tertarik melihatnya. Sampai ketika remaja, aku selalu cari perhatian bila ada kenalan pria berseragam. Bagiku pria berseragam itu tampak seksi. Dalam hati aku bertekat harus punya suami polisi atau tentara. Adalah Rahmat, tentara muda yang baru bertugas di kotaku, dia tampan, hidung mancung. Aku tergila-gila padanya. Perkenalan kami ketika dia melatih baris berbarus di sekolahku. Kami langsung akrab dan menjalin hubungan, atau istilahnya pacaran. Selepas aku SMA, aku sedih, Bang Rahmat mau pindah tugas ke Papua. Aku takut sekali dia tinggalkan. Jadi timbul ide jahat, aku akan menyerahkan diriku padanya, dengan begitu mungkin dia akan segera menikah denganku, tak pergi lagi tugas ke Papua. Malam itu ketika dia apel ke rumah, aku lagi sendirian di rumah, Ayah dan Ibu sedang pergi kondangan. Aku dapat kesempatan, kurayu dia, tentu saja dengan mudah dia
Hidup rasanya lebih tenang setelah kepergian Ibu dan Kak Mila, tak ada lagi yang menggangu. Ayah jadi makin sehat, benar juga kata orang, kesehatan itu berawal dari pikiran. Setelah cerai dengan ibu, ayah jadi tambah sehat. Di usianya yang sudah lima puluh enam tahun, beliau kelihatan makin semangat hidup, dan menjaga gaya hidup sehat."Kasihan Ayah, Dek?" kata Bang Raja di suatu malam, saat itu Ayah lagi duduk di teras, kami duduk di depan TV, sedangkan anakku sudah tidur. "Kasihan kenapa, Bang, Ayah makin sehat itu," kataku seraya makan camilan. "Lihat itu Ayah, pandangannya kosong beliau kesepian," kata Bang Raja. "Kesepian bagaimana, Ayah sudah lima puluh enam tahun lo, Bang," "Pria itu gak ada batasan umur, Dek, aku yakin Ayah masih butuh pendamping,""Ah, ada-ada saja, Abang," "Betul, Dek, kalau misalnya beliau minta kawin lagi, jangan larang ya," kata Bang Raja. "Gak mungkin, Bang, gak mungkin Ayah mau kawin lagi," jawabku seraya membuka HP.Akan tetapi pikiranku jadi ber
"Rasa?" "Iya, Bu, tidak ada obatnya, ibu akan mati perlahan-lahan," kata Bu Paijah. Ya, Allah, aku jadi gemetar, kenapa aku bisa dapat penyakit seperti ini? segera kuteleppon Bang Raja. Kuceritakan apa yang kualami, Bang Raja pulang dan membawaku ke dokter. Setelah beberapa kali periksa, dokter bilang, aku sakit radang lambung, dokter tersebut juga memberikan resep. "Bang, Bu Paijah bilang aku kena rasa," kataku pada Bang Raja, ketika kami sampai di rumah. "Ah, mana mungkin, Dek, adek hanya radang lambung, minum obat nanti juga sembuh," kata Bang Raja. "Tapi, Bang," "Udah, Dek, istirahat saja dulu," kata Bang Raja. Ketika suami harus kerja lagi, aku minta Bu Paijah yang menemaniku di rumah. Aku juga ingin bertanya bagaimana rasa ini, apakah betul aku kena racun tak kasat mata. "Ini memang rasa, Bu, dokter memang tak bisa deteksi rasa, kalau Ibu mau, kupanggil dukun," kata Bu Paijah. "Aku menurut saja, tanpa sepengetahuan Bang Raja, kami memanggil dukun yang konon bisa mengob
Suamiku Polisi "Ke Kalimantan, Bang?" tanyaku memperjelas perkataan Bang Raja. Kalimantan itu bukan dekat, jauh sampai seberang pulau, bagaimana bisa kami akan ke sana, Bang Raja kan kerja? "Iya, Dek, Abang permisi dulu ke atasan, mungkin sudah bisa ambil cuti lagi," kata Bang Raja. Aku jadi terharu, Bang Raja mau bersusah payah sampai ke Kalimantan untuk menjemput ibuku, ibu yang sudah banyak menyakiti kami. Ibu yang telah membuat malu keluarga. Aku sangat bersyukur punya suami seperti ini. Tiga hari kemudian, Bang Raja dapat ijin khusus. Kami punya waktu empat hari menjemput ibuku ke Kalimantan. Anakku yang sudah hampir satu tahun juga kubawa. Tiket pesawat sudah dipesan, kami akan terbang dari Medan menuju Balik Papan. Tiba-tiba saja aku dapat telepon dari Kak Mila, baru kali ini dia menghubungiku semenjak pergi entah ke mana. "Dina, kenapa mamak viral begitu, kenapa mamak berada di Kalimantan?" tanpa basa-basi Kak Mila langsung membrondongku dengan berbagai pertanyaan. "Itu
Suamiku PolisiPembicaraan buntu, Kak Mila tetap bersikeras ibu harus dibawa ke tempatnya, sedangkan Bang Raja tidak bisa memenuhi, alasan Bang Raja, cutinya hanya empat hari, dan sudah diambil tiket pesawat pulang pergi Medan Balikpapan. "Udahlah, Bang, kita antar saja," kataku pada Bang Raja. "Dek, selain karena waktunya sempit, Abang kok masih kurang percaya pada Kak Mila," kata Bang Raja. "Mungkin benar Kak Mila sudah berubah, Bang, siapa tahu memang begitu, lagi pula mamak lebih baik mungkin tinggal di sana," kataku lagi. HP-ku bunyi lagi, ada panggilan dari Kak Mila, kukasih kepada Bang Raja, setelah lebih dulu aku menghidupkan speaker. "Raja, aku ganti tiket kalian, aku bayar biaya kalian ke mari, asal kalian bawa mamak, tolonglah, Raja, di sini ada pengobatan alternatif, mungkin mamak bisa sembuh," kata Kak Mila. "Udah kaya Kak Mila ya?" kata Bang Raja. "Alhamdulillah, suamiku pelaut, gajinya dua puluh jutaan sebulan," kata Kak Mila. "Baik, kalau gitu, kita tanya dulu
Suamiku Polisi"Jangan mimpi dilamar polisi, pasangannya polisi itu kalau gak dokter, ya, guru, bidan," begitu kata Kak Mila ketika aku bilang ada polisi yang suka padaku. Aku memang hanya lulusan SMK, kerja di salah satu perusahaan retail di bagian kasir. Aku kenal Bang Raja, seorang polisi muda yang sering datang belanja ke tempat kerjaku. Aku ingat betul pertama kali kami kenalan, saat itu dia beli air mineral. "Mbak, air bisa basi?" tanyanya seraya mengeluarkan uang dari dompetnya. "Mana bisa basi, Bang," jawabku. "Oh, berarti ini gak apa-apa ya, dah kadaluarsa ini," katanya lagi seraya menunjukkan tanggal kadaluarsa air mineral tersebut. "Oh, maaf, segera kami ganti," kataku Seraya merapatkan dua tangan. "Gak apa-apa, kalau ada apa-apa nanti, kalau misalnya sakit perutku kutelepon kamu," kata polisi ganteng tersebut. "Hehehe," aku hanya tersnyum. "Tolong tulis nomormu di sini," katanya lagi seraya memberikan kertas struk belanjanya. Entah kenapa, aku menurut saja, kutuli
Suamiku PolisiPart 2Kulihat Bang Raja menunduk, sedangkan Kak Mila memandangnya dengan mata melotot. Aku masih belum mengerti apa yang terjadi. "Ada apa ini?" tanyaku lagi. "Dia mantanku dulu, Dina," kata Kak Mila. "Jadi ...?""Jadi dia mantanku, dia pacari kau untuk balas sakit hatinya padaku," kata Kak Mila. "Bukan, bukan seperti itu," potong Bang Raja. "Seperti apa lagi, mau dua-dua sama kau, kan," kata Kak Mila. "Maaf, aku pergi, saja, maafkan aku Dina, dulu aku tak tahu dia kakakmu," kata Bang Raja seraya menghidupkan motornya dan pergi. Kak Mila memang sudah sering gonta ganti pacar, umurnya sudah dua enam, sedangkan aku dua tiga. Pacarnya selalu orang berseragam, kalau gak polisi, ya, tentara sekarang lagi menjalin hubungan dengan seorang satpam. Kakakku ini memang sangat terobsesi punya suami polisi. Mungkin karena seragam satpam sudah mirip polisi sekarang, makanya dia mau sama satpam itu. "Aku tak setuju jika kau nikah sama mantanku," kata Kak Mila. "Aku tak tahu