Suamiku Polisi
Part 5
Ada rasa puas tersendiri ketika aku bisa melawan, lelah sudah selama ini selalu mengalah. Aku masih ingat sejak kecil aku jarang dibeli pakaian baru, pakaianku selalu bekas Kak Mila. Kalau sudah tak muat sama Kak Mila, baru diberikan Ibu padaku. Sejak kecil aku sudah seperti dianak tirikan. Hanya Ayah yang sayang padaku, sementara dulu ayah jarang di rumah, beliau bekerja sebagai supir bus antar kota.
Ayah dan ibu masih bertengkar malam itu, aku menguping pembicaraan mereka.
"Ayah, si Mila lebih pantas jadi istri polisi, bukan si Dina, Mila sarjana," kata Ibu lagi.
"Mak, aku tak bisa nikahkan si Mila, aku hanya bisa terima jika ada yang lamaran untuk si Dina," kata Ayah lagi.
"Lo, Ayah kok ungkit ke situ terus, kalau bukan Ayah siapa lagi yang nikahkan dia?"
"Cari walinya, aku tak berhak, gak sah itu nikahnya," kata Ayah.
"Ayah, sini kubilang rahasia," kata ibu, suaranya makin pelan.
Aku mendekatkan telinga ke lubang kunci, penasaran juga rahasia apa yang mau dibilang Ibu.
"Ayah sudah tak kerja, Ayah pikir dari mana kuambil belanja tiap hari, dari gaji si Dina, si Mila gak kerja juga, jika si Dina nikah, kita mau makan apa? Dia tulang punggung sekarang, jangan biarkan nikah anakmu itu, jika si Mila yang nikah, beban kita berkurang," kata ibu dengan suara pelan.
Wah, ternyata begitu alasan ibu, aku mau dijadikan tulang punggung di rumah ini. Selama ini memang gajiku selalu kuberikan ibu setengahnya.
"Kau dengar itu, Yah, kalau mereka datang lagi, bilang hanya Mila yang boleh dilamar, si Raja itu pasti mau," kata Ibu lagi.
"Maaf, Mak, Ayah tak bisa,"
Siang itu, toko tempatku bekerja lagi ramai, ada sekitar lima orang yang antri di depanku, aku harus mengecek satu persatu barang belanjaan. Bekerja sebagai kasir penuh resiko, jika uang di laci dan data di komputer tidak sesuai, kitalah yang menanggung jadi tak boleh ada kesalahan.
Sesekali kulirik ke seberang jalan. Bang Raja seperti biasa berjaga-jaga di depan Bank tersebut, dia menyandang senjata api. Duh, gagahnya. Terbayang aku berada di sampingnya dengan seragam khas bhayangkari.
Aku terkejut, kulihat dua perempuan sedang bicara dengan Bang Raja, ya, Tuhan, itu Ibuku dan Kak Mila, ada apa mereka datang menemui Bang Raja? aku jadi tak tenang, perasaanku tidak enak. Mau kususul tak mungkin kerjaan bisa kutinggalkan. Aku mencium bau iri dan dengki.
"Kasir kok melamun gitu, ini dah dua kali kau hitung, gimana, sih?"
Ya, Allah, aku sampai lalai dalam pekerjaan, segera aku minta maaf dan membetulkan kesalahan. Pikiranku masih tak tenang, mataku terus tertuju ke seberang jalan. Kupanggil teman kerjaku.
"Tolong gantikan aku bentar, mau buang air," kataku pada teman tersebut.
Tapi aku bukannya ke kamar mandi, tapi ke seberang jalan menemui Bang Raja.
'Itu si Dina," kata Bang Raja begitu aku sampai di depan bank tersebut.
"Ada apa, Mak?" tanyaku penuh curiga.
"Ini si Mila, motornya ditilang polisi, jadi mau minta tolong diantar Nak Raja ngurusnya," kata Ibu.
"Oh," jawabku seraya menatap mata Bang Raja, lewat pandangan mata ingin kusampaikan jika aku tak suka dia pergi berduaan dengan Kak Mila.
"Maaf, aku gak bisa," kata Bang Raja. Dalam hati aku bersorak-sorai gembira. Bang Raja mengerti tatapan mataku. Aku tahu ini trik Kak Mila.
"Tolong dululah, Bang Raja," kata Kak Mila dengan gaya sok manja, tangannya menyentuh bahu Bang Raja. Jijik kali aku melihat tingkah Kak Mila ini.
Tak mau kalah, kudekati Bang Raja, "Bang, antar dulu aku nanti belanja, ya," kataku.
"Iya, Iya, nanti sepulang kerja ya," jawab Bang Raja.
Aku kembali ke tempat kerja, puas rasanya melihat Kak Mila yang munyun, mereka akhirnya pulang. Kukirim pesan buat Bang Raja.
(Makasih, Bang)
Hanya dibalas dengan emot love.
Kak Mila sepertinya belum menyerah, mungkin dia tak dapat terima aku dapat yang lebih baik dari pada dia, seperti hari itu, dia pinjam HP-ku alasannya butuh lihat G****e, sedangkan dia tak punya paket. Kutawarkan host spot pun dia masih beralasan hp-nya low bet. Kuberikan saja. Ada satu jam dia pakai HP-ku, ketika dia kembalikan, aku curiga melihat senyum tipisnya, itu sesuatu yang jarang.
Segera kubuka WA-ku, benar saja dia sudah mengerjai gawaiku. Nomor Bang Raja dia blokir. Ada juga beberapa pesan yang sudah dihapus dari messenger. Wah, apa yang dia perbuat.
Kubuka blokiran, kutelepon Bang Raja.
"Jadi begitu ya, Dina, Terima kasih untuk waktu indah yang kau berikan, maaf kalau harus begini," kata Bang Raja sebelum aku sempat bicara.
"Begitu begini bagaimana, Bang?" jawabku.
'Udah, lebih baik blokir lagi, aku tak menyangka kamu begitu, udah, ya," kata Bang Raja, panggilan pun terputus, mau kutelepon lagi aku sudah diblokir.
Aku geram, marah, Kak Mila pasti sudah mengerjaiku mengerjai HP-ku. Entah apa yang sudah dia kirim ke Bang Raja. Bang Raja sepertinya marah sekali.
"Kau apain HP-ku?" tanyaku seraya berkacak pinggang di depan Kak Mila.
"Hei, mulutmu itu, Dina, gak ada sopan," Ibu yang menjawab.
"Aku tanya kau apain HP-ku?" tanyaku lagi.
"Dina!" Lagi-lagi ibu yang menjawab.
"Aku muak dengan Ibu, aku muak dengan kalian," kataku lagi.
Segera kuraih tas dan keluar dari rumah, tujuanku ke Bank tempat Bang Raja kerja, akan tetapi dia tidak ada di situ, mau kuhubungi aku sudah diblok. Aku bahkan tak tahu di mana dia tinggal. Kutanya satpam Bank, Pak satpam itu justru berbaik hati menelepon Bang Raja.
"Bang, HP-ku dibajak," kataku setelah Pak satpam itu memberikan alat komunikasi itu padaku.
"Dibajak bagaimana?"
"Kak Mila, apapun yang terkirim dari HP-ku tadi, itu bukan aku, HP-ku dipinjam Kak Mila.
"Oh, pantasan,"
"Jemput aku, Bang, aku di Bank," kataku.
"Ok, tunggu di situ,"
Tak berapa lama, dia datang, kali ini dia bawa mobil, tak lagi naik ninja seperti biasa.
"Mobil baru, Bang?" tanyaku.
"Bukan, mobil bapak ini,"
"Oh, bapak sudah datang?"
"Iya, yuk kukenalkan sama orang tuaku,,
Motor kutitipkan di tempat kerja, aku naik ke mobil Bang Raja. Tak lupa kufoto diriku bersama Bang Raja, sengaja kukirim foto itu ke Kak Mila.
(Aku tak akan menyerah) tulisku kemudian.
"Bang, bisa gak kita ganti baju dulu, masa aku begini mau ketemu calon mertua?" kataku seraya menunjuk pakaianku, aku memang hanya memakai pakaian biasa, karena tak sempat tadi ganti baju.
Bang Raja justru membawaku ke butik, disuruh memilih pakaian untuk dipakai saat itu juga, entah kenapa aku jadi ingin pamer ke Kak Mila. Kurekam diriku sedang pilih pakaian, kubuat story WA. Tak lupa kubersikap mesra ke Bang Raja.
Setelah dapat pakaian yang pas dan sopan, kami berangkat, deg-degan rasanya untuk bertemu calon mertua. Kata Bang Raja, bapak dan ibunya menginap di hotel, ke sanalah kami akan menuju,. Kubuat lagi story WA dengan caption ;
(Deg-degan mau bertemu camer)
Tiba-tiba HP-ku bunyi, ada panggilan dari Kak Mila, tak kuangkat, aku tahu dia sudah panas dingin di sana. Akan tetapi panggilan itu terus berulang. Akhirnya kuangkat juga.
"Halo,"
"Cepat pulang, Ayahmu jatuh di kamar mandi," ternyata Ibu yang menelepon.
Ya, Allah, Ayahku.
Suamiku PolisiPart 6Aku tak percaya begitu saja perkataan Ibu, dugaanku ini hanya salah satu siasat mereka untuk menggagalkanku bertemu calon Ayah Mertua. Aku jadi merasa bersalah, entah untuk apa aku tergoda untuk pamer. Akan tetapi hatiku tak tenang, bagaimana jika betul? "Kenapa, Dina?" tanya Bang Raja. "Itu, Bang, kata Ibu Ayah jatuh di kamar mandi, tapi aku tak percaya,""Telepon saja Ayah,""Ayah tak punya HP," "Telepon tetangga atau siapa saja," kata Bang Raja. "Oh, iya, ya," Segera kutelepon tetangga depan rumah, jika benar Ayah Jatuh, tak mungkin rasanya dia tak tahu. "Kak, ini aku Dina, mau tanya aja, apa di rumah baik-baik saja?" Tanyaku begitu telepon tersambung. "Oh, baik kok, gak ada terlihat apa-apa?""Tolong lihat, Kak, apa ayahku kenapa-kenapa?" pintaku lagi. "Ayahmu itu kok, dia duduk di teras," "Oh, terima kasih, Kak," Dasar memang, orang tua apa yang cocok disebut Ibuku itu, dia bukannya senang lihat anaknya bahagia, segala cara dia lakukan untuk mengg
Suamiku PolisiPart 7Bagaimana bisa ayahku masuk rumah sakit? Padahal tadi sudah kutelepon tetangga, katanya Ayah duduk di teras rumah. Kak Mila kirim pesan lagi, nama rumah sakit dan nomor ruang dia tuliskan. "Ada apa, Maen?" tanya calon Ibu Mertua. "Ayahku, Bu, kata kakakku jatuh di kamar mandi," jawabku. "Ayo kita lihat, Maen.," Calon Ibu mertua memanggil Bang Raja dan Ayah Bang Raja, akhirnya kami berempat berangkat ke rumah sakit. "Kok bisa?" tanya Bang Raja. "Aku juga tak tahu, Bang, Kak Mila video call, jelas kulihat Ayah di ranjang rumah sakit,* Kataku. Ayah memang sudah lama sakit, dia akan sesak napas jika berjalan agak jauh. Aku sangat khawatir sekali, hanya Ayah yang sayang padaku. Tak habis pikir bagaimana Ayah bisa jatuh, padahal tadi kata tetangga ... Ketika kami sampai di rumah sakit, ayah masih belum sadar, belum bisa dilihat. Kutatap tajam Mila, aku curiga ada yang tidak beres, bagaimana bisa ayah jatuh? Apa iya dia bilang jatuh duluan sebelum kejadian? "K
Suamiku PolisiPart 8PoV Mila. Semenjak SMA, aku sudah terobsesi punya suami seorang polisi atau tentara. Sering kubayangkan diriku jadi bhayangkari atau anggota persit. Ibuku juga mendukung, katanya aku punya potensi. Wajahku tergolong cantik, kulit putih dan tinggi semampai. Aku hanya mau pacaran dengan aparat, yang lain tak kuterima, akan tetapi entah kenapa tak ada yang jadi. Mulai tamat SMA, entah sudah berapa pacarku polisi dan tentara. Semua kandas di tengah jalan. Adalah Raja, polisi yang baru bertugas di Medan, dia tampan, dengan mudah kudekati. Dengan mudah dia sudah bertekut lutut di kakiku. Dia tampak serius. Aku senang. Jika berurusan dengan polisi dengan cepat dia kutelepon, dia akan bantu aku. Rasanya bangga punya pacar polisi, tak ada yang berani ganggu kita. Pernah aku distop polisi karena tidak memakai helm, kutelepon Raja, dia langsung datang, aku bebas dari tilang. Adalah teman Raja, teman yang juga atasannya, tak begitu tampan, akan tetapi dia sudah perwira.
Suamiku PolisiPart, 9Kak Mila jadi berubah pendiam dan mudah emosi, kini dia lebih banyak berkurang di dalam kamar. Semenjak kejadian itu, Ibu juga marah padanya. Emas Ibu raib karena obsesi mereka. Sementara itu keluarga besar Bang Raja sudah ada di Medan. Ayah Bang Raja ternyata sudah pensiun, kini mereka bisa pokus untuk mengurus pernikahan anaknya. Mereka juga beli rumah di kota ini. Sesuai waktu yang disepakati mereka datang ke rumah kami. Ayah dan beberapa pamanku juga sudah lebih dulu kami undang. Perwakilan keluarga Bang Raja berbicara, menanyakan masalah mahar yang mereka sebut namanya Tuhor. Yaitu jumlah uang yang diberikan pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Ayah hanya minta lima puluh juta, yang langsung disetujui oleh perwakilan keluarga Bang Raja. "Karena masih ada kakaknya di sini yang belum menikah, kami akan memberikan sebagai uang pengganti malu, atau istilahnya uang langkah, berapa kira-kira minta uang langkahnya." kata perwakilan keluarga
Suamiku PolisiPart 10"Dina, bilang sama Raja, kita terima yang dua puluh lima juta," kata Ibu, pagi itu kami lagi mempersiapkan kedatangan keluarga Bang Raja. "Malu aku, Mak,""Kok malu?""Malulah, Mak, keluarga kita aneh, udah ditolak terima lagi," kataku. "Hei, Dina, ini urusan dua puluh lima juta ya, Dina, dua puluh lima juta, itu uang yang banyak, cukup untuk belanja kami di sini satu tahun, kau mau nikah, siapa lagi yang kasih kami makan, ayahmu nampak kau sendiri nya, gak ada yang bisanya lagi," kata Ibu panjang lebar. "Gak berani aku, Mak.""Masa sih gak berani, mereka itu orang kaya lo, Dina, uang segitu bagi mereka kecil.""Aku tetap gak berani, Mak, bilang sendiri napa, Mak?""Gitulah kau, gak bisa diandalkan," kata ibu. Aku mau menjawab lagi, akan tetapi aku coba tahan diri, ini hari di mana akan ada hantaran untukku, aku tak ingin merusak suasana. Sementara itu Kak Mila terus berkurung di kamarnya, tak mau bantu apa-apa, padahal kami lagi sibuk masak. Akan ada makan
Suamiku PolisiPart 11PoV MilaAku merasa dikucilkan, Ibu yang dulu selalu dukung aku kini mulai marah-marah terus, semua karena emas itu. Obsesi Ibu yang aku harus punya suami aparat. Ini memang obsesiku juga, akan tetapi Ibu terus mendukung, akhirnya aku tertipu polisi gadungan. Malu, ya, jelas malu. Sakit lagi, ditambah lagi Dina yang terus seperti pamer padaku, dia menertawai aku yang tertipu. "Sarjana kok bisa tertipu?" begitu katanya, menyakitkan. Di rumah, aku seperti dianggap tidak ada, semua orang membicarakan Dina, Dina lagi, dan Dina. Tak pernah lagi Mila. Padahal dulu aku yang selalu jadi bahan pujian di rumah ini, aku pernah menang peragaan busana muslim tingkat sekolah. Pialaku juga berjejer di rak. Dina? tak ada. Dia hanya bernasib mujur. Keluarga Raja datang hendak membicarakan Mahar, entah kenapa sakit rasanya selalu Dina yang dibahas. Aku makin terpinggirkan, aku mengurang diri di kamar. Akan tetapi tetep kucuri dengar juga pembicaraan mereka. Lima puluh juta,
Suamiku PolisiPart 12Para tetangga dan saudara sudah berkumpul di rumah, tempat untuk tamu sudah disediakan. Seorang pemuda sudah ditugaskan mengatur parkir mobil tamu di depan gang. Kak Mila berulah lagi, dia keluar dari kamarnya, dengan senyuman mengembang dia bilang akan membalasku. Duh, emang aku salah apa sehingga harus dibalas? "Udah, Dina, gak usah pedulikan, fokus ke acara saja," bisik ayah yang lagi duduk di dekatku. Tepat sehabis isa, keluarga Bang Raja datang, mereka bawa antaran yang banyak juga. Sampai tiga orang mengangkatnya melewati gang kecil jalan ke rumah. Setelah basa-basi sejenak. Mereka mulai bicara. Mereka bergantian berpidato, intinya adalah penghormatan untuk kami mora mereka. Uang yang mereka berikan dalam bentuk emas tiga puluh gram dan uang dua puluh tiga juta. Kata mereka uang itu untuk dibakar. Uang hangus istilahnya. Aku sempat terkejut ternyata maksudnya adalah untuk kami pakai biaya pesta. Sedangkan dalam bentuk emas untuk kupakai. Wah, baru ni
Suamiku PolisiPart 13Untuk menjadi istri seorang polisi ternyata rumit, banyak tes yang harus dijalani, untunglah calon Ibu mertua mau membantu aku, sedangkan Bang Raja tak bisa antar aku karena harus tugas. Mulai dari tes darah, tes urine, baru urus surat segala macam. Setelah semua selesai, tiba saatnya sidang nikah. Sidang nikah dilaksanakan di aula Polda, bukan hanya kami, tapi ramai-ramai. Ayah dan Ibu ikut, kedua orang tua Bang Raja juga ikut. Tiba saatnya wawancara dengan atasan Bang Raja. "Apakah Anda bersedia mengikuti suami ke mana pun ditugaskan?" tanya pria di depanku. "Bersedia, Pak." "Apakah Anda siap jadi istri anggota Polri mengikuti segala aturan Polri,""Siap, Pak,""Apakah Anda siap menerima konsekuensi sebagai istri anggota Polisi, suatu saat di tugaskan lama, atau gugur dalam tugas?"Aku terdiam, tak bisa kujawab bagian ini, aku belum siap kalau harus ditinggal mati, kalau ditinggal lama masih bisa, tapi ditinggal mati?Bang Raja menyikut lenganku, aku lalu