Suamiku Polisi
Part 3
(Besok saja, ya) pesan dari Bang Raja lagi.
(Now) balasku kemudian.
Aku keluar kamar, Ayah yang sudah tak bisa kerja lagi duduk di depan TV. Ayahku ini sudah lima tahun sakit, beliau sudah tak bisa kerja, selama ini akulah yang biayai keperluan Ayah, sedangkan Kak Mila biarpun sarjana tapi nganggur. Kuajak kerja di tempatku dia tak mau, katanya gak level sarjana kerja di indoma"""".
'Ayah, mau datang tamu ini," kataku pada Ayah.
"Siapa yang mau datang malam-malam begini?" tanya Ayah.
"Calon mantumu, Yah."
"Wah, kok datangnya malam, gak baik terima tamu jam segini," kata Ayah.
"Dia mau lamar aku pada Ayah," kataku.
Kak Mila yang mungkin mendengar aku bicara keluar dari kamarnya.
"Apa, Dina dah gila kau, mimpimu ketinggian, jika Bang Raja mau melamar, akulah yang duluan dilamarnya itu," kata Kak Mila.
"Maaf saja, Kak, kakak yang mimpi ketinggian, ngebet dapat polisi, akhirnya dapat satpam," kataku tak mau kalah.
"Hahaha," Kak Mila justru tertawa, tawanya seakan mengejekku.
"Ok, Kak, kita taruhan, jika benar Bang Raja lamar aku, kakak berhenti merendahkanku, kakak jangan pernah suruh aku cuci bajumu lagi, jangan pernah suruh beli jajanan tapi tak kasih duit," kataku, aku benar-benar terpancing.
"Baik, macam udah kenal kali kau si Raja itu seperti apa, jika dia tak datang malam ini, kau cuci bajuku selamanya," kata Kak Mila.
"Baik, sepakat,"
"Apa-apaan nya kalian ini," kata Ayah seraya garuk-garuk kepala.
"Lihat beda kita, Dina, lihat," kata Kak Mila lagi seraya mengukur tinggiku. Dia memang tinggi semampai, aku agak pendek dan sedikit berisi.
Deg-degan menunggu Bang Raja, ini saatnya aku uji keseriusan polisi ganteng itu, aku kembali kirim pesan.
(Jika tak datang, kita putus)
Sampai setengah jam kemudian, Bang Raja belum juga datang. Kak Mila sudah mulai mengejekku.
"Aku akan jadi ratu," kata Kak Mila seraya melirikku.
Detik demi detik berlalu, sampai jam dua belas pas, Bang Raja belum juga menampakkan batangan hidungnya, aku mulai pasrah.
"Kalau nyuci yang bersih ya," ejek Kak Mila.
Aku menunduk, aku merasa kalah, kudekati Ayah, hanya Ayah yang sayang padaku di rumah ini, setidaknya begitu perasaanku.
"Maaf, Yah, tamunya batal datang, tidur aja Ayah," kataku.
"Jangan putus asa dengan keyakinanmu, Dina," jawab Ayah.
Aku menuntun Ayah masuk kamar, sedangkan Kak Mila masih tertawa mengejek. Tiba-tiba terdengar suara motor khas, itu motor ninja, dalam hati aku berteriak "yes"
Karena aku lagi menuntun Ayah masuk kamar, Kak Mila dan ibuku yang menyambut kedatangan Raja. Ayah juga kembali kutuntun ke sofa. Raja, Ibu dan Kak Mila sudah sudah duduk lebih dulu. Aku ke dapur mengambil minuman untuk Bang Raja.
"Pak, Bu, saya datang kemari hendak melamar putri Bapak dan Ibu," kata Bang Raja.
"Alhamdulillah," batinku. Kulirik Kak Mila, dia seperti kebakaran jenggot. Puas rasanya melihat dia yang seperti bingung, sesekali dia betulkan rambutnya, rambut hitam lurus yang sering dia banggakan itu.
"Mohon maaf, Pak, Bu, jika lamaran ini tak lumrah, aku janji bulan depan akan bawa orang tuaku ke mari," kata Bang Raja seraya melihat jamnya.
"Terima kasih, kami terima lamarannya, tapi, begini Nak Raja, seperti kau tahu, putri kami tiga di sini, yang bungsu masih mondok di pesantren, yang sulung ini si Mila, Nak Raja pasti sudah kenal, jadi kami minta lamarlah yang sulung duluan, kami sangat berterima kasih, lagian dia lebih cocok jadi bhayangkari, dia sarjana ekonomi, berpendidikan," kata ibuku.
Bagai disambar petir aku mendengar perkataan Ibu, kulihat Kak Mila tersenyum seakan mengejekku. Kulihat Bang Raja, dia seperti salah tingkah. Bang Raja polisi yang tegas bila berhadapan dengan penjahat, akan tetapi berhadapan dengan ibuku dia seperti kucing hutan masuk kota.
"Kedua putri kami kan sudah Nak Raja kenal, bisa jadi aib bagi kami jika adeknya yang duluan menikah," kata Ibuku lagi.
Bang Raja masih tetap diam, dia justru garuk kepala, dia mungkin tak menyangka akan begini. Mana ketegasanmu, Bang? batinku.
"Mak!" teriakku tertaham.
"Iya, Dina, mamak tahu apa yang terbaik buat putri mamak, mamak sudah tahu bagaimana putri mamak," kata ibuku.
Kesal, sebel, sampai sekarang belum berubah, selalu Kak Mila yang didahulukan, aku benci, aku muak. Kutunggu reaksi dari Bang Raja, dia sepertinya gugup.
"Lagi pula yang duluan Nak Raja kenal kan si Mila," kata ibuku lagi. Beliau benar-benar berperan sebagai juru kampanye Kak Mila, aku disingkirkan.
"Tapi, Bu ....!" Bang Raja tak melanjutkan perkataannya, aku tahu dia juga bingung dengan sikap ibuku.
"Keputusannya begitu, Nak Raja, kami hanya terima lamaran jika yang sulung duluan dilamar, melangkahi kakak itu tak baik di adat keluarga kami," kata Ibu lagi.
Kak Mila makin tersenyum, tak bisa kupahami pikiran Ibu dan kakakku ini, padahal kakak sudah punya calon seorang satpam.
Bang Raja akhirnya pulang, dia tak menjawab lagi, aku tahu bagaimana perasaannya, dia sama bingungnya denganku.
"Nomorku masih yang lama, Bang Raja," kata Kak Mila sebelum Bang Raja naik ke motor ninjanya.
"Kenapa, Mak, kenapa?" kataku setelah Bang Raja pergi.
"Mamak tahu yang terbaik buat putri Mamak, Mila lebih pantas jadi Bhayangkari dari pada kau, Dina, lagi pula Mila yang lebih dulu kenal, masa sih kau sampai hati rebut pacar kakakmu?" kata ibuku.
"Aku muak dengan kalian," kataku seraya masuk kamar dan membanting pintu.
(Aku bingung harus bagaimana, Dina, sungguh aku bingung,) pesan WA Bang Raja.
(Aku juga bingung, mari kita bingung) balasku.
Terdengar suara ketukan pintu kamar.
'Dina, aku mengaku kalah, memang Bang Raja datang melamar, aku janji gak akan ganggu kau lagi, karena aku akan menikah dengan polisi," kata Kak Mila dari luar.
Suamiku PolisiPart 4"Aku bisa sangat tegas jika berhadapan dengan penjahat, akan tetapi aku seperti mati kutu berhadapan dengan Ibumu," begitu kata Bang Raja ketika kami bertemu keesokan harinya. "Kok mati kutu, Bang?" tanyaku kemudian. Saat itu lagi-lagi Bang Raja beli air mineral, kebetulan toko lagi sepi, kami bisa mengobrol. "Iya, Dina, aku gugup, tak bisa bicara tegas, dan maaf, ibumu aneh, bapakmu juga aneh.""Aneh bagaimana?""Ibumu sudah tahu aku datang mau lamar kau, kan, masa dijodohkan dengan Mila? Terus bapakmu kok diam saja, selalu ibumu yang bicara?" Ya, Bang Raja betul, keluargaku aneh, Ayah berubah jadi pendiam setelah tak bisa kerja lagi. Ayah seperti kehilangan semangat, penyakit sesak napas menggerogotinya. "Aku jadi berpikir Dina, mungkin kau anak tiri, atau anak pungut, maaf ya," kata Bang Raja. "Gak lah, Bang, aku bukan anak tiri, ada kok foto aku baru lahir, di akte juga ada nama Ayah dan mamak," jawabku. "Kok ada Ibu dan kakak seperti itu? Aku jadi ter
Suamiku PolisiPart 5Ada rasa puas tersendiri ketika aku bisa melawan, lelah sudah selama ini selalu mengalah. Aku masih ingat sejak kecil aku jarang dibeli pakaian baru, pakaianku selalu bekas Kak Mila. Kalau sudah tak muat sama Kak Mila, baru diberikan Ibu padaku. Sejak kecil aku sudah seperti dianak tirikan. Hanya Ayah yang sayang padaku, sementara dulu ayah jarang di rumah, beliau bekerja sebagai supir bus antar kota. Ayah dan ibu masih bertengkar malam itu, aku menguping pembicaraan mereka. "Ayah, si Mila lebih pantas jadi istri polisi, bukan si Dina, Mila sarjana," kata Ibu lagi. "Mak, aku tak bisa nikahkan si Mila, aku hanya bisa terima jika ada yang lamaran untuk si Dina," kata Ayah lagi. "Lo, Ayah kok ungkit ke situ terus, kalau bukan Ayah siapa lagi yang nikahkan dia?""Cari walinya, aku tak berhak, gak sah itu nikahnya," kata Ayah. "Ayah, sini kubilang rahasia," kata ibu, suaranya makin pelan. Aku mendekatkan telinga ke lubang kunci, penasaran juga rahasia apa yang m
Suamiku PolisiPart 6Aku tak percaya begitu saja perkataan Ibu, dugaanku ini hanya salah satu siasat mereka untuk menggagalkanku bertemu calon Ayah Mertua. Aku jadi merasa bersalah, entah untuk apa aku tergoda untuk pamer. Akan tetapi hatiku tak tenang, bagaimana jika betul? "Kenapa, Dina?" tanya Bang Raja. "Itu, Bang, kata Ibu Ayah jatuh di kamar mandi, tapi aku tak percaya,""Telepon saja Ayah,""Ayah tak punya HP," "Telepon tetangga atau siapa saja," kata Bang Raja. "Oh, iya, ya," Segera kutelepon tetangga depan rumah, jika benar Ayah Jatuh, tak mungkin rasanya dia tak tahu. "Kak, ini aku Dina, mau tanya aja, apa di rumah baik-baik saja?" Tanyaku begitu telepon tersambung. "Oh, baik kok, gak ada terlihat apa-apa?""Tolong lihat, Kak, apa ayahku kenapa-kenapa?" pintaku lagi. "Ayahmu itu kok, dia duduk di teras," "Oh, terima kasih, Kak," Dasar memang, orang tua apa yang cocok disebut Ibuku itu, dia bukannya senang lihat anaknya bahagia, segala cara dia lakukan untuk mengg
Suamiku PolisiPart 7Bagaimana bisa ayahku masuk rumah sakit? Padahal tadi sudah kutelepon tetangga, katanya Ayah duduk di teras rumah. Kak Mila kirim pesan lagi, nama rumah sakit dan nomor ruang dia tuliskan. "Ada apa, Maen?" tanya calon Ibu Mertua. "Ayahku, Bu, kata kakakku jatuh di kamar mandi," jawabku. "Ayo kita lihat, Maen.," Calon Ibu mertua memanggil Bang Raja dan Ayah Bang Raja, akhirnya kami berempat berangkat ke rumah sakit. "Kok bisa?" tanya Bang Raja. "Aku juga tak tahu, Bang, Kak Mila video call, jelas kulihat Ayah di ranjang rumah sakit,* Kataku. Ayah memang sudah lama sakit, dia akan sesak napas jika berjalan agak jauh. Aku sangat khawatir sekali, hanya Ayah yang sayang padaku. Tak habis pikir bagaimana Ayah bisa jatuh, padahal tadi kata tetangga ... Ketika kami sampai di rumah sakit, ayah masih belum sadar, belum bisa dilihat. Kutatap tajam Mila, aku curiga ada yang tidak beres, bagaimana bisa ayah jatuh? Apa iya dia bilang jatuh duluan sebelum kejadian? "K
Suamiku PolisiPart 8PoV Mila. Semenjak SMA, aku sudah terobsesi punya suami seorang polisi atau tentara. Sering kubayangkan diriku jadi bhayangkari atau anggota persit. Ibuku juga mendukung, katanya aku punya potensi. Wajahku tergolong cantik, kulit putih dan tinggi semampai. Aku hanya mau pacaran dengan aparat, yang lain tak kuterima, akan tetapi entah kenapa tak ada yang jadi. Mulai tamat SMA, entah sudah berapa pacarku polisi dan tentara. Semua kandas di tengah jalan. Adalah Raja, polisi yang baru bertugas di Medan, dia tampan, dengan mudah kudekati. Dengan mudah dia sudah bertekut lutut di kakiku. Dia tampak serius. Aku senang. Jika berurusan dengan polisi dengan cepat dia kutelepon, dia akan bantu aku. Rasanya bangga punya pacar polisi, tak ada yang berani ganggu kita. Pernah aku distop polisi karena tidak memakai helm, kutelepon Raja, dia langsung datang, aku bebas dari tilang. Adalah teman Raja, teman yang juga atasannya, tak begitu tampan, akan tetapi dia sudah perwira.
Suamiku PolisiPart, 9Kak Mila jadi berubah pendiam dan mudah emosi, kini dia lebih banyak berkurang di dalam kamar. Semenjak kejadian itu, Ibu juga marah padanya. Emas Ibu raib karena obsesi mereka. Sementara itu keluarga besar Bang Raja sudah ada di Medan. Ayah Bang Raja ternyata sudah pensiun, kini mereka bisa pokus untuk mengurus pernikahan anaknya. Mereka juga beli rumah di kota ini. Sesuai waktu yang disepakati mereka datang ke rumah kami. Ayah dan beberapa pamanku juga sudah lebih dulu kami undang. Perwakilan keluarga Bang Raja berbicara, menanyakan masalah mahar yang mereka sebut namanya Tuhor. Yaitu jumlah uang yang diberikan pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Ayah hanya minta lima puluh juta, yang langsung disetujui oleh perwakilan keluarga Bang Raja. "Karena masih ada kakaknya di sini yang belum menikah, kami akan memberikan sebagai uang pengganti malu, atau istilahnya uang langkah, berapa kira-kira minta uang langkahnya." kata perwakilan keluarga
Suamiku PolisiPart 10"Dina, bilang sama Raja, kita terima yang dua puluh lima juta," kata Ibu, pagi itu kami lagi mempersiapkan kedatangan keluarga Bang Raja. "Malu aku, Mak,""Kok malu?""Malulah, Mak, keluarga kita aneh, udah ditolak terima lagi," kataku. "Hei, Dina, ini urusan dua puluh lima juta ya, Dina, dua puluh lima juta, itu uang yang banyak, cukup untuk belanja kami di sini satu tahun, kau mau nikah, siapa lagi yang kasih kami makan, ayahmu nampak kau sendiri nya, gak ada yang bisanya lagi," kata Ibu panjang lebar. "Gak berani aku, Mak.""Masa sih gak berani, mereka itu orang kaya lo, Dina, uang segitu bagi mereka kecil.""Aku tetap gak berani, Mak, bilang sendiri napa, Mak?""Gitulah kau, gak bisa diandalkan," kata ibu. Aku mau menjawab lagi, akan tetapi aku coba tahan diri, ini hari di mana akan ada hantaran untukku, aku tak ingin merusak suasana. Sementara itu Kak Mila terus berkurung di kamarnya, tak mau bantu apa-apa, padahal kami lagi sibuk masak. Akan ada makan
Suamiku PolisiPart 11PoV MilaAku merasa dikucilkan, Ibu yang dulu selalu dukung aku kini mulai marah-marah terus, semua karena emas itu. Obsesi Ibu yang aku harus punya suami aparat. Ini memang obsesiku juga, akan tetapi Ibu terus mendukung, akhirnya aku tertipu polisi gadungan. Malu, ya, jelas malu. Sakit lagi, ditambah lagi Dina yang terus seperti pamer padaku, dia menertawai aku yang tertipu. "Sarjana kok bisa tertipu?" begitu katanya, menyakitkan. Di rumah, aku seperti dianggap tidak ada, semua orang membicarakan Dina, Dina lagi, dan Dina. Tak pernah lagi Mila. Padahal dulu aku yang selalu jadi bahan pujian di rumah ini, aku pernah menang peragaan busana muslim tingkat sekolah. Pialaku juga berjejer di rak. Dina? tak ada. Dia hanya bernasib mujur. Keluarga Raja datang hendak membicarakan Mahar, entah kenapa sakit rasanya selalu Dina yang dibahas. Aku makin terpinggirkan, aku mengurang diri di kamar. Akan tetapi tetep kucuri dengar juga pembicaraan mereka. Lima puluh juta,
Suamiku PolisiPembicaraan buntu, Kak Mila tetap bersikeras ibu harus dibawa ke tempatnya, sedangkan Bang Raja tidak bisa memenuhi, alasan Bang Raja, cutinya hanya empat hari, dan sudah diambil tiket pesawat pulang pergi Medan Balikpapan. "Udahlah, Bang, kita antar saja," kataku pada Bang Raja. "Dek, selain karena waktunya sempit, Abang kok masih kurang percaya pada Kak Mila," kata Bang Raja. "Mungkin benar Kak Mila sudah berubah, Bang, siapa tahu memang begitu, lagi pula mamak lebih baik mungkin tinggal di sana," kataku lagi. HP-ku bunyi lagi, ada panggilan dari Kak Mila, kukasih kepada Bang Raja, setelah lebih dulu aku menghidupkan speaker. "Raja, aku ganti tiket kalian, aku bayar biaya kalian ke mari, asal kalian bawa mamak, tolonglah, Raja, di sini ada pengobatan alternatif, mungkin mamak bisa sembuh," kata Kak Mila. "Udah kaya Kak Mila ya?" kata Bang Raja. "Alhamdulillah, suamiku pelaut, gajinya dua puluh jutaan sebulan," kata Kak Mila. "Baik, kalau gitu, kita tanya dulu
Suamiku Polisi "Ke Kalimantan, Bang?" tanyaku memperjelas perkataan Bang Raja. Kalimantan itu bukan dekat, jauh sampai seberang pulau, bagaimana bisa kami akan ke sana, Bang Raja kan kerja? "Iya, Dek, Abang permisi dulu ke atasan, mungkin sudah bisa ambil cuti lagi," kata Bang Raja. Aku jadi terharu, Bang Raja mau bersusah payah sampai ke Kalimantan untuk menjemput ibuku, ibu yang sudah banyak menyakiti kami. Ibu yang telah membuat malu keluarga. Aku sangat bersyukur punya suami seperti ini. Tiga hari kemudian, Bang Raja dapat ijin khusus. Kami punya waktu empat hari menjemput ibuku ke Kalimantan. Anakku yang sudah hampir satu tahun juga kubawa. Tiket pesawat sudah dipesan, kami akan terbang dari Medan menuju Balik Papan. Tiba-tiba saja aku dapat telepon dari Kak Mila, baru kali ini dia menghubungiku semenjak pergi entah ke mana. "Dina, kenapa mamak viral begitu, kenapa mamak berada di Kalimantan?" tanpa basa-basi Kak Mila langsung membrondongku dengan berbagai pertanyaan. "Itu
"Rasa?" "Iya, Bu, tidak ada obatnya, ibu akan mati perlahan-lahan," kata Bu Paijah. Ya, Allah, aku jadi gemetar, kenapa aku bisa dapat penyakit seperti ini? segera kuteleppon Bang Raja. Kuceritakan apa yang kualami, Bang Raja pulang dan membawaku ke dokter. Setelah beberapa kali periksa, dokter bilang, aku sakit radang lambung, dokter tersebut juga memberikan resep. "Bang, Bu Paijah bilang aku kena rasa," kataku pada Bang Raja, ketika kami sampai di rumah. "Ah, mana mungkin, Dek, adek hanya radang lambung, minum obat nanti juga sembuh," kata Bang Raja. "Tapi, Bang," "Udah, Dek, istirahat saja dulu," kata Bang Raja. Ketika suami harus kerja lagi, aku minta Bu Paijah yang menemaniku di rumah. Aku juga ingin bertanya bagaimana rasa ini, apakah betul aku kena racun tak kasat mata. "Ini memang rasa, Bu, dokter memang tak bisa deteksi rasa, kalau Ibu mau, kupanggil dukun," kata Bu Paijah. "Aku menurut saja, tanpa sepengetahuan Bang Raja, kami memanggil dukun yang konon bisa mengob
Hidup rasanya lebih tenang setelah kepergian Ibu dan Kak Mila, tak ada lagi yang menggangu. Ayah jadi makin sehat, benar juga kata orang, kesehatan itu berawal dari pikiran. Setelah cerai dengan ibu, ayah jadi tambah sehat. Di usianya yang sudah lima puluh enam tahun, beliau kelihatan makin semangat hidup, dan menjaga gaya hidup sehat."Kasihan Ayah, Dek?" kata Bang Raja di suatu malam, saat itu Ayah lagi duduk di teras, kami duduk di depan TV, sedangkan anakku sudah tidur. "Kasihan kenapa, Bang, Ayah makin sehat itu," kataku seraya makan camilan. "Lihat itu Ayah, pandangannya kosong beliau kesepian," kata Bang Raja. "Kesepian bagaimana, Ayah sudah lima puluh enam tahun lo, Bang," "Pria itu gak ada batasan umur, Dek, aku yakin Ayah masih butuh pendamping,""Ah, ada-ada saja, Abang," "Betul, Dek, kalau misalnya beliau minta kawin lagi, jangan larang ya," kata Bang Raja. "Gak mungkin, Bang, gak mungkin Ayah mau kawin lagi," jawabku seraya membuka HP.Akan tetapi pikiranku jadi ber
Suamiku PolisiPov Diana (Ibu Mila) Semenjak kecil aku sangat kagum melihat lelaki berseragam. Mau itu polisi atau tentara aku sangat tertarik melihatnya. Sampai ketika remaja, aku selalu cari perhatian bila ada kenalan pria berseragam. Bagiku pria berseragam itu tampak seksi. Dalam hati aku bertekat harus punya suami polisi atau tentara. Adalah Rahmat, tentara muda yang baru bertugas di kotaku, dia tampan, hidung mancung. Aku tergila-gila padanya. Perkenalan kami ketika dia melatih baris berbarus di sekolahku. Kami langsung akrab dan menjalin hubungan, atau istilahnya pacaran. Selepas aku SMA, aku sedih, Bang Rahmat mau pindah tugas ke Papua. Aku takut sekali dia tinggalkan. Jadi timbul ide jahat, aku akan menyerahkan diriku padanya, dengan begitu mungkin dia akan segera menikah denganku, tak pergi lagi tugas ke Papua. Malam itu ketika dia apel ke rumah, aku lagi sendirian di rumah, Ayah dan Ibu sedang pergi kondangan. Aku dapat kesempatan, kurayu dia, tentu saja dengan mudah dia
Suamiku PolisiPart 41"Mak, kenapa, Mak?" tanyaku pada ibu. Saat itu sengaja aku datang ke rumah nenek. Ingin kutahu apalagi motif ibuku kini, aku masih ragu ibu benar hamil, masih belum bisa diterima otakku, seorang ibu yang sudah punya cucu bisa pacaran dan hamil. "Mamak juga gak tau, Dina," kata ibu, matanya tampak sembab, mungkin habis menangis. "Masa sih gak tau, Mak? jadi hamil aja gitu tanpa berbuat?""Bukan begitu, Dina, mamak gak tau masih bisa hamil, mamak pikir gak akan bisa hamil lagi, wong sudah punya cucu,""Astagfirullah, Mak, siapa lelaki itu?" tanyaku lagi, seperti bertukar posisi rasanya, aku seperti seorang ibu yang memarahi putrinya. "Dia teman Ibu, dia masih dua puluh tahun,""Ya, Allah, dua puluh tahun?""Karena bukan kau itu, Dina, mamak kesepian, lima tahun puasa," Lagi-lagi aku hanya bisa istighfar, aku menyerah kini, semoga saja permohonan pindah tugas suami cepat disetujui, aku ingin pergi jauh. "Dina, bantu dulu mamak sekali ini lagi," kata Ibu lagi.
Suamiku PolisiPart 40"Apa benar Ayah mau nikah lagi?" Tanyaku pada Ayah, seraya duduk di sampingnya."Gaklah, Dina, Ayah cuma kesal dengan ibumu," jawab Ayah."Jika pun benar, aku selalu dukung Ayah," kataku lagj.Dipikir memang Ayah juga mungkin butuh teman hidup, usia Ayah masih 50an, dia juga sudah makin sehat. Pengobatan terapi itu benar-benar manjur, akan tetapi menurut Ayah, kunci kesehatan itu ada di pikiran. Ayah merasa makin plong setelah cerai dengan Ibu. Aneh memang, orang biasa sakit jika berpisah dengan istri, Ayah justru makin sehat.Ternyata Ibu tak berhenti sampai di situ, beliau masih terus berusaha untuk kembali rujuk, kali ini Ibu menggunakan pamanku, saudara sepupu Ayah. Ayah sangat menghormati pamanku ini, dia seorang ustadz dan imam mesjid."Bang Hamdan, kakak itu kemarin datang ke rumah, Abang kok gitu sekarang, ingat Bang, perceraian itu hal yang halal tapi dibenci Allah," kata p
Suamiku PolisiPart 39PoV MilaKata orang, jika kita diperkosa dan tak mampu lagi untuk melawan, maka nikmatilah. Nikmati saja penderitaan itu, itu akan membuat kita tetap bisa waras. Itulah yang kulakukan, setelah diperkosa orang secara bergiliran. Aku akhirnya pasrah. Kunikmati saja apa yang mereka lakukan. Perlawananku sudah sia-sia.Dalam hati aku bertekad, jika ikatan ini lepas, yang pertama kulakukan adalah bunuh diri, aku tak mampu lagi menanggung karma atas perbuatanku sendiri. Bunuh diri mungkin jalan terakhir.Para begundal ini seperti ketagihan, semua terus berulang, kuhitung sudah sepuluh kali tubuhku ditindih, orangnya tetap itu-itu saja, bau alkohol tercium dari mulut mereka.Tubuhku sudah lemah, seorang pria muda masuk kamar, aku sudah bersiap, dia mungkin juga minta bagian. Akan tetapi dia justru memberikan minuman untukku. Ah, dia hanya mau aku segar sebelum minta bagian, biarlah, aku akan nikmat saj
Suamiku PolisiPart 38Kak Mila sudah berakhir di rumah sakit jiwa, dia benar-benar sudah hilang kewarasannya. Sering bicara sendiri. Pernah kami jenguk Kak Mila, aku, Ayah dan Bang Raja menjenguknya ke rumah sakit jiwa tempat dia dirawat."Ayah akan lewat, aku tunggu di sini saja," kata Kak Mila seraya duduk di bangku taman rumah sakit tersebut.Kata perawat, Kak Mila sering menganggap dirinya anak-anak, katanya ayahnya supir bus, busnya akan lewat dan dia mau minta duit.Mata ayah tampak berkaca-kaca, mungkin beliau jadi teringat waktu kami kecil dulu. Aku juga masih ingat, aku dan Kak Mila sering menunggu bus yang dikemudian ayah lewat di jalan lintas. Bus akan berhenti sebentar, ayah lalu turun dan memeluk kami, serta memberikan uang. Itu saat-saat bahagia kami.Masih menurut perawat, sekali waktu Kak Mila suka berhalusinasi, dia menganggap dirinya seorang istri dari perwira polisi. Sering ngomong sendiri.