Suamiku Polisi
Part 3
(Besok saja, ya) pesan dari Bang Raja lagi.
(Now) balasku kemudian.
Aku keluar kamar, Ayah yang sudah tak bisa kerja lagi duduk di depan TV. Ayahku ini sudah lima tahun sakit, beliau sudah tak bisa kerja, selama ini akulah yang biayai keperluan Ayah, sedangkan Kak Mila biarpun sarjana tapi nganggur. Kuajak kerja di tempatku dia tak mau, katanya gak level sarjana kerja di indoma"""".
'Ayah, mau datang tamu ini," kataku pada Ayah.
"Siapa yang mau datang malam-malam begini?" tanya Ayah.
"Calon mantumu, Yah."
"Wah, kok datangnya malam, gak baik terima tamu jam segini," kata Ayah.
"Dia mau lamar aku pada Ayah," kataku.
Kak Mila yang mungkin mendengar aku bicara keluar dari kamarnya.
"Apa, Dina dah gila kau, mimpimu ketinggian, jika Bang Raja mau melamar, akulah yang duluan dilamarnya itu," kata Kak Mila.
"Maaf saja, Kak, kakak yang mimpi ketinggian, ngebet dapat polisi, akhirnya dapat satpam," kataku tak mau kalah.
"Hahaha," Kak Mila justru tertawa, tawanya seakan mengejekku.
"Ok, Kak, kita taruhan, jika benar Bang Raja lamar aku, kakak berhenti merendahkanku, kakak jangan pernah suruh aku cuci bajumu lagi, jangan pernah suruh beli jajanan tapi tak kasih duit," kataku, aku benar-benar terpancing.
"Baik, macam udah kenal kali kau si Raja itu seperti apa, jika dia tak datang malam ini, kau cuci bajuku selamanya," kata Kak Mila.
"Baik, sepakat,"
"Apa-apaan nya kalian ini," kata Ayah seraya garuk-garuk kepala.
"Lihat beda kita, Dina, lihat," kata Kak Mila lagi seraya mengukur tinggiku. Dia memang tinggi semampai, aku agak pendek dan sedikit berisi.
Deg-degan menunggu Bang Raja, ini saatnya aku uji keseriusan polisi ganteng itu, aku kembali kirim pesan.
(Jika tak datang, kita putus)
Sampai setengah jam kemudian, Bang Raja belum juga datang. Kak Mila sudah mulai mengejekku.
"Aku akan jadi ratu," kata Kak Mila seraya melirikku.
Detik demi detik berlalu, sampai jam dua belas pas, Bang Raja belum juga menampakkan batangan hidungnya, aku mulai pasrah.
"Kalau nyuci yang bersih ya," ejek Kak Mila.
Aku menunduk, aku merasa kalah, kudekati Ayah, hanya Ayah yang sayang padaku di rumah ini, setidaknya begitu perasaanku.
"Maaf, Yah, tamunya batal datang, tidur aja Ayah," kataku.
"Jangan putus asa dengan keyakinanmu, Dina," jawab Ayah.
Aku menuntun Ayah masuk kamar, sedangkan Kak Mila masih tertawa mengejek. Tiba-tiba terdengar suara motor khas, itu motor ninja, dalam hati aku berteriak "yes"
Karena aku lagi menuntun Ayah masuk kamar, Kak Mila dan ibuku yang menyambut kedatangan Raja. Ayah juga kembali kutuntun ke sofa. Raja, Ibu dan Kak Mila sudah sudah duduk lebih dulu. Aku ke dapur mengambil minuman untuk Bang Raja.
"Pak, Bu, saya datang kemari hendak melamar putri Bapak dan Ibu," kata Bang Raja.
"Alhamdulillah," batinku. Kulirik Kak Mila, dia seperti kebakaran jenggot. Puas rasanya melihat dia yang seperti bingung, sesekali dia betulkan rambutnya, rambut hitam lurus yang sering dia banggakan itu.
"Mohon maaf, Pak, Bu, jika lamaran ini tak lumrah, aku janji bulan depan akan bawa orang tuaku ke mari," kata Bang Raja seraya melihat jamnya.
"Terima kasih, kami terima lamarannya, tapi, begini Nak Raja, seperti kau tahu, putri kami tiga di sini, yang bungsu masih mondok di pesantren, yang sulung ini si Mila, Nak Raja pasti sudah kenal, jadi kami minta lamarlah yang sulung duluan, kami sangat berterima kasih, lagian dia lebih cocok jadi bhayangkari, dia sarjana ekonomi, berpendidikan," kata ibuku.
Bagai disambar petir aku mendengar perkataan Ibu, kulihat Kak Mila tersenyum seakan mengejekku. Kulihat Bang Raja, dia seperti salah tingkah. Bang Raja polisi yang tegas bila berhadapan dengan penjahat, akan tetapi berhadapan dengan ibuku dia seperti kucing hutan masuk kota.
"Kedua putri kami kan sudah Nak Raja kenal, bisa jadi aib bagi kami jika adeknya yang duluan menikah," kata Ibuku lagi.
Bang Raja masih tetap diam, dia justru garuk kepala, dia mungkin tak menyangka akan begini. Mana ketegasanmu, Bang? batinku.
"Mak!" teriakku tertaham.
"Iya, Dina, mamak tahu apa yang terbaik buat putri mamak, mamak sudah tahu bagaimana putri mamak," kata ibuku.
Kesal, sebel, sampai sekarang belum berubah, selalu Kak Mila yang didahulukan, aku benci, aku muak. Kutunggu reaksi dari Bang Raja, dia sepertinya gugup.
"Lagi pula yang duluan Nak Raja kenal kan si Mila," kata ibuku lagi. Beliau benar-benar berperan sebagai juru kampanye Kak Mila, aku disingkirkan.
"Tapi, Bu ....!" Bang Raja tak melanjutkan perkataannya, aku tahu dia juga bingung dengan sikap ibuku.
"Keputusannya begitu, Nak Raja, kami hanya terima lamaran jika yang sulung duluan dilamar, melangkahi kakak itu tak baik di adat keluarga kami," kata Ibu lagi.
Kak Mila makin tersenyum, tak bisa kupahami pikiran Ibu dan kakakku ini, padahal kakak sudah punya calon seorang satpam.
Bang Raja akhirnya pulang, dia tak menjawab lagi, aku tahu bagaimana perasaannya, dia sama bingungnya denganku.
"Nomorku masih yang lama, Bang Raja," kata Kak Mila sebelum Bang Raja naik ke motor ninjanya.
"Kenapa, Mak, kenapa?" kataku setelah Bang Raja pergi.
"Mamak tahu yang terbaik buat putri Mamak, Mila lebih pantas jadi Bhayangkari dari pada kau, Dina, lagi pula Mila yang lebih dulu kenal, masa sih kau sampai hati rebut pacar kakakmu?" kata ibuku.
"Aku muak dengan kalian," kataku seraya masuk kamar dan membanting pintu.
(Aku bingung harus bagaimana, Dina, sungguh aku bingung,) pesan WA Bang Raja.
(Aku juga bingung, mari kita bingung) balasku.
Terdengar suara ketukan pintu kamar.
'Dina, aku mengaku kalah, memang Bang Raja datang melamar, aku janji gak akan ganggu kau lagi, karena aku akan menikah dengan polisi," kata Kak Mila dari luar.
Suamiku PolisiPart 4"Aku bisa sangat tegas jika berhadapan dengan penjahat, akan tetapi aku seperti mati kutu berhadapan dengan Ibumu," begitu kata Bang Raja ketika kami bertemu keesokan harinya. "Kok mati kutu, Bang?" tanyaku kemudian. Saat itu lagi-lagi Bang Raja beli air mineral, kebetulan toko lagi sepi, kami bisa mengobrol. "Iya, Dina, aku gugup, tak bisa bicara tegas, dan maaf, ibumu aneh, bapakmu juga aneh.""Aneh bagaimana?""Ibumu sudah tahu aku datang mau lamar kau, kan, masa dijodohkan dengan Mila? Terus bapakmu kok diam saja, selalu ibumu yang bicara?" Ya, Bang Raja betul, keluargaku aneh, Ayah berubah jadi pendiam setelah tak bisa kerja lagi. Ayah seperti kehilangan semangat, penyakit sesak napas menggerogotinya. "Aku jadi berpikir Dina, mungkin kau anak tiri, atau anak pungut, maaf ya," kata Bang Raja. "Gak lah, Bang, aku bukan anak tiri, ada kok foto aku baru lahir, di akte juga ada nama Ayah dan mamak," jawabku. "Kok ada Ibu dan kakak seperti itu? Aku jadi ter
Suamiku PolisiPart 5Ada rasa puas tersendiri ketika aku bisa melawan, lelah sudah selama ini selalu mengalah. Aku masih ingat sejak kecil aku jarang dibeli pakaian baru, pakaianku selalu bekas Kak Mila. Kalau sudah tak muat sama Kak Mila, baru diberikan Ibu padaku. Sejak kecil aku sudah seperti dianak tirikan. Hanya Ayah yang sayang padaku, sementara dulu ayah jarang di rumah, beliau bekerja sebagai supir bus antar kota. Ayah dan ibu masih bertengkar malam itu, aku menguping pembicaraan mereka. "Ayah, si Mila lebih pantas jadi istri polisi, bukan si Dina, Mila sarjana," kata Ibu lagi. "Mak, aku tak bisa nikahkan si Mila, aku hanya bisa terima jika ada yang lamaran untuk si Dina," kata Ayah lagi. "Lo, Ayah kok ungkit ke situ terus, kalau bukan Ayah siapa lagi yang nikahkan dia?""Cari walinya, aku tak berhak, gak sah itu nikahnya," kata Ayah. "Ayah, sini kubilang rahasia," kata ibu, suaranya makin pelan. Aku mendekatkan telinga ke lubang kunci, penasaran juga rahasia apa yang m
Suamiku PolisiPart 6Aku tak percaya begitu saja perkataan Ibu, dugaanku ini hanya salah satu siasat mereka untuk menggagalkanku bertemu calon Ayah Mertua. Aku jadi merasa bersalah, entah untuk apa aku tergoda untuk pamer. Akan tetapi hatiku tak tenang, bagaimana jika betul? "Kenapa, Dina?" tanya Bang Raja. "Itu, Bang, kata Ibu Ayah jatuh di kamar mandi, tapi aku tak percaya,""Telepon saja Ayah,""Ayah tak punya HP," "Telepon tetangga atau siapa saja," kata Bang Raja. "Oh, iya, ya," Segera kutelepon tetangga depan rumah, jika benar Ayah Jatuh, tak mungkin rasanya dia tak tahu. "Kak, ini aku Dina, mau tanya aja, apa di rumah baik-baik saja?" Tanyaku begitu telepon tersambung. "Oh, baik kok, gak ada terlihat apa-apa?""Tolong lihat, Kak, apa ayahku kenapa-kenapa?" pintaku lagi. "Ayahmu itu kok, dia duduk di teras," "Oh, terima kasih, Kak," Dasar memang, orang tua apa yang cocok disebut Ibuku itu, dia bukannya senang lihat anaknya bahagia, segala cara dia lakukan untuk mengg
Suamiku PolisiPart 7Bagaimana bisa ayahku masuk rumah sakit? Padahal tadi sudah kutelepon tetangga, katanya Ayah duduk di teras rumah. Kak Mila kirim pesan lagi, nama rumah sakit dan nomor ruang dia tuliskan. "Ada apa, Maen?" tanya calon Ibu Mertua. "Ayahku, Bu, kata kakakku jatuh di kamar mandi," jawabku. "Ayo kita lihat, Maen.," Calon Ibu mertua memanggil Bang Raja dan Ayah Bang Raja, akhirnya kami berempat berangkat ke rumah sakit. "Kok bisa?" tanya Bang Raja. "Aku juga tak tahu, Bang, Kak Mila video call, jelas kulihat Ayah di ranjang rumah sakit,* Kataku. Ayah memang sudah lama sakit, dia akan sesak napas jika berjalan agak jauh. Aku sangat khawatir sekali, hanya Ayah yang sayang padaku. Tak habis pikir bagaimana Ayah bisa jatuh, padahal tadi kata tetangga ... Ketika kami sampai di rumah sakit, ayah masih belum sadar, belum bisa dilihat. Kutatap tajam Mila, aku curiga ada yang tidak beres, bagaimana bisa ayah jatuh? Apa iya dia bilang jatuh duluan sebelum kejadian? "K
Suamiku PolisiPart 8PoV Mila. Semenjak SMA, aku sudah terobsesi punya suami seorang polisi atau tentara. Sering kubayangkan diriku jadi bhayangkari atau anggota persit. Ibuku juga mendukung, katanya aku punya potensi. Wajahku tergolong cantik, kulit putih dan tinggi semampai. Aku hanya mau pacaran dengan aparat, yang lain tak kuterima, akan tetapi entah kenapa tak ada yang jadi. Mulai tamat SMA, entah sudah berapa pacarku polisi dan tentara. Semua kandas di tengah jalan. Adalah Raja, polisi yang baru bertugas di Medan, dia tampan, dengan mudah kudekati. Dengan mudah dia sudah bertekut lutut di kakiku. Dia tampak serius. Aku senang. Jika berurusan dengan polisi dengan cepat dia kutelepon, dia akan bantu aku. Rasanya bangga punya pacar polisi, tak ada yang berani ganggu kita. Pernah aku distop polisi karena tidak memakai helm, kutelepon Raja, dia langsung datang, aku bebas dari tilang. Adalah teman Raja, teman yang juga atasannya, tak begitu tampan, akan tetapi dia sudah perwira.
Suamiku PolisiPart, 9Kak Mila jadi berubah pendiam dan mudah emosi, kini dia lebih banyak berkurang di dalam kamar. Semenjak kejadian itu, Ibu juga marah padanya. Emas Ibu raib karena obsesi mereka. Sementara itu keluarga besar Bang Raja sudah ada di Medan. Ayah Bang Raja ternyata sudah pensiun, kini mereka bisa pokus untuk mengurus pernikahan anaknya. Mereka juga beli rumah di kota ini. Sesuai waktu yang disepakati mereka datang ke rumah kami. Ayah dan beberapa pamanku juga sudah lebih dulu kami undang. Perwakilan keluarga Bang Raja berbicara, menanyakan masalah mahar yang mereka sebut namanya Tuhor. Yaitu jumlah uang yang diberikan pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Ayah hanya minta lima puluh juta, yang langsung disetujui oleh perwakilan keluarga Bang Raja. "Karena masih ada kakaknya di sini yang belum menikah, kami akan memberikan sebagai uang pengganti malu, atau istilahnya uang langkah, berapa kira-kira minta uang langkahnya." kata perwakilan keluarga
Suamiku PolisiPart 10"Dina, bilang sama Raja, kita terima yang dua puluh lima juta," kata Ibu, pagi itu kami lagi mempersiapkan kedatangan keluarga Bang Raja. "Malu aku, Mak,""Kok malu?""Malulah, Mak, keluarga kita aneh, udah ditolak terima lagi," kataku. "Hei, Dina, ini urusan dua puluh lima juta ya, Dina, dua puluh lima juta, itu uang yang banyak, cukup untuk belanja kami di sini satu tahun, kau mau nikah, siapa lagi yang kasih kami makan, ayahmu nampak kau sendiri nya, gak ada yang bisanya lagi," kata Ibu panjang lebar. "Gak berani aku, Mak.""Masa sih gak berani, mereka itu orang kaya lo, Dina, uang segitu bagi mereka kecil.""Aku tetap gak berani, Mak, bilang sendiri napa, Mak?""Gitulah kau, gak bisa diandalkan," kata ibu. Aku mau menjawab lagi, akan tetapi aku coba tahan diri, ini hari di mana akan ada hantaran untukku, aku tak ingin merusak suasana. Sementara itu Kak Mila terus berkurung di kamarnya, tak mau bantu apa-apa, padahal kami lagi sibuk masak. Akan ada makan
Suamiku PolisiPart 11PoV MilaAku merasa dikucilkan, Ibu yang dulu selalu dukung aku kini mulai marah-marah terus, semua karena emas itu. Obsesi Ibu yang aku harus punya suami aparat. Ini memang obsesiku juga, akan tetapi Ibu terus mendukung, akhirnya aku tertipu polisi gadungan. Malu, ya, jelas malu. Sakit lagi, ditambah lagi Dina yang terus seperti pamer padaku, dia menertawai aku yang tertipu. "Sarjana kok bisa tertipu?" begitu katanya, menyakitkan. Di rumah, aku seperti dianggap tidak ada, semua orang membicarakan Dina, Dina lagi, dan Dina. Tak pernah lagi Mila. Padahal dulu aku yang selalu jadi bahan pujian di rumah ini, aku pernah menang peragaan busana muslim tingkat sekolah. Pialaku juga berjejer di rak. Dina? tak ada. Dia hanya bernasib mujur. Keluarga Raja datang hendak membicarakan Mahar, entah kenapa sakit rasanya selalu Dina yang dibahas. Aku makin terpinggirkan, aku mengurang diri di kamar. Akan tetapi tetep kucuri dengar juga pembicaraan mereka. Lima puluh juta,