"Ras, Lo ada dendam apa sih Ama ini cewek," tanya seorang laki laki yang mencoba menyeret seorang gadis yang pingsan karena ulahnya."Diem lo, jangan banyak bacot Lo Gas, jalani saja perintah gue Lo mau dapat bagian nggak entar," kata Raska dengan senyum smirknya."Maksud bagian gimana Ras?" tanya Bagas yang penasaran perkataan Raska.Setahu Bagas dia disuruh Raska untuk buat ini cewek pingsan dan membawanya ke dalam mobil Raska."Sudah ikut gue aja Gas, Lo bakal tahu bagian apa yang bakal lo dapat. ," tawa Raska yang menurut Bagas terdengar seperti seorang psikopat ditelinganya.Tiba tiba Bagas ingat sesuatu yang seketika membuat Bagas menoleh ke bangku penumpang di belakang dimana adanya gadis itu berada."Jangan Lo bilang, Lo mau jual itu gadis Ras," kata Bagas yang seketika menoleh ke arah Raska yang mulai mengemudikan mobilnya."Menurut Lo Gas," jawab Ras dengan ekspresi dingin yang seketika membuat Bagas merinding, seumur umur Bagas baru merasakan Raska begitu marah bahka
“Nak, kenapa belum juga sampai, kamu tidak kabur lagi kan,” kata mama Rafi di seberang telpon. “Tidak mah ini Rafi lagi di jalan, sudah dulu mah Rafi lagi nyetir, mama tidak mau kan Rafi kenapa napa, kalau nyetir sambil telpon,” kata Rafi yang berniat ingin memutus telpon dari mamanya. “Ih amit-amit jangan sampai nak, kamu kan anak mama, mama tidak mau kamu kenapa-napa,” “Makanya, Rafi tutup dulu ya telponnya bye mah, assalamualaikum,” putus Rafi tanpa ijinkan mamanya menjawab. Di saat lampu merah Rafi menghentikan mobilnya, di saat Rafi menunggu lampu kembali hijau tanpa sengaja dia melihat dari arah spion, mobil yang tertabrak tanpa sengaja olehnya yang kini tepat berada di belakangnya, dan melihat sekilas ke arah mobil itu, ada sedikit kejanggalan yang dilihat dari dal mobil itu, Rafi tidak ingin berpikir negatif apa yang terjadi di dalam mobil itu, bukan urusan dia menurutnya, kini dia kembali mengalihkan pandangannya ke depan untuk menunggu lampu kembali hijau, dan ce
Shit,” berulang kali Raska memukul stir dan saat ingin menyusul Bagas, tiba tiba mobil di belakang membunyikan klaksonnya yang ternyata lampu merah telah berubah menjadi hijau, dan terpaksa Raska harus melajukan mobilnya, dia mencari arah jalan putar balik untuk menyusul Bagas yang mengejar gadis itu. Di jalan Bagas mulai berlari pelan saat melihat ke arah mobil Raska yang kini berjalan menjauh, tapi itu bukan akhir pasti sebentar lagi ponselnya berdering dan benar saja. Kring kring “Ya halo Ras,” jawab Bagas dengan ngos ngosan yang di buat buat . “Bagaimana, dimana gadis itu,” cerocos Raska yang Bagas jamin pasti dia lagi kesal banget karena gadis itu bisa kabur dari mobilnya dan itu berkat bantuan Bagas. “Sorry Ras hilang jejak gue,” alasan Bagas padahal dia melihat gadis itu masuk ke salah satu mobil entah mobil siapa itu tapi hanya Bagas pantau dari jauh yang masih terlihat olehnya buat jaga jaga kalau di dalam mobil itu ngapa ngapain itu cewek Bagas bakal nyelamatinnya.
“Sore pak,” sapa Rafi kepada satpam yang kini telah membukakan gerbang sebuah Rumah kediaman orang tua Rafi.“Sore mas Rafi,” jawab Pak Diman nama satpam yang kini tersenyum hangat pada Rafi anak dari majikannya.“Ehm mas, ibu sudah menunggu mas dari tadi di dalam, dan maaf itu siapa ya yang di belakang,” kata pak Diman memandang ke arah Rania yang kini duduk di kursi penumpang.“Oh, ini teman saya pak, dia hanya menumpang sebentar,” alasan Rafi kepada pak Diman.“Oh, kirain pacarnya mas,” kata pak Diman dengan senyum khasnya.“Tidak pak, mana ada saya punya pacar pak,” kilah Rafi yang membuat pak Diman menganggukkan kepalanya pelan.“Oh ya mas, mbak Putri dan keluarga sudah ada didalam juga,” lapor pak Diman.Rafi yang mendengar itu menghela nafas pelan serasa malas untuk masuk kedalam, untuk menerima keputusan mamanya untuk menjodohkan Rafi dengan Putri.“Mas, kalau saran bapak, kalau mas Rafi tidak mau dijodohkan dengan mbak Putri, mending jangan terima mas,” saran pak Diman yang t
“Bagaimana tante, Tante tidak mungkin kan membatalkan perjodohan ini begitu saja,” rengek Putri pada Sintia “Ada apa ini, kenapa kalian masih di luar,” kata seorang lelaki paruh baya yang bernama Romi yang tidak lain adalah Ayah dari seorang Rafi Rasendrya, dan disebelah lelaki itupun ada seorang lelaki yang sebaya dengan ayah Rafi, Dedi nama lelaki itu. “Pa, mas Rafi ternyata sudah punya pacar,” kata Putri yang tiba tiba berjalan menghampiri ayahnya Dedi. Dedi dan Romi pun terkejut mendengar penuturan Putri. “Benarkah itu Raf?” tanya Romi pada anak sulungnya. Rafi yang sudah terlanjur berbohong pun terpaksa mengiyakan pertanyaan papanya. “Kamu tidak berbohong kan Raf,” tanya Romi kembali. “Kalau begitu kita bicarakan didalam dulu, bagaimana baiknya ini tidak baik bicara di teras begini,” ajak Romi kepada semua yang disetujui semuanya. “Bentar pah, mama ingin gadis itu juga ikut biar jelas kalau Rafi tidak berbohong pada kita,” pinta Sintia yang melirik anaknya
"Kenapa balik lagi om," tanya Rania yang melihat Rafi kembali memasuki mobilnya dan mulai melajukan mobilnya tanpa menjawab pertanyaan dari Rania. "Saya antar kamu pulang, dimana alamat rumah kamu," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan dari Rania. "Om mau antar saya pulang?" kata Rania yang tidak menyangka. "Iya," jawab Rafi singkat. "Terus bagaimana dengan acara keluarga om?" tanya Rania penasaran yang tiba-tiba ingin mengantar Rania pulang. "Saya tidak jadi ikut, saya pikir kalau saya menolong kamu tidak boleh tanggung- tanggung," kata Rafi kembali. "Tanggung bagaimana om?" bingung Rania. "Loh mas, kok tidak jadi ikut acara dirumah, emangnya tidak dimarahin ibu sama bapak?" kata Pak Diman saat mobil Rafi melewati depan pos satpam. "Iya pak, saya tidak jadi ikut, terimakasih sarannya ya," kata Rafi yang membuat Satpam itu berfikir sejenak dan tidak lama tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Rafi. "Ayo pak, saya pamit duluan ya," kata Rafi yang tersenyum pada
"Terimakasih om, makanannya," kata Rania setelah dia menyelesaikan makannya. "Semuanya tidak gratis," celetuk Rafi menatap Rania. "Baik om, semuanya berapa, biar saya transfer karena saya tidak punya uang cash," kata Rania yang langsung mengambil ponselnya. "Bukan pakai uang," kata Rafi yang membuat Rania bingung. "Maksudnya om?" bingung Rania menatap Rafi yang kini duduk dihadapannya dengan bersedekap. "Bukannya om, meminta saya membayar makanan ini kan?" lanjut Rania yang masih belum mengerti. "Ah, saya tahu, saya juga akan membayar jasa om yang sudah membantu saya lolos dari penculik itu." Rania melanjutkan mengetik tombol di ponselnya. "Sudahlah, kita bicarakan didalam mobil nanti, sekarang sebaiknya simpan ponselmu, saya akan ke kasir untuk membayar dulu," kata Rafi yang akhirnya berdiri dari duduknya dan meninggalkan Rania sendiri dalam keadaan bingung. "Maksudnya apaan sih itu om-om, kalau tidak mau aku bayar ya sudah tidak usah bilang, semuanya tidak gratis, saya juga
Kini Rania telah sampai di depan gedung apartemennya dan dia hendak turun dari mobil tapi tangan Rafi menahannya. "Tunggu," tahan Rafi yang berhasil membuat Rania menoleh padanya. "Iya om," jawab Rania. "Berikan ponselmu," perintah Rafi. "Buat apa om," tanya Rania. "Aku tidak mau kamu akan kabur dan membatalkan perjanjian kita," jelas Rafi. Rania mengambil ponselnya dan memberikannya pada Rafi, Rafi langsung memencet nomernya dan menelpon ke ponselnya. "Baik, jadi mulai hari ini perjanjian kita mulai dan besok siap-siap jika sewaktu-waktu saya menghubungimu," kata Rafi mengembalikan kembali ponsel Rania. "Iya om," balas Rania yang langsung turun dari mobil Rafi. Rania berjalan ke arah lobby utama gedung itu, Rafi tak kunjung pergi dia memperhatikan Rania sampai gadis itu masuk ke lobby itu, Rafi melajukan mobilnya untuk meninggalkan apartemen Rania. "Loh mobil itu seperti tidak asing," lirih Rafi saat melihat mobil yang pernah menculik Rania. Seketika Rafi memuta