"Kenapa balik lagi om," tanya Rania yang melihat Rafi kembali memasuki mobilnya dan mulai melajukan mobilnya tanpa menjawab pertanyaan dari Rania.
"Saya antar kamu pulang, dimana alamat rumah kamu," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan dari Rania. "Om mau antar saya pulang?" kata Rania yang tidak menyangka. "Iya," jawab Rafi singkat. "Terus bagaimana dengan acara keluarga om?" tanya Rania penasaran yang tiba-tiba ingin mengantar Rania pulang. "Saya tidak jadi ikut, saya pikir kalau saya menolong kamu tidak boleh tanggung- tanggung," kata Rafi kembali. "Tanggung bagaimana om?" bingung Rania. "Loh mas, kok tidak jadi ikut acara dirumah, emangnya tidak dimarahin ibu sama bapak?" kata Pak Diman saat mobil Rafi melewati depan pos satpam. "Iya pak, saya tidak jadi ikut, terimakasih sarannya ya," kata Rafi yang membuat Satpam itu berfikir sejenak dan tidak lama tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Rafi. "Ayo pak, saya pamit duluan ya," kata Rafi yang tersenyum pada pak Diman. "Monggo mas, hati-hati ya jangan sampai lecet anak gadis orang," canda satpam itu yang diangguki dan senyum dari Rafi, pak Diman buru buru membuka gerbang untuk membiarkan mobil Rafi keluar. "Om," kata Rania. "Hem," cuek Rafi. "Om, belum jawab pertanyaan saya," ragu Rania saat melihat sikap dingin Rafi "Pertanyaan yang mana," dingin Rafi. "Kenapa om mau mengantar saya, dan bagaimana dengan acara om, saya tidak apa-apa tidak usah diantar sebentar lagi teman saya datang kok," alasan Rania untuk menolak tawaran Rafi. "Saya tidak mau gara-gara saya, om harus batal dengan acara om," jelas Rania yang merasa tidak enak dengan Rafi. "Memangnya kamu sudah menghubungi teman kamu," balik tanya Rafi melirik ke arah dimana Rania berada. Rania tidak berani menjawab karena memang dia tadi sudah berusaha menghubungi Sinta tapi belum ada jawaban. "Belum ada jawaban kan dari temanmu itu," tebak Rafi yang ternyata benar. Rania masih membisu yang tidak bisa menjawab tebakan Rafi. "Sudahlah, tidak baik jika wanita pulang sendiri, lagian saya juga berterima kasih sama kamu yang sudah bisa menjadi alasan untuk saya tidak mengikuti acara itu," Rafi menghela nafas berat yang tidak luput dari pantauan mata Rania. "Maksud om?" tanya Rania yang tidak mengerti. "Sudahlah, tidak usah kamu pikirkan, oh ya kamu sudah makan?" tanya Rafi yang kini kepalanya menoleh ke belakang kearah Rania. "Tidak usah om, saya nanti makan dirumah saja," tolak Rania . "Memangnya kamu tidak lapar, habis lari kejar kejaran sama penculik itu, pasti tenaga kamu juga sudah habis," kini kepala Rafi sudah berbalik ke arah depan kembali untuk fokus menyetir, tapi dia masih menunggu jawaban dari Rania. "Tidak om, saya belum lapar kok," Rania masih berusaha untuk menolak tawaran Rafi. Krucuk krucuk, ternyata perut Rania tidak bisa berbohong jika dia sedang lapar, Rafi yang mendengarnya tersenyum berbeda dengan Rania yang menunduk dan memegang perut karena malu. Rafi segera melajukan mobilnya ke arah sebuah warung makan soto Semarang yang tidak jauh dari mereka kini. Diapun memarkirkan mobilnya dan cepat keluar dan membukakan pintu mobil untuk Rania, Rania yang diperlakukan demikian merasa malu sekaligus tidak enak karena dia melihat beberapa mata melihat mereka. "Terimakasih om," kata Rania terpaksa keluar. Rafi menutup pintu mobil dan mengajak Rania untuk masuk warung makan itu dan mereka duduk ditempat yang bisa untuk lesehan. "Kamu mau pesan apa," tawar Rafi yang membuka buku menu yang sudah ada dimeja mereka, sebelum pelayan warung itu datang untu mencatatnya. "Terserah om saja," balas Rania yang pasrah. "Baiklah," balas Rafi singkat yang memanggil pelayan untuk menghampiri mereka, beberapa detik datang pelayan untuk mencatat pesanan mereka. "Soto Semarang 2, nasi putih 2, sate telur puyuh 4 tusuk, sama teh anget 2," pesan Rafi yang langsung dicatat pelayang warung itu dan segera meninggalkan mereka berdua untuk menyiapkan pesanan. Beberapa saat mereka hanya diam tanpa obrolan yang membuat suasana menjadi canggung sampai tiba- tiba ponsel Rania berbunyi. kring kring "Halo, Ran ada apa ya tadi Lo telpon gue," suara dari seberang telepon. "Iya Sin, tadi gue mau minta tolong sama lo, untuk jemput gue," jawab Rania pelan yang sedikit menjauhkan dari Rafi, Rafi hanya menatap heran Rania. "Emang Lo dimana sekarang?" tanya Sinta. "Gue ada di," kata Rania yang melihat sekelilingnya. "Maaf om, ini ada dimana ya?" tanya Rania akhirnya pada Rafi yang kini masih menatap dingin Rania. Rafi langsung merebut telepon Rania dan langsung mematikannya. "loh kok om, matiin," protes Rania. "Saya sudah bilang, saya yang akan antar kamu, jadi kamu tidak perlu meminta jemput teman kamu lagi," tegas Rafi yang membuat Rania menelan ludahnya pelan. Rania tidak berani menjawabnya karena hawa yang membuat dia merinding saat berhadapan lelaki yang ada dihadapannya. kring kring kring Ponsel Rania berbunyi kembali, Rania menatap Rafi dan segera mematikan ponselnya dan dia mulai mengetik untuk mengirim pesan pada Sinta. [Sin, sorry gue tidak jadi minta jemput Lo, maaf sudah ganggu Lo] ketik Rania. [oke, tidak apa-apa Ran, tapi Lo ada dimana sekarang] balas Sinta yang masih penasaran. tapi tidak Rania balas dan tepat makanan pesanan mereka datang. "Silahkan," kata pelayan itu mempersilahkan. "Ayo makan," kata Rafi yang melihat Rania masih terdiam. "Saya tidak mungkin meracuni kamu," lanjut Rafi yang tahu kegelisahan Rania. "Om, kenapa bersikeras untuk mengantar saya, om tidak ada maksud lain kan?" Ragu Rania. "Makan dulu selagi hangat," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan. "Tenang habis ini saya akan menjelaskan alasan saya, tapi kamu harus makan dulu, saya tidak mau kamu pingsan dijalan nanti dikira saya yang menculik kamu," lanjut Rafi. Rania mulai memakan makanan yang dipesan mereka, ternyata Karen perut dia merasa lapar sekali tanpa sadar dia makan dengan lahap, Rafi yang memperhatikannya tersenyum. ""Terimakasih om, makanannya," kata Rania setelah dia menyelesaikan makannya. "Semuanya tidak gratis," celetuk Rafi menatap Rania. "Baik om, semuanya berapa, biar saya transfer karena saya tidak punya uang cash," kata Rania yang langsung mengambil ponselnya. "Bukan pakai uang," kata Rafi yang membuat Rania bingung. "Maksudnya om?" bingung Rania menatap Rafi yang kini duduk dihadapannya dengan bersedekap. "Bukannya om, meminta saya membayar makanan ini kan?" lanjut Rania yang masih belum mengerti. "Ah, saya tahu, saya juga akan membayar jasa om yang sudah membantu saya lolos dari penculik itu." Rania melanjutkan mengetik tombol di ponselnya. "Sudahlah, kita bicarakan didalam mobil nanti, sekarang sebaiknya simpan ponselmu, saya akan ke kasir untuk membayar dulu," kata Rafi yang akhirnya berdiri dari duduknya dan meninggalkan Rania sendiri dalam keadaan bingung. "Maksudnya apaan sih itu om-om, kalau tidak mau aku bayar ya sudah tidak usah bilang, semuanya tidak gratis, saya juga
Kini Rania telah sampai di depan gedung apartemennya dan dia hendak turun dari mobil tapi tangan Rafi menahannya. "Tunggu," tahan Rafi yang berhasil membuat Rania menoleh padanya. "Iya om," jawab Rania. "Berikan ponselmu," perintah Rafi. "Buat apa om," tanya Rania. "Aku tidak mau kamu akan kabur dan membatalkan perjanjian kita," jelas Rafi. Rania mengambil ponselnya dan memberikannya pada Rafi, Rafi langsung memencet nomernya dan menelpon ke ponselnya. "Baik, jadi mulai hari ini perjanjian kita mulai dan besok siap-siap jika sewaktu-waktu saya menghubungimu," kata Rafi mengembalikan kembali ponsel Rania. "Iya om," balas Rania yang langsung turun dari mobil Rafi. Rania berjalan ke arah lobby utama gedung itu, Rafi tak kunjung pergi dia memperhatikan Rania sampai gadis itu masuk ke lobby itu, Rafi melajukan mobilnya untuk meninggalkan apartemen Rania. "Loh mobil itu seperti tidak asing," lirih Rafi saat melihat mobil yang pernah menculik Rania. Seketika Rafi memuta
"Maaf kalian cari siapa ya?" tanya Rafi kepada kedua pemuda didepannya kini. "Kami petugas kebersihan apartemen disini," jawab Raska yang bertemu tatap dengan Rafi. "Maaf mas, saya penghuni baru disini dan kebetulan apartemen saya lagi berantakan, karena masih banyak barang yang belum saya susun jadi untuk saat ini biar saya sendiri saja yang membersihkan tempat saya," jelas Rafi. "Maaf pak, bukannya penghuni apartemen ini seorang wanita muda ya pak," tanya Raska heran, apakah dia salah masuk gedung apartemen atau ini hanya akalan lelaki ini saja untuk mengusirnya, tapi Raska cek kembali alamat yang ada di ponselnya benar ini apartemen Rania yang dikasih tahu oleh seseorang padanya, atau jangan-jangan orang itu membohongi Raska. 'Sial apa gue sudah dibohongi,' batin Raska yang meremas ponselnya karena kesal. "Kenapa mas?" tanya Rafi yang melihat gerak gerik Raska didepannya. "Ehh, maaf Pak apa memang benar ini apartemen bapak bukan punya seorang wanita muda?" tanya Raska kembali
Saat Rafi menunggu Rania packing, dia melihat sekitar ruangan tamu apartemen Rania dan dia menemukan bingkai foto yang cukup besar terpampang di atas layar tv, Rafi berjalan mendekat ke arah bingkai foto itu untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya tidak salah. "Apa aku tidak salah lihat," lirih Rafi penasaran. "Apa hubungan Rania dengan mereka," lanjut Rafi kembali, dia memandang lurus bingkai foto itu, saat tiba-tiba Rania memanggil Rafi tapi tidak dia hiraukan. "Om, saya sudah selesai," kata Rania saat keluar kamarnya dan menggeret koper yang tidak besar, Rania heran melihat Rafi yang diam dan memandang serius bingkai foto keluarganya. "Ada yang salah dengan fotonya om," kata Rania yang kini sudah berada di belakang Rafi yang membuat Rafi terperanjat kaget. "Ehh, Rania sudah selesai packingnya," kata Rafi tergagap seperti seorang yang ketahuan mencuri sesuatu. "Kenapa Om, ada yang salah dengan fotonya, sepertinya Om kenal dengan orang yang ada di foto itu," penasaran
"Ras, Lo ada dendam apa sih Ama ini cewek," tanya seorang laki laki yang mencoba menyeret seorang gadis yang pingsan karena ulahnya."Diem lo, jangan banyak bacot Lo Gas, jalani saja perintah gue Lo mau dapat bagian nggak entar," kata Raska dengan senyum smirknya."Maksud bagian gimana Ras?" tanya Bagas yang penasaran perkataan Raska.Setahu Bagas dia disuruh Raska untuk buat ini cewek pingsan dan membawanya ke dalam mobil Raska."Sudah ikut gue aja Gas, Lo bakal tahu bagian apa yang bakal lo dapat. ," tawa Raska yang menurut Bagas terdengar seperti seorang psikopat ditelinganya.Tiba tiba Bagas ingat sesuatu yang seketika membuat Bagas menoleh ke bangku penumpang di belakang dimana adanya gadis itu berada."Jangan Lo bilang, Lo mau jual itu gadis Ras," kata Bagas yang seketika menoleh ke arah Raska yang mulai mengemudikan mobilnya."Menurut Lo Gas," jawab Ras dengan ekspresi dingin yang seketika membuat Bagas merinding, seumur umur Bagas baru merasakan Raska begitu marah bahka
“Nak, kenapa belum juga sampai, kamu tidak kabur lagi kan,” kata mama Rafi di seberang telpon. “Tidak mah ini Rafi lagi di jalan, sudah dulu mah Rafi lagi nyetir, mama tidak mau kan Rafi kenapa napa, kalau nyetir sambil telpon,” kata Rafi yang berniat ingin memutus telpon dari mamanya. “Ih amit-amit jangan sampai nak, kamu kan anak mama, mama tidak mau kamu kenapa-napa,” “Makanya, Rafi tutup dulu ya telponnya bye mah, assalamualaikum,” putus Rafi tanpa ijinkan mamanya menjawab. Di saat lampu merah Rafi menghentikan mobilnya, di saat Rafi menunggu lampu kembali hijau tanpa sengaja dia melihat dari arah spion, mobil yang tertabrak tanpa sengaja olehnya yang kini tepat berada di belakangnya, dan melihat sekilas ke arah mobil itu, ada sedikit kejanggalan yang dilihat dari dal mobil itu, Rafi tidak ingin berpikir negatif apa yang terjadi di dalam mobil itu, bukan urusan dia menurutnya, kini dia kembali mengalihkan pandangannya ke depan untuk menunggu lampu kembali hijau, dan ce
Shit,” berulang kali Raska memukul stir dan saat ingin menyusul Bagas, tiba tiba mobil di belakang membunyikan klaksonnya yang ternyata lampu merah telah berubah menjadi hijau, dan terpaksa Raska harus melajukan mobilnya, dia mencari arah jalan putar balik untuk menyusul Bagas yang mengejar gadis itu. Di jalan Bagas mulai berlari pelan saat melihat ke arah mobil Raska yang kini berjalan menjauh, tapi itu bukan akhir pasti sebentar lagi ponselnya berdering dan benar saja. Kring kring “Ya halo Ras,” jawab Bagas dengan ngos ngosan yang di buat buat . “Bagaimana, dimana gadis itu,” cerocos Raska yang Bagas jamin pasti dia lagi kesal banget karena gadis itu bisa kabur dari mobilnya dan itu berkat bantuan Bagas. “Sorry Ras hilang jejak gue,” alasan Bagas padahal dia melihat gadis itu masuk ke salah satu mobil entah mobil siapa itu tapi hanya Bagas pantau dari jauh yang masih terlihat olehnya buat jaga jaga kalau di dalam mobil itu ngapa ngapain itu cewek Bagas bakal nyelamatinnya.
“Sore pak,” sapa Rafi kepada satpam yang kini telah membukakan gerbang sebuah Rumah kediaman orang tua Rafi.“Sore mas Rafi,” jawab Pak Diman nama satpam yang kini tersenyum hangat pada Rafi anak dari majikannya.“Ehm mas, ibu sudah menunggu mas dari tadi di dalam, dan maaf itu siapa ya yang di belakang,” kata pak Diman memandang ke arah Rania yang kini duduk di kursi penumpang.“Oh, ini teman saya pak, dia hanya menumpang sebentar,” alasan Rafi kepada pak Diman.“Oh, kirain pacarnya mas,” kata pak Diman dengan senyum khasnya.“Tidak pak, mana ada saya punya pacar pak,” kilah Rafi yang membuat pak Diman menganggukkan kepalanya pelan.“Oh ya mas, mbak Putri dan keluarga sudah ada didalam juga,” lapor pak Diman.Rafi yang mendengar itu menghela nafas pelan serasa malas untuk masuk kedalam, untuk menerima keputusan mamanya untuk menjodohkan Rafi dengan Putri.“Mas, kalau saran bapak, kalau mas Rafi tidak mau dijodohkan dengan mbak Putri, mending jangan terima mas,” saran pak Diman yang t
Saat Rafi menunggu Rania packing, dia melihat sekitar ruangan tamu apartemen Rania dan dia menemukan bingkai foto yang cukup besar terpampang di atas layar tv, Rafi berjalan mendekat ke arah bingkai foto itu untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya tidak salah. "Apa aku tidak salah lihat," lirih Rafi penasaran. "Apa hubungan Rania dengan mereka," lanjut Rafi kembali, dia memandang lurus bingkai foto itu, saat tiba-tiba Rania memanggil Rafi tapi tidak dia hiraukan. "Om, saya sudah selesai," kata Rania saat keluar kamarnya dan menggeret koper yang tidak besar, Rania heran melihat Rafi yang diam dan memandang serius bingkai foto keluarganya. "Ada yang salah dengan fotonya om," kata Rania yang kini sudah berada di belakang Rafi yang membuat Rafi terperanjat kaget. "Ehh, Rania sudah selesai packingnya," kata Rafi tergagap seperti seorang yang ketahuan mencuri sesuatu. "Kenapa Om, ada yang salah dengan fotonya, sepertinya Om kenal dengan orang yang ada di foto itu," penasaran
"Maaf kalian cari siapa ya?" tanya Rafi kepada kedua pemuda didepannya kini. "Kami petugas kebersihan apartemen disini," jawab Raska yang bertemu tatap dengan Rafi. "Maaf mas, saya penghuni baru disini dan kebetulan apartemen saya lagi berantakan, karena masih banyak barang yang belum saya susun jadi untuk saat ini biar saya sendiri saja yang membersihkan tempat saya," jelas Rafi. "Maaf pak, bukannya penghuni apartemen ini seorang wanita muda ya pak," tanya Raska heran, apakah dia salah masuk gedung apartemen atau ini hanya akalan lelaki ini saja untuk mengusirnya, tapi Raska cek kembali alamat yang ada di ponselnya benar ini apartemen Rania yang dikasih tahu oleh seseorang padanya, atau jangan-jangan orang itu membohongi Raska. 'Sial apa gue sudah dibohongi,' batin Raska yang meremas ponselnya karena kesal. "Kenapa mas?" tanya Rafi yang melihat gerak gerik Raska didepannya. "Ehh, maaf Pak apa memang benar ini apartemen bapak bukan punya seorang wanita muda?" tanya Raska kembali
Kini Rania telah sampai di depan gedung apartemennya dan dia hendak turun dari mobil tapi tangan Rafi menahannya. "Tunggu," tahan Rafi yang berhasil membuat Rania menoleh padanya. "Iya om," jawab Rania. "Berikan ponselmu," perintah Rafi. "Buat apa om," tanya Rania. "Aku tidak mau kamu akan kabur dan membatalkan perjanjian kita," jelas Rafi. Rania mengambil ponselnya dan memberikannya pada Rafi, Rafi langsung memencet nomernya dan menelpon ke ponselnya. "Baik, jadi mulai hari ini perjanjian kita mulai dan besok siap-siap jika sewaktu-waktu saya menghubungimu," kata Rafi mengembalikan kembali ponsel Rania. "Iya om," balas Rania yang langsung turun dari mobil Rafi. Rania berjalan ke arah lobby utama gedung itu, Rafi tak kunjung pergi dia memperhatikan Rania sampai gadis itu masuk ke lobby itu, Rafi melajukan mobilnya untuk meninggalkan apartemen Rania. "Loh mobil itu seperti tidak asing," lirih Rafi saat melihat mobil yang pernah menculik Rania. Seketika Rafi memuta
"Terimakasih om, makanannya," kata Rania setelah dia menyelesaikan makannya. "Semuanya tidak gratis," celetuk Rafi menatap Rania. "Baik om, semuanya berapa, biar saya transfer karena saya tidak punya uang cash," kata Rania yang langsung mengambil ponselnya. "Bukan pakai uang," kata Rafi yang membuat Rania bingung. "Maksudnya om?" bingung Rania menatap Rafi yang kini duduk dihadapannya dengan bersedekap. "Bukannya om, meminta saya membayar makanan ini kan?" lanjut Rania yang masih belum mengerti. "Ah, saya tahu, saya juga akan membayar jasa om yang sudah membantu saya lolos dari penculik itu." Rania melanjutkan mengetik tombol di ponselnya. "Sudahlah, kita bicarakan didalam mobil nanti, sekarang sebaiknya simpan ponselmu, saya akan ke kasir untuk membayar dulu," kata Rafi yang akhirnya berdiri dari duduknya dan meninggalkan Rania sendiri dalam keadaan bingung. "Maksudnya apaan sih itu om-om, kalau tidak mau aku bayar ya sudah tidak usah bilang, semuanya tidak gratis, saya juga
"Kenapa balik lagi om," tanya Rania yang melihat Rafi kembali memasuki mobilnya dan mulai melajukan mobilnya tanpa menjawab pertanyaan dari Rania. "Saya antar kamu pulang, dimana alamat rumah kamu," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan dari Rania. "Om mau antar saya pulang?" kata Rania yang tidak menyangka. "Iya," jawab Rafi singkat. "Terus bagaimana dengan acara keluarga om?" tanya Rania penasaran yang tiba-tiba ingin mengantar Rania pulang. "Saya tidak jadi ikut, saya pikir kalau saya menolong kamu tidak boleh tanggung- tanggung," kata Rafi kembali. "Tanggung bagaimana om?" bingung Rania. "Loh mas, kok tidak jadi ikut acara dirumah, emangnya tidak dimarahin ibu sama bapak?" kata Pak Diman saat mobil Rafi melewati depan pos satpam. "Iya pak, saya tidak jadi ikut, terimakasih sarannya ya," kata Rafi yang membuat Satpam itu berfikir sejenak dan tidak lama tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Rafi. "Ayo pak, saya pamit duluan ya," kata Rafi yang tersenyum pada
“Bagaimana tante, Tante tidak mungkin kan membatalkan perjodohan ini begitu saja,” rengek Putri pada Sintia “Ada apa ini, kenapa kalian masih di luar,” kata seorang lelaki paruh baya yang bernama Romi yang tidak lain adalah Ayah dari seorang Rafi Rasendrya, dan disebelah lelaki itupun ada seorang lelaki yang sebaya dengan ayah Rafi, Dedi nama lelaki itu. “Pa, mas Rafi ternyata sudah punya pacar,” kata Putri yang tiba tiba berjalan menghampiri ayahnya Dedi. Dedi dan Romi pun terkejut mendengar penuturan Putri. “Benarkah itu Raf?” tanya Romi pada anak sulungnya. Rafi yang sudah terlanjur berbohong pun terpaksa mengiyakan pertanyaan papanya. “Kamu tidak berbohong kan Raf,” tanya Romi kembali. “Kalau begitu kita bicarakan didalam dulu, bagaimana baiknya ini tidak baik bicara di teras begini,” ajak Romi kepada semua yang disetujui semuanya. “Bentar pah, mama ingin gadis itu juga ikut biar jelas kalau Rafi tidak berbohong pada kita,” pinta Sintia yang melirik anaknya
“Sore pak,” sapa Rafi kepada satpam yang kini telah membukakan gerbang sebuah Rumah kediaman orang tua Rafi.“Sore mas Rafi,” jawab Pak Diman nama satpam yang kini tersenyum hangat pada Rafi anak dari majikannya.“Ehm mas, ibu sudah menunggu mas dari tadi di dalam, dan maaf itu siapa ya yang di belakang,” kata pak Diman memandang ke arah Rania yang kini duduk di kursi penumpang.“Oh, ini teman saya pak, dia hanya menumpang sebentar,” alasan Rafi kepada pak Diman.“Oh, kirain pacarnya mas,” kata pak Diman dengan senyum khasnya.“Tidak pak, mana ada saya punya pacar pak,” kilah Rafi yang membuat pak Diman menganggukkan kepalanya pelan.“Oh ya mas, mbak Putri dan keluarga sudah ada didalam juga,” lapor pak Diman.Rafi yang mendengar itu menghela nafas pelan serasa malas untuk masuk kedalam, untuk menerima keputusan mamanya untuk menjodohkan Rafi dengan Putri.“Mas, kalau saran bapak, kalau mas Rafi tidak mau dijodohkan dengan mbak Putri, mending jangan terima mas,” saran pak Diman yang t
Shit,” berulang kali Raska memukul stir dan saat ingin menyusul Bagas, tiba tiba mobil di belakang membunyikan klaksonnya yang ternyata lampu merah telah berubah menjadi hijau, dan terpaksa Raska harus melajukan mobilnya, dia mencari arah jalan putar balik untuk menyusul Bagas yang mengejar gadis itu. Di jalan Bagas mulai berlari pelan saat melihat ke arah mobil Raska yang kini berjalan menjauh, tapi itu bukan akhir pasti sebentar lagi ponselnya berdering dan benar saja. Kring kring “Ya halo Ras,” jawab Bagas dengan ngos ngosan yang di buat buat . “Bagaimana, dimana gadis itu,” cerocos Raska yang Bagas jamin pasti dia lagi kesal banget karena gadis itu bisa kabur dari mobilnya dan itu berkat bantuan Bagas. “Sorry Ras hilang jejak gue,” alasan Bagas padahal dia melihat gadis itu masuk ke salah satu mobil entah mobil siapa itu tapi hanya Bagas pantau dari jauh yang masih terlihat olehnya buat jaga jaga kalau di dalam mobil itu ngapa ngapain itu cewek Bagas bakal nyelamatinnya.
“Nak, kenapa belum juga sampai, kamu tidak kabur lagi kan,” kata mama Rafi di seberang telpon. “Tidak mah ini Rafi lagi di jalan, sudah dulu mah Rafi lagi nyetir, mama tidak mau kan Rafi kenapa napa, kalau nyetir sambil telpon,” kata Rafi yang berniat ingin memutus telpon dari mamanya. “Ih amit-amit jangan sampai nak, kamu kan anak mama, mama tidak mau kamu kenapa-napa,” “Makanya, Rafi tutup dulu ya telponnya bye mah, assalamualaikum,” putus Rafi tanpa ijinkan mamanya menjawab. Di saat lampu merah Rafi menghentikan mobilnya, di saat Rafi menunggu lampu kembali hijau tanpa sengaja dia melihat dari arah spion, mobil yang tertabrak tanpa sengaja olehnya yang kini tepat berada di belakangnya, dan melihat sekilas ke arah mobil itu, ada sedikit kejanggalan yang dilihat dari dal mobil itu, Rafi tidak ingin berpikir negatif apa yang terjadi di dalam mobil itu, bukan urusan dia menurutnya, kini dia kembali mengalihkan pandangannya ke depan untuk menunggu lampu kembali hijau, dan ce