“Sore pak,” sapa Rafi kepada satpam yang kini telah membukakan gerbang sebuah Rumah kediaman orang tua Rafi.
“Sore mas Rafi,” jawab Pak Diman nama satpam yang kini tersenyum hangat pada Rafi anak dari majikannya. “Ehm mas, ibu sudah menunggu mas dari tadi di dalam, dan maaf itu siapa ya yang di belakang,” kata pak Diman memandang ke arah Rania yang kini duduk di kursi penumpang. “Oh, ini teman saya pak, dia hanya menumpang sebentar,” alasan Rafi kepada pak Diman. “Oh, kirain pacarnya mas,” kata pak Diman dengan senyum khasnya. “Tidak pak, mana ada saya punya pacar pak,” kilah Rafi yang membuat pak Diman menganggukkan kepalanya pelan. “Oh ya mas, mbak Putri dan keluarga sudah ada didalam juga,” lapor pak Diman. Rafi yang mendengar itu menghela nafas pelan serasa malas untuk masuk kedalam, untuk menerima keputusan mamanya untuk menjodohkan Rafi dengan Putri. “Mas, kalau saran bapak, kalau mas Rafi tidak mau dijodohkan dengan mbak Putri, mending jangan terima mas,” saran pak Diman yang tahu perasaan anak majikannya yang harus terpaksa menerima perjodohan ini. “Maunya begitu Pak, tapi Pak Diman tahu sendiri kan bagaimana sifat mama, susah untuk menolaknya lagi Pak,” kata Rafi dengan raut wajah lelah. Pak Diman menganggukkan kepala tanda setuju dengan jawaban Rafi. “Bagaimana kalau mas Rafi pura pura kalau sudah punya pacar mas,” ide pak Diman tiba tiba dengan melirik ke arah Rania yang kini sibuk dengan ponselnya seperti sedang menghubungi seseorang. “Bagaimana caranya pak, Mama kan tahu saya tidak punya pacar pak, mana percaya dia,” kata Rafi ragu dengan ide pak Diman padanya. “Bagaimana kalau mas Rafi minta tolong pada teman mas Rafi yang ada di belakang itu,” tunjuk pak Diman pada Rania yang kini sudah menatap ke arah pak Diman dan tersenyum ramah pada pak Diman yang di balas ramah juga oleh pak Diman. Rafi menoleh ke belakang ke arah Rania dan merasa ragu dengan ide pak Diman. Sampai tiba tiba teriak ibu Sintia dari teras depan Rumah karena melihat mobil anaknya yang semenjak tadi berhenti di depan pos satpam dan tidak kunjung jalan, malah asik mengobrol dengan pak Diman. “Pak Diman!” teriak Bu Sintia memanggil satpamnya. “Suruh Rafi, cepat parkirkan mobilnya ,” teriak Bu Sintia lagi yang diangguki oleh pak Diman yang tidak jauh dari lokasi Bu Sintia yang kini berada. “Itu mas, sudah di panggil ibu, pertimbangkan lagi mas ide saya kalau memang mas tidak yakin dengan perjodohan ini,” tawar pak Diman kembali. “Iya pak, makasih ya,” jawab Rafi yang kini sudah mulai melajukan kembali mobilnya ke arah teras depan dimana mamanya berada. “Nak, kenapa tidak masuk sih, mama dari tadi menunggu kamu dari teras, tapi mama lihat kamu betah sekali ngobrol dengan pak Diman,” kata Bu Sintia yang kini melihat anaknya turun dari mobilnya yang di parkir tepat berada di samping teras rumah. “Iya ma, maaf tadi Rafi asik ngobrol sama Pak Diman maklum mah kan sudah lumayan lama tidak bertemu, jadi nanya kabar,” alasan Rafi. “Alah paling alasan kamu saja nak, makanya sering pulang ke rumah ini nak jangan di apartemen terus, kan jadi tahu perkembangan yang terjadi dirumah ini.” Kata Bu Sintia yang hanya di tanggapi senyuman oleh Rafi yang kini sedang menyalami dan mencium tangan mamanya. “Loh itu siapa yang di belakang nak,” kata Bu Sintia tiba tiba saat melihat ada seseorang yang berada di dalam mobil anaknya. “Oh itu,” kata Rafi bingung ingin menjawab apa pada mamanya. “Kamu lagi tidak bawa kabur anak orang kan nak,” tebak bu Sintia yang dijawab dengan gelengan Rafi. “Tidaklah ma, dia itu tadinya,” jawab Rafi ragu yang ingin berterus terang tapi malah tiba tiba muncul sosok gadis cantik dan anggun yang bernama Putri. “Assalamualaikum mas Rafi,” sapa Putri tiba tiba. “Waalaikumsalam,” jawab Rafi dingin. Entah perasaan apa yang membuat Rafi seperti tidak bisa menerima putri sebagai calon istrinya padahal kalau dilihat Putri adalah wanita cantik, berpendidikan, sopan juga baik, cara bicaranya pun lembut tapi entah kenapa ada keraguan di hati Rafi untuk menerima Putri sebagai calon istrinya. “Loh mas,itu siapa di dalam mobil mas,” kata Putri terkejut saat melihat ada seorang gadis duduk di dalam mobil Rafi. “Oh itu,” kata Rafi menggantung saat diapun ikut menoleh ke arah dimana Rania berada begitupun dengan ibu Sintia yang penasaran siapa yang berada di dalam mobil anaknya. “Iya, itu siapa nak, kok ada perempuan di dalam mobilmu, katanya kamu kesini sendiri kenapa kamu bawa perempuan nak, jangan bilang kamu bawa kabur anak orang,” selidik Bu Sintia kepada Rafi putra sulungnya. “Tidak lah ma, mana berani Rafi bawa kabur anak orang,” kilah Rafi. “Bukan pacar mas kan?” Kata Putri dengan nada cemburu karena ada perempuan lain yang berada di mobil Rafi lelaki yang selama ini dia sukai. “Oh, kalau memang pacar saya gimana put,” celetuk Rafi tiba tiba yang mendapat cubitan dari mama Sintia. “Awww ma, sakit tahu, Rafi sudah dewasa kenapa harus di cubit sih,” “jangan bercanda kamu nak,” “benarkah mas, bukannya mas tidak punya pacar ya?” Tanya Putri dengan nada cemburu. “kata siapa, selama ini saya punya kok, cuman saya rahasiakan dan hari ini saya ingin memperkenalkan kepada kalian,” bohong Rafi saat melihat reaksi mama dan Putri yang terkejut dengan pengakuan seorang Rafi Rasendrya. “Kenapa selama ini kamu rahasiakan mas, bagaimana dengan ku selama ini aku menunggumu mas,” jawab Putri dengan raut wajah tidak suka. “Yah bagaimana lagi, sebenarnya sudah lama saya ingin memberitahu mu tapi selalu belum ada kesempatan,” bohong Rafi lagi. “Apakah itu benar nak, kamu tidak lagi berbohong kan, hanya cuman menghindari perjodohan ini,” selidik Sintia pada anaknya. "Tidak ma, aku serius di gadis yang aku pilih selama ini," kata Rafi yakin menatap kedua bola mata mamanya dan entah kegilaan apa yang dilakukan Rafi demi menghindari seorang wanita bernama Putri rela berbohong dan mengikuti sara pak Diman padanya, tapi bagaimana dengan gadis itu apakah dia mau berpura pura menjadi pacarnya untuk membantu seorang Rafi. "Tante, terus bagaimana dengan perjodohan ini, aku tidak mau dibatalkan," kata Putri berusaha meyakinkan Sintia. Sintia kini bingung harus bersikap bagaimana dia bimbang tidak mau mengecewakan keluarga Putri dan Putri sendiri dengan rencana mereka sejak awal, tapi untuk memaksa Rafi dengan keputusan nya pun hal yang sulit, Sintia sudah faham tabiat anak sulungnya yang keras kepala dan sulit untuk di ubah keputusannya.“Bagaimana tante, Tante tidak mungkin kan membatalkan perjodohan ini begitu saja,” rengek Putri pada Sintia “Ada apa ini, kenapa kalian masih di luar,” kata seorang lelaki paruh baya yang bernama Romi yang tidak lain adalah Ayah dari seorang Rafi Rasendrya, dan disebelah lelaki itupun ada seorang lelaki yang sebaya dengan ayah Rafi, Dedi nama lelaki itu. “Pa, mas Rafi ternyata sudah punya pacar,” kata Putri yang tiba tiba berjalan menghampiri ayahnya Dedi. Dedi dan Romi pun terkejut mendengar penuturan Putri. “Benarkah itu Raf?” tanya Romi pada anak sulungnya. Rafi yang sudah terlanjur berbohong pun terpaksa mengiyakan pertanyaan papanya. “Kamu tidak berbohong kan Raf,” tanya Romi kembali. “Kalau begitu kita bicarakan didalam dulu, bagaimana baiknya ini tidak baik bicara di teras begini,” ajak Romi kepada semua yang disetujui semuanya. “Bentar pah, mama ingin gadis itu juga ikut biar jelas kalau Rafi tidak berbohong pada kita,” pinta Sintia yang melirik anaknya
"Kenapa balik lagi om," tanya Rania yang melihat Rafi kembali memasuki mobilnya dan mulai melajukan mobilnya tanpa menjawab pertanyaan dari Rania. "Saya antar kamu pulang, dimana alamat rumah kamu," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan dari Rania. "Om mau antar saya pulang?" kata Rania yang tidak menyangka. "Iya," jawab Rafi singkat. "Terus bagaimana dengan acara keluarga om?" tanya Rania penasaran yang tiba-tiba ingin mengantar Rania pulang. "Saya tidak jadi ikut, saya pikir kalau saya menolong kamu tidak boleh tanggung- tanggung," kata Rafi kembali. "Tanggung bagaimana om?" bingung Rania. "Loh mas, kok tidak jadi ikut acara dirumah, emangnya tidak dimarahin ibu sama bapak?" kata Pak Diman saat mobil Rafi melewati depan pos satpam. "Iya pak, saya tidak jadi ikut, terimakasih sarannya ya," kata Rafi yang membuat Satpam itu berfikir sejenak dan tidak lama tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Rafi. "Ayo pak, saya pamit duluan ya," kata Rafi yang tersenyum pada
"Terimakasih om, makanannya," kata Rania setelah dia menyelesaikan makannya. "Semuanya tidak gratis," celetuk Rafi menatap Rania. "Baik om, semuanya berapa, biar saya transfer karena saya tidak punya uang cash," kata Rania yang langsung mengambil ponselnya. "Bukan pakai uang," kata Rafi yang membuat Rania bingung. "Maksudnya om?" bingung Rania menatap Rafi yang kini duduk dihadapannya dengan bersedekap. "Bukannya om, meminta saya membayar makanan ini kan?" lanjut Rania yang masih belum mengerti. "Ah, saya tahu, saya juga akan membayar jasa om yang sudah membantu saya lolos dari penculik itu." Rania melanjutkan mengetik tombol di ponselnya. "Sudahlah, kita bicarakan didalam mobil nanti, sekarang sebaiknya simpan ponselmu, saya akan ke kasir untuk membayar dulu," kata Rafi yang akhirnya berdiri dari duduknya dan meninggalkan Rania sendiri dalam keadaan bingung. "Maksudnya apaan sih itu om-om, kalau tidak mau aku bayar ya sudah tidak usah bilang, semuanya tidak gratis, saya juga
Kini Rania telah sampai di depan gedung apartemennya dan dia hendak turun dari mobil tapi tangan Rafi menahannya. "Tunggu," tahan Rafi yang berhasil membuat Rania menoleh padanya. "Iya om," jawab Rania. "Berikan ponselmu," perintah Rafi. "Buat apa om," tanya Rania. "Aku tidak mau kamu akan kabur dan membatalkan perjanjian kita," jelas Rafi. Rania mengambil ponselnya dan memberikannya pada Rafi, Rafi langsung memencet nomernya dan menelpon ke ponselnya. "Baik, jadi mulai hari ini perjanjian kita mulai dan besok siap-siap jika sewaktu-waktu saya menghubungimu," kata Rafi mengembalikan kembali ponsel Rania. "Iya om," balas Rania yang langsung turun dari mobil Rafi. Rania berjalan ke arah lobby utama gedung itu, Rafi tak kunjung pergi dia memperhatikan Rania sampai gadis itu masuk ke lobby itu, Rafi melajukan mobilnya untuk meninggalkan apartemen Rania. "Loh mobil itu seperti tidak asing," lirih Rafi saat melihat mobil yang pernah menculik Rania. Seketika Rafi memuta
"Maaf kalian cari siapa ya?" tanya Rafi kepada kedua pemuda didepannya kini. "Kami petugas kebersihan apartemen disini," jawab Raska yang bertemu tatap dengan Rafi. "Maaf mas, saya penghuni baru disini dan kebetulan apartemen saya lagi berantakan, karena masih banyak barang yang belum saya susun jadi untuk saat ini biar saya sendiri saja yang membersihkan tempat saya," jelas Rafi. "Maaf pak, bukannya penghuni apartemen ini seorang wanita muda ya pak," tanya Raska heran, apakah dia salah masuk gedung apartemen atau ini hanya akalan lelaki ini saja untuk mengusirnya, tapi Raska cek kembali alamat yang ada di ponselnya benar ini apartemen Rania yang dikasih tahu oleh seseorang padanya, atau jangan-jangan orang itu membohongi Raska. 'Sial apa gue sudah dibohongi,' batin Raska yang meremas ponselnya karena kesal. "Kenapa mas?" tanya Rafi yang melihat gerak gerik Raska didepannya. "Ehh, maaf Pak apa memang benar ini apartemen bapak bukan punya seorang wanita muda?" tanya Raska kembali
Saat Rafi menunggu Rania packing, dia melihat sekitar ruangan tamu apartemen Rania dan dia menemukan bingkai foto yang cukup besar terpampang di atas layar tv, Rafi berjalan mendekat ke arah bingkai foto itu untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya tidak salah. "Apa aku tidak salah lihat," lirih Rafi penasaran. "Apa hubungan Rania dengan mereka," lanjut Rafi kembali, dia memandang lurus bingkai foto itu, saat tiba-tiba Rania memanggil Rafi tapi tidak dia hiraukan. "Om, saya sudah selesai," kata Rania saat keluar kamarnya dan menggeret koper yang tidak besar, Rania heran melihat Rafi yang diam dan memandang serius bingkai foto keluarganya. "Ada yang salah dengan fotonya om," kata Rania yang kini sudah berada di belakang Rafi yang membuat Rafi terperanjat kaget. "Ehh, Rania sudah selesai packingnya," kata Rafi tergagap seperti seorang yang ketahuan mencuri sesuatu. "Kenapa Om, ada yang salah dengan fotonya, sepertinya Om kenal dengan orang yang ada di foto itu," penasaran
"Ras, Lo ada dendam apa sih Ama ini cewek," tanya seorang laki laki yang mencoba menyeret seorang gadis yang pingsan karena ulahnya."Diem lo, jangan banyak bacot Lo Gas, jalani saja perintah gue Lo mau dapat bagian nggak entar," kata Raska dengan senyum smirknya."Maksud bagian gimana Ras?" tanya Bagas yang penasaran perkataan Raska.Setahu Bagas dia disuruh Raska untuk buat ini cewek pingsan dan membawanya ke dalam mobil Raska."Sudah ikut gue aja Gas, Lo bakal tahu bagian apa yang bakal lo dapat. ," tawa Raska yang menurut Bagas terdengar seperti seorang psikopat ditelinganya.Tiba tiba Bagas ingat sesuatu yang seketika membuat Bagas menoleh ke bangku penumpang di belakang dimana adanya gadis itu berada."Jangan Lo bilang, Lo mau jual itu gadis Ras," kata Bagas yang seketika menoleh ke arah Raska yang mulai mengemudikan mobilnya."Menurut Lo Gas," jawab Ras dengan ekspresi dingin yang seketika membuat Bagas merinding, seumur umur Bagas baru merasakan Raska begitu marah bahka
“Nak, kenapa belum juga sampai, kamu tidak kabur lagi kan,” kata mama Rafi di seberang telpon. “Tidak mah ini Rafi lagi di jalan, sudah dulu mah Rafi lagi nyetir, mama tidak mau kan Rafi kenapa napa, kalau nyetir sambil telpon,” kata Rafi yang berniat ingin memutus telpon dari mamanya. “Ih amit-amit jangan sampai nak, kamu kan anak mama, mama tidak mau kamu kenapa-napa,” “Makanya, Rafi tutup dulu ya telponnya bye mah, assalamualaikum,” putus Rafi tanpa ijinkan mamanya menjawab. Di saat lampu merah Rafi menghentikan mobilnya, di saat Rafi menunggu lampu kembali hijau tanpa sengaja dia melihat dari arah spion, mobil yang tertabrak tanpa sengaja olehnya yang kini tepat berada di belakangnya, dan melihat sekilas ke arah mobil itu, ada sedikit kejanggalan yang dilihat dari dal mobil itu, Rafi tidak ingin berpikir negatif apa yang terjadi di dalam mobil itu, bukan urusan dia menurutnya, kini dia kembali mengalihkan pandangannya ke depan untuk menunggu lampu kembali hijau, dan ce