Diskusi kami berakhir buntu, Bang Parta tetap tidak bisa memberikan zakat kepada orang yang suaminya telah merampok adik yang paling dia sayang. Sementara aku sudah kasihan melihat Juliana.
“Karena ini zakat Bang Parta, tentu saja harus seijin Bang Parta, jika dia tidak mau ya, apa boleh buat, batal saja,” kata Bang Parlin.
“Kasihan dia, Bang, kita kasih duit kita saja ya, minimal dia bisa menuntut cerai dan pulang ke kampungnya di Jawa,” kataku pada Bang Parlin.
“Subhanallah, terbuat dari apa hatimu, Nia, orang yang sudah merampok kalian mau kalian bantu?” kata Kak Sofie.
“Dia sudah lulus, Kak, dulu pun kami pernah bantu orang yang sudah fitnah kami,” kata Bang Parlin.
Kami masih berdiri sambil diskusi di dekat mobil, kini Kak Sofie sepertinya sudah berubah pendirian.
“
Entah karena otakku lemot, atau lagi banyak pikiran perkataan Bang Parlin itu tak bisa juga kutangkap, sampai akhirnya Bang Parlin menjelaskan sekali lagi.“Begini, Dek, misalnya aku dah pulang dari naik haji, namaku jadi bertambah Haji Parlin, terus adek naik ke atasku, adek jadi naik ...?”“Naik haji Parlin,” kataku spontan.“Haa, gitu, adek kok makin oon aja, kayak menjelaskan ke anak TK,” kata Bang Parlin.“ishh, ish, Abang genit,” kataku seraya mencubit pinggangnya.“Genit di mananya, Dek?”“Aku mau naik guru saja dulu,” kataku seraya duduk di atas Bang Parlin yang lagi berbaring, kugeletik dadanya.“Ampun, Dek, ampun,” kata Bang Parlin seraya tertawa.Terdengar suara Ketukan di pint
Terinpirasi dari Ucok, akhirnya aku ikut bertanya pada Google, Bang Parlin juga tampak memainkan HP-nya. Setelah lihat sana lihat sini, dapat kesimpulan seperti yang dikatakan Ucok tadi.“Bagaimana, Bang, ada pendapat bilang tidak boleh, ada pendapat bilang boleh,” kataku kemudian.“Kita ambil pendapat yang memperbolehkan,” kata Bang Parta.“Menurutku itu tidak bisa, kita tak bisa berpindah mazhab untuk mencari pembenaran,” kata Bang Parlin.“Jadi kita batalkan saja,” tanyaku.“Iya, sebaiknya begitu, dah, sana bilang sama bapak itu tidak jadi,” perintah Bang Parta.“Sana bilang, Dek, abang gak tega,” kata Bang Parlin seraya menunjukku.“Kok aku, aku pun gak tega,” jawabku.“Jadi bag
Malam itu jadi malam yang mencekam, kucoba lihat berita online siapa tahu ada berita tentang kecelakaan, akan tetapi tidak ada. Sementara itu setiap sepuluh menit kucoba terus hubungi HP Bang Parta dan Kak Sofie. Hasilnya tetap seperti itu, tak ada jawaban.“Bang kita ke sana, yuk,” Ajakku pada Bang Parlindungan.“Ke sana mana, Dek?”“Lokasi kecelakaan yang dia katakan itu,” kataku lagi.“Tunggu dulu dapat berita jelas, Dek, sabar saja,” Kata Bang Parlindungan. Aku tahu Bang Parlindungan juga gelisah, sampai murid mengajinya dipulangkan lebih cepat dari biasanya.Terdengar suara getaran HP Bang Parlindungan, dengan cepat kuraih, ada panggilan dari nomor tak dikenal.“Hallo, Assalamu’alaikum,” salam dan sapaku kemudian. 
Ketika kami sampai di penginapan itu, dua karyawan itu langsung minta maaf dan mengembalikan koper, akan tetapi tiga HP sudah sempat mereka jual.“Maaf, Pak, bukan kami yang coba menipu itu, Hp-nya kami jual ke konter,” kata salah satu di antara mereka.“Cepat ambil lagi!” teriak pemilik penginapan. Berkali-kali pria pemilik penginapan itu minta maaf pada kami. Dia berjanji akan memecat dua karyawan tersebut.Bang Parta dan Kak Sofie datang ke penginapan. Setelah menunggu satu jam lebih akhirnya HP yang tiga itu bisa dapat lagi dua karyawan itu menebusnya kembali ke konter HP.“Tolong jangan polisikan kami, Pak,” Mohon karyawan itu. Aku baru tahu, ternyata semalaman mereka sudah sakit perut luar biasa. Mereka sudah niat mengembalikan tapi orangnya sudah pergi.“Ada saja kendalanya yang mau jalan-jalan ini,&rd
Mobil milik Dame juga ternyata sudah tak ada lagi, kendaraan miliknya kini motor besar yang dimodifikasi jadi becak bermotor. Semua karena dia tergiur dengan keuntungan bisnis alat berat, bekerja sama dengan seorang pria chinesse. Tiga tahun berjalan, bisnis itu justru tak jalan. Sementara kebun sudah digadaikan.“Aku malu cerita sama Abang,” kata Dame seraya menundukkan kepala.“Jadi utangmu di Bank sudah lunas?” tanya Bang Parlin.“Sudah, Bang, setelah kebun kujual, utang kubayar lunas semua, jadi kami kembali miskin, tinggal rumah ini harta kami,” kata Dame.“Ketika aku bangkrut, kalian semua datang membantu, kenapa kau tak cerita Dame?” kata Bang Parlin, suaranya bergetar.“Aku malu, Bang, Abang bangkrut karena ditipu orang, aku bangkrut karena kebodohan sendiri, yang kurang bersyukur dengan n
Cerita ini adalah cerita pemuda bernama Torkis, anak angkat Bang Parlin yang sudah sukses punya sawit dan sapi yang banyak. Dengan PoV Ayu. Menantu Dari DesaKarya: Bintang Kejora Ditinggal kawin itu sangat menyakitkan, dia pacarku yang sudah tiga tahun kini menikah dengan sahabatku sendiri, sedih memang. Aku hampir depresi. Dalam kegalauan, kubuat video tiktok dengan isi yang norak, ya begitu kata teman-temanku. Komen para teman dumaiku kebanyakan menghina. Akan tetapi ada satu komentar dari akun seorang pria. (Cantik, maukah jadi istriku) Kurang ajar memang, belum apa-apa sudah bertanya begitu, tentu saja aku marah. (Woi, ngaca woi) balasku kemudian. Coba kuperiksa akun Facebook-nya, hanya ada satu foto orang, selain itu foto pemandangan, foto sawah, sungai dan rumah berdinding papan di desa. Eh, dia malah inbox, dimulai dengan salam yang disingkat-singkat. (Ass, boleh kenalan)(Ass itu pantat, ya) balasku dengan cepat. (Wah, maaf, maksudnya assalamualaikum) (Waalaiku
Menantu Dari DesaKarya: Bintang KejoraPart 2Aku baru ingat chat terakhirku tadi, kalau dia masih chat blokir bertindak, ternyata dia selugu itu, dia gak berani chat biarpun sudah transfer sepuluh juta. Aku jadi penasaran dengan si Torkis ini, nama yang aneh menurutku, akun Facebook justru Bang TH, entah apa TH ini. Dia sama sekali tak mengirim inbok lagi, apapun kubilang dia balas di kolom komentar, orang yang unik. Masih ada orang sebodoh ini, dengan mudahnya dia kirim uang sepuluh juta. Tak bisa kubayangkan dia akan jadi korban empuk para penipu di dunia maya. (Aku akan datang besok melamarmu, Ayu) tulisnya lagi di kolom komentar, kali ini dia komentari foto profilku. (Seserius itukah) balasku. (Ya, saya tak pernah main-main jika urusan perempuan) tulisnya lagi. Ya, Allah, ada apa denganku, apa yang akan kukatakan pada Emak jika Torkis ini datang melamarku. (Cie cie, yang dilamar) Doli membalas komentar kami. (Hei, jangan macam-macam, kublokir nanti,) ancamku. (Suka
Menantu Dari DesaKarya: Bintang KejoraPart 3Ayah jatuh pingsan demi mendengar perkataanku, ini memang diluar nalar, masa ada cewek terima panjar mahar untuk dirinya sendiri, orang yang tak kenal lagi. Akan tetapi Torkis ini lebih aneh masa ada orang yang begitu mudahnya transfer uang sepuluh juta untuk panjar mahar, jika aku mau berbuat jahat, tinggal blokir, selesai. Akan tetapi entah kenapa ada rasa lain di hati ini, mungkin rasa kasihan melihat keluguan Torkis. "Kamu terima panjar mahar tanpa bicara dengan ayah?" tanya ayah setelah beliau siuman. "Iya, Ayah," jawabku seraya menundukkan wajah. "Kamu itu melangkahi wewenang Ayah, yang terima lamaran untuk kamu seharusnya ayah, ini kamu terlalu laju, bukan hanya terima lamaran, bahkan terima panjar," kata Bang Wisnu-abangku yang tertua. "Maaf, Bang, tadinya aku hanya bercanda, ternyata dia serius," jawabku. "Apa pernah kau dengar orang bercanda tentang lamaran?" kata Bang Bayu-abangku yang nomor dua. "Ada, itu si Doli sudah