#ParliNia
season 3
Part 2
Bang Parlin benar-benar marah, aku tahu dia tak suka riba, akan tetapi ini sudah darurat, niatku hanya membantu suami, uangnya pun sudah kuberikan semua sama Bang Parlin. Aku hanya sayang emasku, ada yang dari gadis sudah kumiliki.
"Jangan juallah, Bang," kataku pada suami.
"Tidak, Dek, Abang tak mau terlibat riba, utangmu itu harus dilunasi, kebun ini dijual saja," kata Bang Parlin.
"Aku hanya membantu, Bang, aku juga sayang emasku," kataku tak mau kalah.
Keputusan sudah bulat, kebun mulai ditawarkan Bang Parlin, aku jadi merasa bersalah sekali. Untuk menebus emas itu tentu tak ada lagi uangku, dalam enam bulan ini kami benar-benar bangkrut.
"Harta itu hanya titipan, Dek," kata suami ketika aku mencegah dia jual kebun. Tinggal kebun dan rumah harta kami, kalau dijual, apa lagi usaha kami?
"Adek gak lulus diuji dengan kemiskinan, ini ujian, Dek, Abang me
Suamiku JadulSesion tigaPart 3Terharu rasanya melihat kekompakan empat bersaudara ini, Bang Nyatan sebagai yang tertua lalu menanyakan berapa modal yang kami butuhkan. Sebenarnya banyak, sawit baru bisa panen empat tahun lagi, sedangkan sapi sudah habis. Sementara usaha sampingan Bang Parlindungan yang jual beli tanah tak diteruskan lagi. Kami butuh modal yang banyak. Untuk meminjam Bang Parlin pasti tidak mau. "Dulu, aku pernah dimodali si Parlin, kalau tak salah waktu itu empat puluh juta, jadi dihitung dengan nilai uang sekarang, sudah banyak. Aku akan berikan seratus juta untuk kalian," kata Bang Nyatan. Aku makin terharu, begitu mudahnya saudara ini membantu saudaranya, uang seratus juta dengan mudah dia berikan. Akhirnya aku kembali ke Medan, anak-anak harus sekolah, sedangkan Bang Parlin masih harus kerja di kebun sawit, sawit yang baru ditanam tak bisa ditinggalkan. Untuk pertama kali semenjak menikah, aku merasakan LDR, berjauhan dengan suami, untunglah kami masih puny
Suamiku JadulSesion 3 part 4Ketika aku sadar, yang pertama kuingat justru anakku."Butet, anakku Butet, mana dia?" kataku seraya memegang kening. Kulihat sekeliling, ada abangku, ada Risda-adik iparku. Kepalaku terasa pusing, ternyata kepalaku diperban."Mana anakku si Butet?" tanyaku lagi.Ya, Allah, apa yang telah kulakukan, aku telah lalai menjaga anak. Bang Parlin akan sangat marah padaku."Mamak!" tiba-tiba kudengar suara khas anak kecil, itu suara anakku. Butet lalu muncul di pintu, dia menangis."Maafkan aku, Mak, aku pulang sama teman gak bilang-bilang," kata Butet."Terima kasih ya, Allah," batinku.Abangku yang mengurus semuanya, aku sudah pingsan lima jam, kepalaku sudah dironxen. Dan Alhamdulillah tak ada hal yang mengkhawatirkan, hanya luka luar saja. Ternyata Butet pulang bersama temannya, dan singgah di mini market untuk belanja, makanya aku cari-cari tidak ada.
Suamiku JadulSesion 3 part 5Semua serasa kembali ke awal. Bang Parlin menerima satu Sapi dari Rara, Sapi betina yang sudah berumur tiga tahun. Sapi itu dicari sendiri oleh Rara di peternak daerah Medan. Di satu sisi aku terharu dengan perhatian Rara, akan tetapi di sisi lain justru aku cemburu. Dia jauh-jauh dari Bandung untuk membantu kami, aku cemburu karena masa lalu Bang Parlin yang sempat dekat dengan Rara."Ini, Bang Pain semua sudah kubayar, bahkan biaya membawanya ke desa pun sudah kebayar," kata Rara seraya menunjuk sapi di atas truk yang sudah parkir di halaman rumah.Sapi jenis limosin, sapi mahal yang beratnya bisa mencapai satu ton."Terima kasih, Rara, kau memang yang terbaik," kata Bang Parlin."Mulai kembali hidupmu, Bang Pain, Abang pasti bisa sukses lagi," kata Rara lagi.Percakapan dua orang ini selalu membuat aku cemburu, Bang Parlin sampai bilang Rara yang terbaik, lah, jadi aku apa
Suamiku JadulSesion 3 part 6Urusan sekolah Ucok dan Butet mudah saja, karena sekolah yang dulu didirikan keluarga Bang Parlindungan tak berapa jauh dari kebun. Kakak kandungku sendiri yang jadi kepala sekolah di situ sampai sekarang. Resmilah kami kini tinggal di desa.Rara-sapi betina jenis limosin itu jadi kesayangan Bang Parlin, dia mengurus sapi tersebut dengan telatan. Aku jadi cemburu pada sapi tersebut. Bayangkan, begitu bangun pagi, yang pertama dia lakukan adalah membersihkan kandang sapi tersebut, memberinya makan, baru mandi dan salat Subuh. Sementara anak istrinya belum sarapan.Dia bahkan mengajak sapi itu bicara, tentu saja sapi tak membalas, dia terus bicara sendiri. Kadang bernyanyi menenangkan sapi tersebut. Nyanyiannya masih seperti dulu, yaitu Ungut-ngut, lagu daerah khas Tapanuli Selatan.Sedangkan aku sendiri tak pernah diajak bicara lama begitu. Jika sore hari dia akan bawa sapi tersebut ke pinggir sungai.
Suamiku JadulSesion tiga part tujuhUcok dan Butet mulai terbiasa hidup di desa, Ucok seperti mewarisi kepandaian ayahnya, dia rajin bantu mengurus sapi. Sapi itu juga tampak jinak pada Ucok. Sedangkan aku masih terus mencoba, aku bahkan belum bisa nyalakan api. Kalau mau hidupkan api selalu Bang Parlindungan yang kusuruh.Dari kecil memang aku tinggal di kota, biarkan tidak kaya, akan tetapi tak pernah pakai kayu bakar, lah, di sini kayapun tetap pakai kayu bakar."Niyettt!" teriak Ucok di suatu sore, aku jadi terkejut."Ada apa panggil nama mamak, gak sopan kali kau, Cok?" kataku kemudian.Ucok tampak bengong, lalu...."Ya dipanggil sapi kok mamak yang merepet," kata Ucok.Duh, aku sampai lupa, sapi itu namanya Niyet, lah, ternyata begini rasanya nama kita dipakai untuk nama sapi, padahal anakku tidak tahu aku dulu pernah punya panggilan Niyet."Iya, gak sopan kau teriak gitu,
Suamiku JadulSesion 3 part 8"Dek, bagaimana kalau kita pindah ke desa sana, dekat sekolah itu ada rumah, adek tinggal di situ, Abang pergi pagi pulang sore," usul Bang Parlin di suatu hari."Memang kenapa kalau di sini, Bang?" tanyaku kemudian."Abang merasa bersalah, Dek, adek tersiksa di sini, yang biasanya tinggal di kota," kata Bang Parlin lagi.Apakah aku tersiksa di sini? Di satu sisi, aku bahagia, bisa bersama Bang Parlin, akan tetapi di sisi lain, jujur saja memang aku tersiksa. Teman bicara pun tak ada, kadang ingin juga bertegur sapa, yang ada di sini cuma pekerja, tetangga terdekat jauhnya seratusan meter. Ditambah lagi di sini tak ada yang bisa kukerjakan."Rumah siapa itu, Bang?""Rumah orang, Dek mereka pindah, katanya mau dijual, dikontrak pun bisa," kata Bang Parlin."Di mananya itu, Bang?""Itu yang tepat di samping sekolah yang kita bangun dulu,""Oh, i
Suamiku JadulSesion 3 part 9"Alhamdulillah." Hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Bang Parlin ketika uang itu kami terima. Padahal aku sampai menangis terharu. Hari itu juga kami berangkat ke rumah yang mau dibeli tersebut. Langsung nego harga dan pengurusan surat-surat. "Apa kubilang, bagi Bang Parlin uang segitu kecil," begitu kata Bapak yang punya rumah, belum tahu saja bapak ini, Bang Parlin sampai tiga malam tidak tidur. Prosesnya cepat, kepala desa gerak cepat mengurus segalanya. Dua minggu kemudian sudah resmi rumah itu kami beli, kami mulai mempersiapkan pindah rumah. "Bang, kalau Abang bisa membuat orang begitu, kek si ilham itu, gak bisa tidur teringat utang terus, kenapa bukan yang nipu kita surat tanah palsu abang bikin kek gitu, itu uang banyak lo, Bang, ratusan miliar," kataku pada Bang Parlin sore itu, seperti biasa kami lagi membawa sapi jalan-jalan. "Beda, Dek?""Beda di mananya, Bang?""Itu Abang yang beli tanah, bukan orang yang nyutang,""Sama saja, Bang,
Suamiku JadulSesion ke-3 part 10"Abang paling benci orang begitu, udah kaya pun masih mau ngurus surat miskin hanya untuk putihkan utang, ampun," Bang Parlindungan masih mengomel setelah pria itu pergi."Iya, Bang, saran Abang gak mantap kali ini, gak semua orang punya rasa malu," jawabku kemudian.Bang Parlindungan lanjut membuat alat penangkap ikan, alat itu katanya namanya lukah atau bubuh, terbuat dari bambu. Katanya nanti akan diletakkan di sungai setelah memasukkan umpan kelapa di dalam. Sampai siang dia terus sibuk membuat luka tersebut.Bang Parlindungan memang orang yang bisa menyesuaikan diri, ketika hidupnya mapan, dia keliling Indonesia, bersedekah ke sana ke mari, ketika bangkrut, dia tetap semangat, mulai dari awal lagi. Yang membuat aku salut adalah, selalu ada jalan rezeki, biarpun kami saat ini tak ada pemasukan, tapi bisa beli sapi, bisa menggaji karyawan, bahkan bisa beli rumah.Siang hari, Ucok dan But