Gendis, harus mengubur impiannya untuk meneruskan pendidikan ke kota dan menerima permintaan sang bapak untuk menikah dengan Dirga, anak juragan Sapto yang terkenal kasar dan arogan. Ketakutan Gendis menjadi kenyataan, ketika di malam pertama pernikahannya dengan Dirga, dia mendapati dirinya berada di dalam kamar bersama seorang pria setengah tua. Penasaran? Baca ya...
View More"Calon mantu?"Kali ini ayah Gendis yang mengulang kalimat.Dengan pandangan bingung, laki-laki paruh baya itu berdiri, mendekati tamu yang baru datang ke rumahnya.Ditatapnya satu persatu wajah orang-orang yang baru datang ke rumahnya itu."Gendis, apa benar, kamu kenal dengan mereka?" tanya nya.Diarahkan pandangan matanya pada anak perempuannya itu.Gendis mengerjap, merasa bingung harus dari mana dia menceritakan semuanya. Karena sejak kedatangannya kembali ke rumah, belum sempat bercerita pada kedua orang tuanya. Yang mereka tahu, kalau anak perempuannya telah pulang kembali ke rumah dan berkumpul bersama mereka."Bapak, Gendis kenal dengan mereka. Merekalah yang telah menyelamatkan Gendis dari cengkeraman jahat Dirga dan bapaknya," ujar Gendis menjelaskan."Saya Steve, Pak," ucap Steve sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan bapak Gendis.Sejenak merasa ragu, lalu, disambutnya ukuran tangan pemuda jangkung yan
Steve membanting tubuhnya di atas tempat tidur, diembuskan kasar napasnya.Ada rasa kesal sekaligus kesedihan yang bercampur jadi satu.Dibukanya kembali surat yang ditulis Gladys."Bagaimana bisa dia melakukan ini padaku," dengkus Steve.Dia melempar surat itu kasar, lalu menenggelamkan tubuhnya di atas tempat tidur, tatapannya kosong, menerawang menembus langit-langit kamar.Diletakkannya sebelah tangan di atas dahi.Beberapa kali Steve merubah posisi tidurnya, lalu dia bergegas bangkit menuju lemari pakaian, mengganti piyama dengan kemeja lengan panjang, yang digulung hingga bawah siku.Rasa nyeri di perut, tidak dirasakan lagi."Tuan Muda, mau pergi? Biar saya yang nyetir mobilnya," ucap pak Markus, saat melihat Steve berjalan menuju garasi."Tidak usah, Pak. Saya bisa nyetir sendiri," jawab Steve."Tapi Tuan Muda belum sepenuhnya pulih ....""Pak Markus, aku bisa sendiri." Steve menolak."Tapi mau keman
Di dalam kamar, Gladys terduduk lesu.Hati kecilnya ingin sekali tinggal di rumah ini lebih lama, terlebih saat ini sikap Steve tidak sedingin sebelumnya.Namun di sisi hatinya yang lain, keinginan untuk bertemu orang tuanya semakin menggebu, apalagi sudah hampir tiga tahun sejak Dirga membawanya keluar dari rumahnya, belum pernah sekalipun dia bertemu atau sekedar mendengar kabar tentang keluarganya.Cukup lama Gladys terpekur, sesekali matanya menatap langit-langit kamar, lalu kembali menunduk. Beberapa kali dia menarik napas dalam."Dys ... kamu dari mana?" tanya Suli yang baru keluar dari kamar mandi."Oh, aku baru saja dari halaman depan. Menghirup udara pagi," jawab Gladys.Dia kembali menunduk, meremas jari jemarinya, lalu beranjak menuju lemari pakaian. Suli memperhatikan setiap gerak-gerik sahabatnya itu tanpa mengeluarkan sepatah kata."Buat apa kamu mengeluarkan tas itu, Dys? Juga pakaian itu ....?" tanya Suli keheranan saat me
Steve sudah kembali ke rumahnya, di hari kedua, dia bahkan sudah bisa berjalan-jalan di sekitar rumah, walau sedikit lambat.Namun pagi ini, rupanya ada yang sedang mengganjal hatinya, hingga membuatnya terlihat tidak tenang, wajah dinginnya terlihat sedikit murung.Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap bersikap tenang, walau getar-getar di hatinya, membuatnya susah tidur.Beberapa kali dia menarik napas berat, lalu dengan kasar mengembuskannya."Tuan ...."Sebuah panggilan lembut mengagetkan lamunannya, Steve menoleh ke arah suara. Di sana, Gladys berdiri dengan menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku."Gladys, kamu sudah bangun?" tanya Steve."Sudah, Tuan sendiri ... kenapa sudah berada di luar. Ini masih sangat pagi," jawab Gladys.Steve yang mendengar pertanyaan Gladys menjadi sedikit kikuk, lalu dengan cepat dia menjawab, "Oh, aku ingin mencari udara segar. Berbaring di tempat tidur membuatku bosan.""Oh, begitu ..
Gladys berlari sepanjang koridor, di belakangnya, Suli dengan napas terengah mencoba mengejar langkah sahabatnya itu.Pikirannya sangat kacau, ketika Roy mengabarkan kalau saat ini Steve tengah menjalani operasi, walaupun Roy juga sudah mengatakan kalau semua baik-baik saja.Kedua wanita itu kemudian masuk ke dalam salah satu ruangan, di mana terdapat dua orang pria berbadan tegap berdiri di dekat pintu.Mereka adalah anak buah Steve yang sengaja ditugaskan oleh Roy untuk berjaga di luar."Steve ... bagaimana keadaanmu?" tanya Gladys begitu dia berada di dalam ruangan."Dia baik-baik saja, operasinya berjalan lancar." Roy yang duduk di kursi sebelah brankar menjawab."Syukurlah." Gladys menarik napas lega sembari mendekat ke arah Steve yang masih terbaring.Gladys duduk di sebelah Roy, sembari meraih tangan Steve."Ouh ... sakit," rintih Steve ketika tidak sengaja Gladys menyentuh bagian tubuh Steve yang terlukan."Maaf, aku
"Keluar, atau aku akan menyeretmu dari sana!" Gladys kembali berteriak. Suaranya menggema ke seluruh ruangan.Setelah menunggu beberapa saat, tidak ada tanda-tanda ada orang lain di dalam ruangan itu.Gladys berjalan pelan menuju meja, suara sepatunya memaku lantai.Tok tok tok ....Baru beberapa langkah, Gladys berhenti.Dari bawah meja, tampak seseorang berjongkok, lalu perlahan dia bangkit berdiri menghadap arah Gladys.Melihat siapa yang muncul dari balik meja, Gladys tersenyum. Lalu dia berkata."Kita bertemu lagi, Tania. Walau dalam suasana yang berbeda," ucap Gladys."Iya, senang bisa bertemu denganmu lagi, Gendis."Tania berkata sambil merapikan rambutnya, dia berusaha bersikap tenang, namun tetap saja, kegugupan tampak jelas di wajahnya.Tiba-tiba, Suli yang sejak tadi diam di depan pintu, berlari menghampiri Tania, dan tangan kanannya langsung bergerak cepat meninju wajah Tania.Mendapat serangan yang tib
"Jangan sentuh aku!" teriak Gladys.Sementara Dirga merasa semakin bergairah, melihat kemarahan Gladys. Tidak ada rasa ketakutan dari sorot mata wanita yang ada di hadapannya itu, berbeda sekali saat pertama kali dia membawanya dulu, wanita polos dengan sorot mata penuh ketakutan.Apa yang dilihatnya pada diri Gladys saat ini, membuat Dirga semakin tertantang untuk kembali menguasai dan memilikinya seperti yang pernah dia lakukan waktu itu.Brukk!!Gladys dengan sekuat tenaga menendang selangkangan Dirga, hingga membuatnya meringis kesakitan.Dirga memegang bagian sensitifnya, yang baru saja ditendang oleh Gladys. Beberapa saat kemudian, dia kembali berdiri, matanya merah, lalu .... Plak!!Sebuah tamparan keras mendarat keras di pipi kiri Gladys, hingga membuatnya jatuh terjengkang.Gaun yang dia kenakan tersingkap hingga menampakkan pahanya yang putih mulus.Melihat itu, Dirga membulatkan kedua matanya.Perlahan, dia mendekat
Roy berlari mengejar pria yang tadi hendak mencelakai Suli.Akan tetapi, dengan cepat, pria bertubuh gempal itu berbalik dan berlari menjauh dari Roy.Tepat di saat itu, sebuah mobil melaju kencang dari arah berlawanan, dan tiba-tiba berhenti di depan pria bertubuh gempal, hingga meninggalkan suara ban derdecit."Buruan masuk!" teriak seseorang dari dalam.Dalam beberapa detik saja, pria tersebut sudah masuk ke dalam mobil, dan langsung meninggalkan Roy yang terengah-engah karena berlari.Roy bisa melihat dengan jelas, Gladys dengan tangan terikat ke belakang dan mulut di tutup lakban duduk sambil meronta, ketika pintu mobil tersebut terbuka."Gladys ... Gladys ...!" Roy berusaha memanggil Gladys, sambil berlari di belakang mobil yang melaju.Hingga mobil itu makin menjauh, Roy berbalik menuju ke mobilnya."Suli, cepat masuk!" perintah Roy.Dengan sigap, Suli masuk ke dalam mobil dan langsung memasang sabuk pengaman, dan di saat
Tania terlihat begitu anggun dan cantik dengan gaun hitam selutut yang dia kenakan.Sesekali tangan dengan jari lentiknya mengusap keringat dingin di dahi dengan tisu.Dia begitu gugup, walaupun sebelumnya pernah tinggal serumah dengan Gladys, namun yang akan dia temui saat ini, bukanlah wanita yang sama seperti beberapa tahun yang lalu.Matanya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.Sementara itu, dua orang pria berkemeja hitam yang duduk di pojok ruangan, terlihat sama, tegang dan terlihat gelisah. Berkali-kali keduanya melihat ke arah pintu, untuk melihat apakah orang yang mereka tunggu telah datang."Maaf, saya terlambat, tadi sedikit macet soalnya."Sebuah suara lembut membuat Tania mendongak. Di depannya, seorang wanita cantik dengan gaun berwarna lila berdiri anggun, tangan kirinya memegang clutch warna senada dengan bajunya."Oh, hai ... Nona Gladys, silahkan duduk."Tania berdiri lalu dengan sikap
"Dimana aku ... kenapa aku ada di sini?"Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, semua terasa asing baginya.Karena, ruangan itu bukanlah ruangan tempat terakhir yang dia datangi.Gendis, nama gadis itu.Mengerjap-ngerjapkan matanya, sembari mengingat peristiwa terakhir yang dia lakukan."Bukankah aku saat ini harusnya berada di rumah, menerima tamu undangan pernikahanku. Kenapa aku ada disini, dan dimana ayah dan ibuku."Gendis melompat turun dari tempat tidur dan berlari menuju ke pintu, untuk membukanya. Namun gagal.Ternyata pintu itu dalam keadaan terkunci.Sementara dia berada di dalam ruangan itu sendiri. Lalu, dimana Dirga?Laki-laki yang baru saja menikahinya dan berjanji akan membahagiakannya ketika berada di hadapan orang tuanya."Dirga ... Dirga ... dimana kamu?"Panggil Gendis, dia mulai merasa panik. Setelah beberapa saat tidak ada jawaban atau tanda-tanda ada orang lain selain
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments