Beranda / Romansa / Suamiku Bukan Pegawai Biasa / Perdebatan Anisa dan Siska

Share

Perdebatan Anisa dan Siska

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-13 22:54:34

Anisa berdiri gemetar, napasnya terengah-engah. "Jaga mulutmu, Siska. Aku tidak terima kalau kamu menghina dan merendahkan aku seperti itu, dan perlu kau ingat, jangan pernah membawa-bawa suamiku dalam masalah ini."

Suasana kafe menjadi tegang. Beberapa pengunjung mulai berbisik-bisik, sementara yang lain menatap kedua wanita itu dengan campuran rasa ingin tahu dan khawatir.

Siska perlahan bangkit, matanya menatap Anisa dengan penuh kebencian. "Kau... berani-beraninya kau menamparku?"

Anisa tidak bergeming, balas menatap Siska. "Aku tidak akan diam saja melihat kau menghina keluargaku, Siska. Buka matamu. Suamimu yang berselingkuh, bukan aku yang menggodanya."

Ketegangan di antara mereka semakin meningkat, seolah-olah ada listrik yang mengalir di udara. Pengunjung kafe menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Siska, masih memegang pipinya yang memerah, menatap Anisa dengan tatapan penuh amarah. "Kau pikir dengan menamparku, aku akan percaya padamu? Justru ini membukt
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Ayah Anisa datang

    "Ayah?" Adrian tergagap, melihat ayah mertuanya berdiri dengan wajah merah padam menahan amarah."Jangan pernah panggil aku ayah, karena aku bukan ayahmu," ucap Pak Hartono, pria paruh baya dengan aura mengintimidasi, menatap Adrian dari atas ke bawah dengan pandangan jijik. Matanya terpaku pada seragam juru parkir yang dikenakan Adrian."Jadi benar yang dikatakan Dimas," desis Pak Hartono, suaranya penuh kebencian. "Setelah dipecat kau menjadi tukang parkir murahan?"Adrian menelan ludah, berusaha tetap tenang. "Pak, saya—""Diam kau, sampah!" bentak Pak Hartono, mendorong Adrian ke samping dan menerobos masuk. "Di mana Anisa? Anisa!"Anisa yang mendengar keributan, keluar dari kamar dengan wajah pucat. "Ayah? Kenapa ayah ada di sini?"Pak Hartono menatap putrinya dengan murka. "Apa benar yang dikatakan Siska? Kalau kau sudah mengganggu rumah tangganya dengan Reza?"Adrian terkejut. "Pak, Anisa tidak—""Diam kau!" bentak Pak Hartono. "Ini urusan keluargaku!"Anisa menggeleng kuat. "A

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Anisa Kenapa?

    Untuk sesaat, Pak Hartono terlihat ragu. Namun melihat wajah pucat putrinya yang terbaring lemah di lantai, rasa kesal yang tadi memenuhi hatinya seketika menguap. Digantikan oleh rasa cemas yang mencekam."Anisa, putriku..." gumam Pak Hartono lirih, tangannya yang tadi mengepal kuat kini bergetar menyentuh wajah Anisa.Adrian melihat perubahan ekspresi mertuanya. Untuk sesaat, topeng kemarahan Pak Hartono runtuh, menampakkan seorang ayah yang khawatir akan keselamatan putrinya."Baik, ayo cepat!" Pak Hartono akhirnya berkata, suaranya kini dipenuhi urgensi. "Mobilku ada di depan."Tanpa membuang waktu, Adrian dengan hati-hati mengangkat tubuh Anisa. Pak Hartono bergegas membukakan pintu dan memimpin jalan ke mobilnya yang terparkir di depan gedung rumahnya.Saat mereka tiba di mobil, Pak Hartono membuka pintu belakang. "Biar aku yang menyetir. Kau jaga Anisa saja di belakang," perintahnya pada Adrian, nada suaranya kini lebih lunak dari sebelumnya.Adrian mengangguk, dengan cepat dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-15
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Anisa masuk Rumah sakit

    "Pak, saya tidak akan pernah meninggalkan anak bapak, kecuali Anisa sendiri yang meminta. Sudah beberapa kali kami bilang pada kalian semua, kami itu hidup bahagia. Walaupun kami tidak hidup mewah, tapi kami tidak pernah kekurangan. Tolong Bapak mengerti dan berhenti untuk memisahkan kami, apalagi menjodohkan Anisa dengan pria lain. Bagaimanapun juga, Anisa itu istri saya, Pak."Pak Hartono terkejut mendengar Adrian yang biasanya diam kini berani membantah. Matanya menyipit, menatap Adrian dengan tatapan menilai.Sebelum Pak Hartono sempat membalas, seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan. "Keluarga Ny. Anisa?" panggilnya.Adrian dan Pak Hartono segera menghampiri dokter tersebut, pertengkaran mereka terlupakan sejenak. "Bagaimana keadaan istri saya, dok?" tanya Adrian cemas.Dokter tersebut tersenyum menenangkan. "Ny. Anisa dan bayinya baik-baik saja. Dia pingsan karena kelelahan dan tekanan darah rendah. Kami sudah memberinya infus dan vitamin. Sebentar lagi dia akan dipindahka

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Ejekan Dimas

    "Kamu selalu membela suamimu yang tidak berguna ini," balas Pak Hartono dengan nada tinggi.Adrian mendekat, menggenggam tangan Anisa erat, berusaha menenangkan istrinya."Ayah... sekali lagi aku mohon hentikan," pinta Anisa dengan suara bergetar. "Sudah cukup Ayah menghina suamiku."Dinda, yang dari tadi diam, terlihat tersenyum tipis melihat perdebatan di depannya. 'Rasakan kau Anisa, sekarang semua orang membencimu,' batinnya."Dasar anak tidak tahu diuntung," geram Pak Hartono. "Menyesal aku sudah menolongmu tadi.""Pa... cukup," ibu Anisa mencoba menenangkan suaminya. "Anakmu ini sedang sakit, jangan berkata seperti itu.""Bela saja anakmu ini terus," balas Pak Hartono kesal. "Terserah kamu. Kamu urus anakmu ini, aku akan pergi."Dengan itu, Pak Hartono meninggalkan ruangan dengan amarah yang memuncak. Dimas dan Dinda juga memutuskan untuk pergi."Ibu, ayo ikut pulang. Kami mau balik sekarang, karena sudah tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi di sini," ajak Dimas."Kamu pulan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Di pecat lagi

    Manajer restoran, seorang pria paruh baya dengan setelan rapi, muncul di tengah kerumunan."Pak Manajer!" Adrian merasa lega. "Ada masalah dengan mobil bapak ini. Saya sudah menyarankan untuk memeriksa CCTV, tapi—""Tidak perlu CCTV!" potong si pria gempal. "Juru parkir ini jelas-jelas telah merusak mobil saya. Pokoknya saya minta ganti rugi pada restoran anda!"Manajer itu mengangguk sopan ke arah pria gempal. "Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini, Pak. Bisa tolong jelaskan lebih detail apa yang terjadi?" Kemudian ia berpaling ke Adrian, "Adrian, bisa kau ceritakan versimu?"Adrian mulai menjelaskan kejadian yang ia alami, tapi belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, pria gempal itu langsung menyela."Omong kosong!" serunya. "Dia jelas-jelas ceroboh saat memarkir mobil lain. Pasti mobilnya menyerempet mobilku!""Tapi Pak, saya yakin—" Adrian mencoba membela diri."Cukup!" potong pria gempal itu lagi. "Kau hanya mencari-cari alasan!"Manajer itu mengangkat tangannya, berusaha menenan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-18
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Permainan Licik di Balik Senyum

    Sebuah senyum tipis merekah di wajah Daniel, matanya berkilat berbahaya. "Bagus," bisiknya pelan, seolah menikmati setiap suku kata. "Bagus sekali."Pria gempal itu menelan ludah, merasakan atmosfer yang semakin menegang. "Ini... tadi saya sempat khawatir, Pak," akunya dengan suara bergetar. "Saat dibawa ke ruang CCTV, saya kira saya akan ketahuan kalau saya sendirilah yang membuat mobil itu tergores."Daniel mendengus meremehkan. "Kamu kira aku membuat rencana tanpa pemikiran yang matang?""Ja... jadi Bapak yang membuat CCTV itu rusak?" tanya pria gempal itu, matanya membulat takjub. "Bagaimana caranya, Pak?"Senyum licik Daniel melebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang sempurna. "Dengan adanya uang, semua masalah akan beres," ucapnya santai, seolah baru saja membicarakan cuaca.Tanpa basa-basi, Daniel merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal. "Ini upahmu karena sudah bekerja dengan baik," ujarnya, menyodorkan amplop itu.Tangan pria gempal itu sedikit

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-19
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Di Antara Harapan dan Keputusasaan

    Seketika, Adrian tersentak. Tangannya terkepal erat, amarah berkobar di matanya. "Kalau benar ini ulahnya, dia benar-benar keterlaluan! Kalau aku bertemu dengannya sekali lagi, aku akan membuat perhitungan dengannya!" geramnya."Mas, jangan berbuat yang aneh-aneh," Anisa memperingatkan, suaranya penuh kekhawatiran. "Dia itu punya uang dan kekuasaan. Aku tidak mau Mas kenapa-kenapa. Kalau itu terjadi, bagaimana dengan aku dan anak-anak kita?"Mendengar itu, amarah Adrian perlahan surut. Ia menghela napas, berusaha menenangkan diri. "Iya, kamu benar, Nis. Maafkan aku. Aku hanya terbawa emosi."Setelah hening sejenak, Adrian bertanya, "Oh ya, Nis, besok kamu kerja pagi apa siang?""Besok aku kerja siang, Mas. Memang kenapa?" Anisa balik bertanya."Kebetulan kalau begitu," ujar Adrian, secercah harapan muncul di matanya. "Jadi paginya aku punya waktu mencari pekerjaan."Anisa tersenyum lembut, tangannya menggenggam tangan Adrian erat. "Iya, Mas. Kamu semangat ya. Aku dan anak-anak selalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-19
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kesepakatan di Malam Sunyi

    Budi turun dari motornya, senyum penuh penyesalan terlihat di wajahnya. "Apa kabar, Adrian? Sudah lama kita tidak bertemu," ucapnya, suaranya terdengar canggung."Aku baik-baik saja, Bud," jawab Adrian, berusaha terdengar tegar. "Kamu kabarnya gimana?""Aku juga baik, bro," balas Budi. Matanya menyapu penampilan Adrian yang terlihat lelah. "Oya, kamu ngapain duduk di sini?"Adrian menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku lagi cari pekerjaan, Bud. Dari tadi tidak ada yang mau menerima lamaranku."Mendengar ini, raut wajah Budi berubah. Ada campuran rasa iba dan penyesalan yang terpancar dari matanya. "Jadi... sampai sekarang kamu masih nganggur?" tanyanya hati-hati.Adrian mengangguk lemah. "Setelah aku dipecat dari perusahaan dulu, aku coba melamar ke banyak perusahaan lain. Tapi tidak ada satu pun perusahaan yang mau nerima aku," jelasnya. "Akhirnya, karena tidak ada pilihan, aku jadi juru parkir di sebuah restoran. Namun..." ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. "Baru

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-20

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Prawira Group di ujung tanduk

    Namun, Mr. Lee mengangkat tangan, menghentikan Daniel. “Cukup. Saya juga akan memberi tahu kepada semua mitra bisnis kami di China tentang apa yang sudah terjadi hari ini. Saya ingin mereka tahu betapa bobroknya integritas Prawira Group.”Daniel tampak seperti dihantam badai. Wajahnya merah padam, tetapi kali ini bukan karena amarah, melainkan karena ketakutan. “Tuan Lee, tolong… tolong jangan lakukan itu. Anda tahu apa artinya bagi perusahaan kami jika reputasi kami hancur di pasar China. Kami tidak akan bisa bertahan. Saya mohon, beri kami kesempatan untuk memperbaiki kesalahan ini.”Mr. Lee menatapnya dengan dingin. “Kesempatan? Kesempatan itu Anda sudah sia-siakan ketika Anda memutuskan untuk bermain kotor. Saya tidak peduli berapa besar perusahaan Anda. Bagi kami, kejujuran adalah segalanya.”Setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, Mr. Lee meraih koper itu dan menyerahkannya kembali kepada Daniel. “Ambil u

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Hukuman Daniel

    Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Ruang konferensi besar di sebuah hotel bintang lima di pusat kota dipenuhi oleh perwakilan dari dua perusahaan besar, Aditya Corporation dan Prawira Group, serta para eksekutif dari Techno Guard, perusahaan teknologi nomor satu di Asia. Atmosfer di ruangan itu tegang, penuh dengan harapan, ambisi, dan strategi tersembunyi.Adrian duduk di barisan depan bersama timnya, mengenakan jas hitam yang rapi, dengan tatapan penuh keyakinan. Di sebelahnya, Satya dengan percaya diri memegang tumpukan dokumen presentasi yang baru saja selesai dipaparkan. Adrian menepuk bahu Satya pelan. "Kerja bagus. Presentasimu tadi sempurna. Semua poin yang aku ingin sampaikan berhasil kau jabarkan dengan jelas," ucapnya.Satya tersenyum lega. "Terima kasih, Pak Adrian. Semoga ini cukup untuk memenangkan kepercayaan mereka."Di sisi lain ruangan, Daniel duduk santai di kursinya dengan senyum sinis. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, sesekali melirik ke

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Pertarungan di mulai

    "Risiko?" Daniel menyambar dengan nada dingin, memotong kalimat pria itu sebelum selesai. "Risiko terbesar buatku adalah jika kalain semua gagal mendapatkan tender itu. Dan aku tidak akan mentolerir kegagalan lagi. Kalian tahu betapa malunya aku ketika Adrian memenangkan tender terakhir?!" Suaranya meninggi di akhir kalimat, membuat manajer itu menunduk dalam-dalam, takut untuk menjawab.Daniel menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. "Kalian pikir Adrian lebih pintar dariku? Tidak! Dia hanya lebih licik, lebih oportunis dan kebetulan lebih beruntung dari ku. Tapi kali ini, kita akan menunjukkan siapa yang sebenarnya memegang kendali." Dia berhenti sejenak, matanya menatap jauh ke jendela besar di belakang ruangan, mengamati gemerlap lampu kota yang seolah menertawakannya."Adrian pikir dia sudah bisa mengalahkanku dan akan terus berada di atas," gumam Daniel, lebih kepada dirinya sendiri. Kemudian dia berbalik menghadap timnya lagi, menambahkan dengan n

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kemarahan Daniel

    Anisa dan Siska saling berpandangan, ekspresi keduanya sama-sama penuh rasa penasaran. Kedatangan Dirga yang tiba-tiba membuat mereka bertanya-tanya."Kamu memangnya ada janji sama Dirga, Sis?" tanya Anisa, matanya menyipit seolah mencoba membaca pikiran adiknya.Siska menggeleng pelan. "Tidak, aku nggak punya janji apa-apa sama dia."Anisa mengerutkan kening, berpikir keras. "Terus, kenapa ya dia datang ke sini? Ada urusan apa kira-kira?" ucapnya sambil memiringkan kepala, jelas tak puas dengan jawaban Siska.Tiba-tiba, sebuah pemikiran melintas di benak Anisa, membuatnya tersenyum menggoda. "Jangan-jangan dia suka sama kamu, Sis! Makanya dia datang menemuimu kesini" celetuk Anisa dengan nada menggoda.Siska langsung merona, wajahnya memerah. "Apaan sih, Nis? Jangan ngomong yang aneh-aneh deh." Dia mencoba menutupi rasa malunya dengan memalingkan wajah. "Aku lagi nggak mau punya hubungan sama pria dulu. Karena aku masih trauma sama hubuganku dengan Reza."Anisa tersenyum lembut, mele

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kesempatan kedua

    "Maafkan Mama, Nisa... Mama nggak pernah bermaksud membuat kalian merasa berbeda. Mama selalu berusaha adil, tapi mungkin Mama salah cara. Kalau sampai hubungan kalian jadi seperti ini, Mama ikut merasa bersalah."Anisa tersenyum lemah, mencoba menenangkan ibunya. "Mama, jangan salahkan diri Mama sendiri. Siska hanya perlu waktu untuk menyadari semua itu. Aku yakin nanti dia akan mengerti kalau perhatian Mama dan Papa selama ini bukan untuk membandingkan, tapi karena Mama ingin yang terbaik buat kami berdua."Adrian menimpali, mencoba mengalihkan suasana. "Sebaiknya kita berdoa saja. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran buat Siska, supaya dia sadar kalau perlakuannya selama ini terhadap Anisa itu salah." Dia memeluk Anisa lebih erat, lalu mencium puncak kepalanya penuh kasih.Anisa mengangguk pelan. "Semoga saja, Mas. Aku cuma ingin dia sadar, kalau semua orang menyayanginya."Di sudut ruangan, Dirga berdiri diam, memperhatikan dari kejauhan. Tangannya terlipat di depan dada, tapi ma

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Menyelamatkan Siska

    Tak lama kemudian, suara langkah cepat terdengar. Dirga mendongak, melihat wajah-wajah yang familiar. Anisa tiba bersama keluarganya—Adrian, Dimas, serta kedua orang tua mereka. Wajah mereka dipenuhi kekhawatiran."Dirga! Apa yang sebenarnya terjadi pada Siska?" tanya Anisa panik, langsung mendekati Dirga. Tangannya menggenggam lengan Dirga erat.Dirga menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Siska mengalami luka tembak. Dia masih berada di dalam, Anisa. Dokter masih berusaha menyelamatkan nyawanya. ""Tertembak?!" Anisa menjerit kecil, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Wajahnya langsung pucat. "Siapa yang melakukannya, Dirga? Bagaimana ini bisa terjadi?!"Adrian yang berdiri di belakangnya memasang wajah tegang. "Ya, Dirga. Tolong jelaskan pada kami. Apa yang sebenarnya terjadi?"Dirga mengangguk, berusaha menjelaskan semuanya sejelas mungkin meski hatinya sendiri masih terguncang. "Tadi, Siska diculik oleh dua orang pria suru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Siska Tertembak

    KAU HARUS MATI, SISKA!" Lina berteriak histeris.Sebelum siapa pun sempat bergerak, suara tembakan menggema di ruangan itu. Peluru itu meluncur cepat, dan semua terasa seperti berjalan lambat. "DOR!"Peluru itu menghantam perut Siska, membuat tubuhnya terhempas ke belakang. Siska jatuh ke lantai dengan tangan yang mencengkeram perutnya. Darah segera mengalir membasahi pakaiannya. "Ahh!" Siska mengerang kesakitan, tubuhnya menggeliat saat rasa nyeri yang luar biasa menyerangnya."SISKA!" Dirga berteriak panik, langsung berlari ke arahnya. Sementara polisi lainnya bereaksi cepat, menundukkan Lina dan menjatuhkannya ke lantai. Pistol yang dia genggam terlepas dari tangannya, dan dia menjerit seperti orang kesetanan. "Dia harus mati! Dia pantas mati!" Lina terus meronta meski tangannya sudah diborgol dengan kuat.Dirga berlutut di samping Siska, wajahnya penuh dengan kecemasan. "Siska, bertahanlah! Tolong, jangan tutup matamu! Bantuan medis sedang dalam perjalanan!" Dia menekan luka di pe

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Tidak ada harapan

    Kedua pria suruhan Lina yang sejak tadi diam mulai saling melirik. Pria gondrong itu akhirnya memberanikan diri berbicara, meski suaranya bergetar. "Bos... maaf, ini kayaknya sudah di luar kesepakatan kita. Kita cuma disuruh bawa wanita ini ke sini. Kalau urusan ngebunuh, kita nggak mau ikut campur."Lina langsung berbalik ke arah mereka, matanya penuh dengan api kemarahan. "Diam kalian! Dari awal kalian membawa dia ke sini saja, kalian sudah ikut campur. Dan jangan lupa, kalian sudah kubayar mahal. Jadi sekarang, lakukan perintahku, atau aku akan memastikan kalian tidak akan bisa lari dari ini!"Pria botak mulai berkeringat dingin. "Tapi, Bos... ini bukan pekerjaan kita. Kita nggak pernah ngelakuin hal seperti ini sebelumnya. Kalau ini ketahuan, kita bisa kena masalah besar."Lina mendesah kesal, lalu mengambil amplop lain dari tasnya dan melemparkannya ke meja di depan mereka. "Dengar baik-baik. Kalau kalian membantuku menghabisinya, aku akan bayar kalian dua kali lipat dari yang su

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Intimidasi Lina

    Wanita itu menatap Siska dengan pandangan dingin, matanya menyiratkan sesuatu yang sulit dijelaskan—antara kebencian, kepuasan, dan mungkin dendam yang membara. Dirga mengamati semua itu dengan hati yang semakin dipenuhi kegelisahan."Siapa dia sebenarnya? Apa hubungannya dengan Siska? Kenapa dia sampai tega melakukan ini?" pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Dirga.Ia mencoba mengatur napasnya yang semakin berat, menanti saat yang tepat untuk bertindak, sementara kepalanya terus memutar berbagai kemungkinan. Di saat itu juga, suara sirene yang samar mulai terdengar di kejauhan, memberikan secercah harapan dalam situasi yang mencekam.Dirga merapat ke sisi rumah kosong itu, bersembunyi di bawah jendela yang retak. Ia menahan napas, berharap mendengar atau melihat apa yang sedang terjadi di dalam. Dari celah kecil di jendela, ia bisa melihat wanita cantik itu berdiri angkuh, sementara kedua pria suruhan membungkuk hormat di hadapannya.Wanita itu menyerahkan amplop cokelat yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status