"Tante Anyelir bilang apa?" tanya Elang dengan nafas terengah-engah memasuki kamar hotel. Atika mengalihkan perhatian pada bayangannya di cermin dan memutar tubuh menghadap Elang. Suaminya itu terlihat seperti seseorang yang habis ikut lomba lari marathon tapi mengenakan setelan formal. "Om Burhan terkejut saat aku menghampirinya, aku baru sadar Tante Anyelir memintaku turun hanya akal-akalan darinya agar membuat kalian hanya berdua di sini," jelas Elang seraya melonggarkan ikatan dasinya. "Seandainya saja para tamu itu tidak mengucapkan salam dan mencegatku kembali ke sini lebih cepat, aku minta maaf...." "Sudah, gak apa-apa. Mami hanya mengatakan ia ikut bahagia." Atika tidak ingin menyulut emosi Elang menjadi semakin besar, ini hari penting mereka. Biarlah ia pendam semua keresahannya sendirian. Elang berjongkok dan meraih dagu Atika memaksa istrinya membalas tatapannya. "Kamu sembunyi lagi. Tante Anyelir tadi pasti mengatakan hal yang buruk, katakan padaku?" tuntut Elang. "B
"Terima kasih," cicit Atika malu-malu, ia melirik sekilas pada suaminya lalu kembali memandang ujung kaki mereka yang kini menari seirama dengan simfoni Moonlight Sonata yang dimainkan band orkestra."Untuk apa?" tanya Elang pura-pura tak tahu. Pria itu dengan sengaja mengeratkan pelukannya di pinggang Atika sehingga membuat mereka semakin dekat, Atika bahkan dapat merasakan detak jantung Elang yang berpacu dengan cepat di dadanya, sama seperti dirinya."Untuk semua, aku gak pernah berani memimpikan mendapat pesta sebesar ini. Ini sangat indah," desah Atika seraya menyapukan pandangan ke sekeliling ruangan. Atika tidak tahu pasti berapa luas ruangan yang disulap menjadi sebuah panggung pesta pernikahan mereka. Sejauh pandangan Atika, seluruh ruangan dihiasi dengan bunga-bunga asli yang tengah bermekaran, tak perlu ditanya seperti apa wangi yang kini mengelilingi mereka. Sekilas, Atika lupa bahwa ia masih berada di sebuah ruangan tertutup bukannya taman yang penuh bunga-bunga. "Aku
"Bukan masalah," balas Daffa seraya mengangkat sebelah tangannya memberi isyarat pada pemain band untuk mengganti lagu yang dimainkan. Band kini memainkan sebuah lagu lawas dari Hongkong, One Summer Night. Tubuh Atika menegang ketika melodi yang sudah sangat ia hafal mulai mengalun, Atika sontak menjauh hendak melepaskan diri dari cengkraman Daffa tetapi pria itu lebih kuat menahannya. "Bertahanlah sampai lagu ini selesai, jangan memantik rasa penasaran orang-orang!" tegas Daffa. Atika mendengus jijik melihat wajah Daffa yang penuh dengan senyum palsu, entah kenapa dulu matanya begitu buta melihat kebusukan yang dimiliki pria di depannya ini? "Santai, Tika. Bukankah ini kesempatan langka, aku senang akhirnya kita bisa bertemu lagi. Garis takdir kita sepertinya belum berakhir." "Bermimpilah sesukamu!" ujar Atika seraya membuang muka, lebih baik memilih melihat penampilan para pemain musik. "Each time i think of you, my heart would beat for you, you are the one for me...." Daffa be
"Kenapa dia bisa datang ke sini? Om yang undang?" desis Elang pada Ardian. "Tidak mungkin dia bisa masuk tanpa membawa undangan!"Ardian berjalan cepat menghampiri Elang begitu melihat Daffa sedang berdansa bersama Atika, dan seperti yang sudah diduga, pria itu langsung menjadi sasaran amukan Elang. Jika tidak ingat tentang hutang budinya pada Barata, Ardian sudah angkat kaki sejak lama dari keluarga Sukma, semua keturunan Barata sama saja, mereka memang memiliki penampilan bak dewa-dewi tapi sayang semuanya minus akhlak. "Mana mungkin Om sebodoh itu, Lang. Om juga tidak tahu, dapat akses darimana dia bisa masuk ke sini," ujar Ardian seraya meraup wajahnya lelah, asal tahu saja, akibat menyiapkan pesta pernikahan ini, Ardian kehilangan banyak durasi tidur malamnya. "Bagaimana kalau Om minta petugas keamanan membawanya keluar saja?" "Tidak usah! Itu hanya akan menarik perhatian para tamu dan mereka mulai penasaran tentang hubungan pria itu dengan Atika." Elang menggertakan gigi kesal
"Nyonya, ada banyak aktivitas yang bisa Nyonya lakukan selain bekerja di perusahaan. Almarhumah Nyonya Hasna dan Nona Tara dulu menjalankan sebuah yayasan amal, kalau Nyonya mau, Nyonya bisa mengambil alih pengelolaan yayasan itu," ujar Rika sambil membantu Atika memasang anting-anting di telinganya."Bi, ini sudah kesekian kalinya Bibi mencegahku bekerja. Kemarin Bibi juga mengancam akan mengundurkan diri dan menyerahkan semua urusan rumah tangga padaku. Sebenarnya apa yang salah kalau aku kembali bekerja?" tanya Atika jengah.Tiga hari telah berlalu sejak kejutan pesta pernikahan yang Elang berikan, sejak hari itu hingga pagi ini Rika tidak henti berusaha membuat Atika mengurungkan niatnya untuk bekerja di kantor. Di satu sisi Atika merasa senang karena Rika peduli padanya, tapi di sisi lain Atika juga risih karena perhatian Rika yang kelewat batas. "Maaf, Nyonya. Bukan maksud saya untuk bersikap keterlaluan tapi, saya pikir tidak pantas kalau seseorang yang memiliki posisi tinggi
"Lima menit lagi saya sampai!" Atika menutup sambungan telepon dan bergegas berlari ke luar ruangan sambil memeluk setumpuk berkas berisi duplikat materi presentasi hari ini. Rapat akan segera dimulai, tapi bisa-bisanya materi rapat yang akan dibagikan tertinggal di ruangan begitu saja, dan anehnya tepat di meja Atika. Atika enggan memikirkan apakah seniornya lupa atau sengaja lupa dan ingin menjahili Atika. Di depan pintu lift yang tertutup, Atika berhenti dan mengambil nafas perlahan, menstabilkan kembali pernafasan dan kerja jantungnya yang tidak beraturan sejak berjam-jam yang lalu. Sejak pagi, staff-staff senior tidak hentinya memberikan Atika tugas baru. Belum sempat ia mengerjakan tugas sebelumnya, datang kembali pekerjaan yang lain. Atika tidak tahu apa memang seperti ini budaya kerja di divisi humas ataukah memang ia sedang menjalani perploncoan anak baru. Perempuan itu memandang pantulan bayangannya di pintu lift, beruntung wajah letihnya agak tersamarkan oleh setelan pak
"Cantik, semakin cantik," lirih Daffa tanpa sadar saat Atika melenggang pergi mendahuluinya keluar dari dalam lift.Daffa tidak pernah membayangkan bertemu kembali dengan Atika setelah perpisahan menyedihkan sepuluh tahun lalu. Walau seringkali Daffa merindukan sosok lembut dan manis itu kembali hadir dalam hidupnya, tetapi Daffa sadar diri, luka yang ia berikan pada Atika terlalu dalam. Namun kini, cinta pertamanya itu tiba-tiba muncul begitu saja.Pertemuan mereka di loby hotel waktu itu tak urung menimbulkan gelenyar baru dalam hidupnya. Sepuluh tahun memang bukan waktu yang sebentar untuk mengubah penampilan seseorang, begitupun Atika. Perempuan itu mengurai rambut coklatnya, membuat kecantikannya semakin terpancar. Sorot mata Atika menunjukan kedewasaan yang memukau. Sesaat, Daffa lupa diri dan berhasrat untuk membuat Atika kembali menjadi miliknya. Seandainya saja, beberapa hari kemudian ia tidak bertemu Elang.Atau tepatnya, ia tidak memenuhi panggilan Elang."Duduk!" perintah
Matahari sudah hampir terbenam ketika Atika menjatuhkan bok*ngnya ke atas bangku besi panjang di atap kantor. Walau bukan gedung tertinggi, tetapi kantor SJ Grup memiliki spot pemandangan yang menghadap langsung ke arah jajaran pegunungan yang mengitari kota. Sehingga sore ini, di depan mata Atika terhampar pemandangan unik perpaduan antara perkotaan dan alam dalam kanvas berwarna jingga. Suasana rembang petang menghipnotis Atika untuk sesaat, perempuan itu lalu menyesap kopi hangat dari gelas kertas di tangannya. Atika mendesah lega, selain menerima upah, inilah salah satu kenikmatan yang ia rindukan saat menjadi seorang pekerja, menikmati pergantian hari dengan segelas kopi setelah seharian bekerja keras. Secara keseluruhan, hari pertama Atika tidak begitu buruk. Separuh hari pertama, Atika memang seperti sedang diplonco habis-habisan. Namun, seusai rapat semua berjalan normal. Atika menerima tugas sama seperti rekannya yang lain, jika ia tidak mengerti maka teman-temannya tidak pe
"Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p
“Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay
Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila
Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad
“Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj
“Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l
Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru
“Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi
Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng