Dony memasukan anak kunci kamarnya dan mendorong pintu terbuka. Harum masakan menyambut hidung Dony, membuat perutnya yang belum di isi apapun sejak pagi mulai bermain orkestra.“Ibu?” panggil Dony sambil berjalan ke dapur dan melepas mantelnya.Dony sudah hafal betul kebiasaan ibu angkatnya setiap berkunjung ke tempatnya. Ibunya selalu memasakan makanan ‘sehat’ yang jumlahnya cukup untuk memberi makan satu batalyon tentara. Menurutnya, kebiasaan makan Dony sejak hidup sendiri jauh dari sehat, dan ibu seakan ingin membalaskan dendamnya setiap kali datang kesini.“Kamu sudah pulang?” Ibu tetap di depan masakannya lengkap dengan apron dengan spatula di tangan.“Hmm, kapan ibu tiba?“Tadi sore, ayahmu pergi dinas ke luar kota. Sania menginap di rumah temannya. Daripada kesepian lebih baik ibu kesini. Lagipula ada yang ingin ibu bicarakan dengan mu.”Dony mengangguk dan mengambil botol air dari kulkas, hal yang ingin ibu bicarakan pasti tidak akan jauh dari acara amal atau interior ruanga
Arya membiarkan Helen menangis dalam pelukannya. Hari itu genap satu tahun Helen menjadi anak asuh keluarga Sukma Jaya. Setiap satu minggu satu kali, Helen menginap di kediaman keluarga Sukma Jaya. Biasanya mereka akan mengobrol atau berdiskusi tentang hal-hal yang berkembang di masyarakat. Tapi hari itu berbeda, mereka berkumpul di depan jenazah Ariana.Beberapa jam yang lalu, kepala rumah tangga menemukan Ariana tidak lagi bernyawa di kamarnya. Selama tiga tahun, Ariana menyembunyikan kenyataan bahwa jantungnya mengalami gangguan.. Dalam beberapa detik sekali jantung Ariana akan berhenti berdetak, karenanya Ariana diam-diam mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengembalikan stabilitas jantungnya. Tapi Ariana sepertinya lelah, beberapa hari sebelum meninggal Ariana berhenti mengkonsumsi obatnya, membuat jantung Ariana benar-benar berhenti berdetak.Hari itu, Helen bukan hanya kehilangan kakak perempuannya tapi juga kehilangan orang yang menjadi panutannya. Jika bukan karena Ariana, He
Satu Jam kemudian, Helen sudah berada di salah satu butik ternama di kota. Mentari bersikeras datang kesini, menurutnya koleksi pakaian di sini lebih baik dibandingkan butik yang lain. Helen yang sekarang tidak mengerti tentang fashion, karena itu Helen hanya melihat-lihat sekilas lalu menunggu Mentari memilih pakaiannya.“Helen, menurutmu bagaimana?” Mentari keluar dari kamar pas dan berdiri di depan Helen yang duduk di sofa berwarna merah marun.Cantik, Mentari terlihat cantik memakai pakaian apapun. Mentari berputar sebentar dengan gaun selutut berwarna sage, mau tak mau Helen tersenyum. Jika Helen laki-laki, ia pasti sudah jatuh cinta dan mengejar-ngejar Mentari. Helen jadi ingat, selama ini pembicaraan antara Mentari dan Helen selalu terpusat pada dirinya, Helen tidak pernah menanyakan apapun tentang Mentari. Bahkan Helen tidak tahu siapa namjachingu Mentari.“Bagus, kau selalu terlihat cantik dengan apapun.”Mentari melipat tangan di depan dada, “Hei, Helen Nithara! Kau selalu m
Seperti perkiraannya, Arya melihat Helen menahan tangis saat ia menyebut nama Dony. Satu minggu melepaskan Helen ternyata membuat Helen benar-benar menjauh darinya. Sebelum hilang ingatan, Helen selalu mengikuti apa yang Arya katakan, bahkan untuk memilih ilmu yang dipelajarinya di universitas, Arya memilihkannya untuk Helen. Semua itu karena sifat egois Arya. Arya hanya ingin Helen ada dalam jarak pandangnya.“Baiklah, pikirkanlah dulu. Aku pulang.” Arya mendorong mundur kursinya berniat mengelus puncak kepala Helen namun berhenti saat melihat mata Helen mulai penuh air mata.“....Setelah itu, kau segera mengundurkan diri dari restoran itu.”Semudah itu Arya menyuruh Helen keluar dari D’ Light. Arya benar-benar tidak memahami bagaimana bersyukurnya Helen dapat bekerja di sana. Tidak, Helen mendesah. Alasan sebenarnya Helen tak mau meninggalkan D’Light karena Helen memang tak mau semakin menambah jarak dengan Dony.Dony, Helen teringat pesan yang belum dibalas Sania. Terburu-buru Hele
Helen jatuh terduduk di samping mesin penjual minuman. Helen berpegangan pada pinggiran mesin untuk bangun, kakinya lemas tak ada tenaga seperti agar-agar. Bayangan yang melintas tadi terjadi beberapa minggu yang lalu, dan Helen melihatnya hanya dalam kilasan detik. Sangat cepat namun membuat Helen mengerti kenapa Arya dingin padanya. Jika mencintai ada batas kadaluwarsanya mungkin itu yang terjadi pada Helen dan Arya, masa berlaku hubungan mereka telah habis. Helen tersenyum sinis, sejak kapan Arya berhenti mencintainya? Sepertinya Helen membutakan dirinya sendiri sehingga tidak sadar perubahan yang terjadi pada Arya.“Cecilia, jangan berlari. Nanti ja-“ Teriakan seorang perempuan di belakang Helen terpotong bersamaan dengan tubuh Helen yang oleng ditabrak gadis kecil.Helen jatuh dengan posisi setengah berlutut, tapi gadis bernama Cecilia itu menangis karena minumannya tumpah, sebagian membasahi badannya sendiri sebagian mengenai kaki Helen.“Kau tak apa?” Helen berusaha menghentika
“Kakak!” teriak Sania lalu menghambur memeluk Helen begitu Helen membuka pintu kamar kost-nya.“Aku benci gadis itu! kenapa ia selalu merebut apa yang kumiliki?” Jerit Sania.Helen menepuk nepuk punggunng Sania sambil melihat ke lorong apartemennya berharap menemukan Dony di sana. Kosong, tidak ada siapa-siapa.“Masuk dulu, lalu ceritakan apa yang terjadi.”Sania mengangguk lalu masuk lebih dulu meninggalkan Helen yang sekali lagi menjulurkan kepala ke lorong mencari Dony.“Abang sedang menemani gadis cengeng itu belanja. Aish! Memikirkannya aku bisa gila.”Setelah menutup pintu, Helen tersenyum berusaha menyembunyikan ekspresi kagetnya.“Sepertinya kau sangat tidak menyukainya, padahal kelihatannya dia gadis yang manis.”“Eung...Kakak sudah melihat Hera?”“Sekilas. Ah tunggu di sini aku ambilkan coklat panas untukmu.” Helen berusaha menghindari menjelaskan lebih langsung dan berlalu menuju dapur.Sania tahu Helen menghindari nya karena itu Sania mengikuti Helen dan menunggu Helen sel
Setelah seharian berkeliling kota menghabiskan waktu agar orang tua mereka percaya tentang hubungan mereka, kedua orang itu akhirnya mengenyakan diri di bangku bis. Hera mengangkat tangan kirinya lemas melihat jarum jam tangannya yang mengarah pada angka sembilan lalu menoleh pada pria yang menyandarkan kepala pada tiang halte.“Hei, apa ini cukup? Aku lelah.” Dagu Hera menunjuk pada tas-tas belanjaan yang ia letakkan begitu saja di samping kakinya.Dony membuka matanya lalu menutupnya lagi.“Hmm, kita pulang tapi tunggu lima menit lagi aku terlalu lelah untuk menyetir.”“Dasar! Kemarikan kuncinya biar aku yang menyetir.” Hera memasukan tangannya ke setiap saku jaket Dony dan segera Dony menepisnya.“Kau, tunggu saja lima menit lagi. Aku tak mungkin membiarkanmu menyetir.”Hera mendengus kesal dan mengeluarkan ponselnya membuka game Angry Bird kebiasaannya membunuh rasa bosan. Sebenarnya menghabiskan waktu seharian dengan Dony sebelumnya tak pernah terasa semembosankan ini. Dony adala
Dony membuka pintu kamar kost-nya dan terkejut melihat Sania duduk bersimpuh di depan televisi. Lembaran tisu yang telah terpakai berserakan di sekitarnya. Bahu gadis yang sekarang mengenakan kaus bergaris putih biru itu sesekali bergetar. “Apa yang terjadi? Ada yang menyakiti mu? Kamu terluka? Coba mana yang sakit?” tanya Dony seraya berlari tergopoh-gopoh menghampiri satu-satunya saudara sedarah yang ia miliki. “Sania, katakan, siapa yang menyakiti mu?” bentak Dony tak sabar mengguncang-guncang bahu adiknya kencang. “Hentikan!” pekik Sania mendorong mundur Dony, dan menatap garang kakaknya. “Abang yang menyakitiku, tahu!” “Ah, maaf,” kata Dony pelan menyadari bahwa ia tidak mengontrol tenaganya karena terlalu panik tadi.”Aku terlalu ketakutan tadi, kamu tahu kan sekarang sangat banyak orang jahat berkeliaran dimana-mana. Aku jelas terkejut pulang melihat kamu menangis tersedu-sedu seperti itu.” Sania memicingkan mata menatap Dony geram, kedua lubang hidungnya kembang kempis. J