Gemilau mewah dari megahnya acara pernikahan putra pertama dari keluarga Harrison itu tak bisa di remehkan.
Pesta pernikahan di langsungkan di gedung mawar yang terletak di pusat ibukota Jakarta dengan banyaknya kerabat, pejabat bahkan para pengusaha ternama yang ikut hadir menyaksikan malam bahagia bagi sepasang pasutri yang baru saja resmi menikah malam ini.Keduanya terlihat serasi duduk di atas pelaminan sana. Melvin yang gagah dibaluti tuxedo begitu juga Vio yang memakai gaun pengantin senada dengan pakaian Melvin kontras dengan kulit putih dan rambut hitamnya. Ia tak berhenti menebar senyuman cantiknya membuat semua tamu terkesima."Kalian akhirnya menikah. Selamat ya!" Ucap beberapa klien perusahaan yang datang menyapa.Melvin Reviano Harrison. Ia yang memang berwatak hangat dan ramah menyambut tak kalah senang. Pria tampan berperawakan orang Italia itu sepertinya memang tak terpaksa dengan pernikahan ini.Tapi, berbeda dengan Viona Adhinata. Dia juga bahagia tapi didalam hati kecilnya ia merasa sedih karna nyonya Amber yang merupakan ibunya Melvin tampak cuek padanya."Sayang!" Panggil Melvin menyentuh lengan Vio yang tersentak segera membuat senyuman manis di bibir mungil merahnya mekar."Ha?""Kenapa melamun?" Tanya Melvin menatap hangat wajah cantik Viona yang memang asli Indonesia dengan hidung mungil dan mata belo bulat tapi imut membuatnya seperti boneka hidup.Tak lupa dari segi kulit, Viona memang tergolong putih dan tubuhnya lebih pendek dari Melvin hingga membuat mereka seperti kakak adik."Ada yang mengganggumu?""Emm.. tidak. Kakiku hanya pegal," Cengir Viona memegang lengan kekar Melvin yang segera mengiringnya duduk.Melvin tak sungkan untuk membenarkan ekor gaun Viona agar lebih nyaman lalu menyelipkan anak rambut yang menjuntai di pelipis sang istri kebelakang telinganya hingga wajah Viona memerah."Kita dilihat banyak orang," Desis Viona memikul pelan bahu Melvin yang masa bodoh jadi pusat perhatian.Bahkan, para media yang tadi meliput momen bahagia ini juga tak bisa mengacuhkan sikap manis Melvin si penerus kerajaan bisnis keluarga Harrison."Mereka terlihat romantis.""Tuan muda Malvin memang sangat sempurna. Selain tampan dan gagah dia juga begitu perhatian."Desas-desus semua tamu undangan membicarakan keduanya yang tampil menjadi bintang malam ini.Tapi, berbeda dengan nyonya Amber yang menatap tak suka Viona dari arah meja khusus untuk teman-teman sosialitanya. Apalagi, ia tak mau bergabung dengan keluarga Viona yang tampak asik berbincang dengan tamu lain."Nyonya Harrison! Kau bilang putramu akan menikah dengan Hellena anaknya Mr Rushlan. Tapi, kenapa gadis boneka itu yang di sana?""Yah, Melvin begitu gagah dan tinggi. Lihat dia, seperti anak SMP! Cantik ya cantik, tapi dia seperti anak kecil."Ejek mereka yang mengolok-ngolok Viona. Gadis itu tampak duduk santai saling berbisik dengan Melvin yang nyaman dengannya.Viona memang hanyalah seorang desainer muda yang baru merintis karir. Ia putri pertama keluarga Adhinata yang juga seorang pengusaha kecil pemilik pabrik kain tapi tentu tak bisa setara dengan Perusahaan Harrison Development Asian milik keluarga Melvin.Bergerak dalam bidang program pengembang bisnis dan Bank mereka juga menjajahi dunia agensi permodelan. Bahkan, HDA merupakan salah satu perusahaan terbesar di Asia bahkan mampu bersaing secara internasional."Sampai kapanpun aku tak akan setuju kau bersanding dengan putraku,"! Batin nyonya Amber geram melihat Viona seperti diratukan oleh anaknya.Nyonya Amber perlahan bergerak elegan mendekati tuan Harrsion yang bicara dengan para klien bisnisnya di sebelah meja yang sudah dipenuhi hidangan lezat dan tentunya mahal.Pria dengan perawakaan italia asli itu melirik pada nyonya Amber yang tersenyum ramah menggandeng elegan lengan tuan Harrison."Aku ingin bicara denganmu," Bisik nyonya Amber tak melunturkan senyumannya pada para tamu yang tampak menikmati suasana pesta ini.Tuan Harrison berpamitan pada para tamu kelas atas ini lalu mengikuti nyonya Amber yang mengajaknya ke sudut lantai seraya meraih wine yang tadi di bawa pelayan saing berpapasan."Ada apa?""Kenapa kau sampai mengundang banyak orang kelas atas disini. Tuan Padmana dan jajarannya juga hadir, mereka bahkan sampai mengolok keluarga kita," Geram nyonya Amber pada tuan Harrsion yang hanya bisa menghela nafas."Ini pernikahan Melvin putra pertama kita. Apa salahnya mengundang banyak orang kesini?!""Masalahnya ada pada gadis itu," Sarkas nyonya Amber menatap marah Viona dengan mendidih.Tuan Harrsion tahu jika istrinya memang tak menyukai Viona tapi, berkat gadis itu Melvin jadi bekerja keras menyelesaikan masalah perusahaan bahkan ia jadi semangat untuk memimpin perusahaan yang nanti akan diserahkan sepenuhnya pada Melvin."Amber! Melvin yang semulanya tak mau meneruskan jejakku sekarang dia bersedia mengambil tanggung jawab sebesar ini. Biarkan dia bahagia dengan caranya sendiri," Decah tuan Harrsion tak masalah dengan Viona atau latar belakang gadis itu.Nyonya Amber ingin membantah tapi tuan Harrison sudah lebih dulu pergi kembali bergabung dengan tamu-tamu yang tak berhenti memberi selamat padanya.Melihat itu nyonya Amber mengumpat kesal bukan main. Ia tak akan membiarkan Viona hidup bahagia di tahta yang seharusnya diduduki oleh Helena mantan kekasih Melvin di Italia dulu."Kali ini akan ku biarkan kau tersenyum. Tapi, lihat saja nanti," Geram nyonya Amber segera pergi bergabung dengan teman-teman sosialitanya menyusun rencana baru.Sementara Viona di atas pelaminan sana mulai risih dengan tangan Melvin yang membelit pinggangnya tapi dengan sengaja meremas pinggulnya nakal."Tanganmu," Bisik Viona berusaha menurunkan tangan Malvin dari pinggulnya tapi pria tampan dengan mata coklat tajam ini hanya acuh seperti sengaja."Tanganmu, nanti terekam media," Malu Viona tapi Melvin semakin mengeratkan belitannya."Biarkan saja. Toh, kau sudah jadi istriku!""Tapi tak nyaman di lihat orang," Gerutu Viona tak pernah sanggup dengan sifat mesum Melvin yang sebelum menikah juga sering menggodanya seperti ini.Alhasil, karna lelah menegur Melvin ia akhirnya pasrah mengikuti prosesi acara malam ini sampai selesai walau tubuhnya sudah pegal duduk, berdiri lalu berfoto dengan para kenalan Melvin dan tamu lain yang justru lebih bersemangat dari mereka.Tapi, banyak diantara mereka yang tak setuju dengan pernikahan ini terutama teman nyonya Amber dan beberapa wanita yang kenal dengan Melvin.Mereka naik ke atas pelaminan menyapa Melvin tapi tidak dengan Viona. 2 wanita berperawakan bule asli itu melirik sinis Viona seraya memberi selamat pada Melvin."Selamat, ya! Hanya saja aku pikir kau akan bersanding degan Hellen!" Ucapnya halus menyalami Melvin yang hanya mengangguk.Karna Viona hanya sampai pertengahan dadanya, jadi Melvin tak segan merangkul bahu istri kecilnya agar lebih nyaman."Terimakasih!""Kenapa Hellen tak datang? Kau mengundangnya?" Tanya wanita itu pada Melvin yang mengangguk melirik Viona."Yah, iyakan sayang?""Iya," Jawab Viona mengangguk saja. Ia tahu Helena adalah seorang model yang dulu menjalin hubungan dengan Melvin.Tapi, ntah karna apa keduanya jadi selesai dan Melvin bertemu Viona yang saat itu mengajukan proposal ke perusahaanya hingga karna sering bertemu jadi timbul bumbu cinta dan akhirnya sampai ke pelaminan.Setelah beberapa lama pesta berlangsung, nyonya Amber mulai tak tahan melihat raut bahagia di wajah Viona. Ia punya rencana yang sudah di buat dari awal untuk melenyapkan gadis itu."Kali ini bisa saja hari terakhirmu," Geram nyonya Amber berdiri menatap licik lampu besar yang ada di puncak langit-langit gedung tepat di atas kepala Viona.Lampu itu semakin berguncang tanpa di sadari semua orang. Perlahan nyonya Amber mundur memilih jarak yang tepat agar tak terkena serpihan saat jatuh."Kenapa perasaanku tak tenang?!" Gumam Viona gusar. Ia menatap Melvin yang sibuk menyapa beberapa orang yang naik ke pelaminan sampai.."Vionaaa!!!" Teriak tuan Adhinata saat lampu besar itu putus langsung mengarah ke arah Viona yang syok dengan teriakan itu.Viona di tarik kuat oleh Melvin yang sigap menghindar dari lampu kaca yang segera menghancurkan pelaminan. Semua orang rusuh bahkan para media yang terkejut segera merekam kejadian itu. "Kau tak apa-apa?" Cemas Melvin setelah berhasil membawa Viona turun ke bawah. Wajah gadis itu pucat di sapa oleh keluarganya tapi Viona bisa menormalkan wajah walau ia cukup gemetar. "Gadis sialan itu memang beruntung," Umpat nyonya Amber di saat rencananya gagal total. Ia mulai malas melihat itu dan segera pergi ke luar gedung. ...........Setelah kecelakaan di gedung tadi, pesta langsung berakhir dan Viona di bawa ke hotel. Viona tengah duduk di atas kursi meja riasnya seraya melenturkan kaki dan tangan yang sangat pegal. "Kenapa bisa lampunya tiba-tiba jatuh?!" Tanya Viona berpikir. Ia rasa staf disana semuanya profesional. Tapi, karena Melvin bilang itu kesalahan teknis jadilah Viona tak begitu risau. Seperti sekarang. Viona tengah duduk di atas kursi meja riasnya seraya melenturkan kaki da
Dokter sudah memeriksa keadaan nyonya Amber yang sudah sadarkan diri setelah jam 3 pagi berlalu. Di dalam ruangan rawat itu sudah berkumpul tuan Harrison dan Melvin yang menatap cemas wajah pucat nyonya Amber."Mom!""Kau disini?!" Tanya nyonya Amber seraya meraih tangan Melvin yang berdiri di samping ranjang.Dokter Farhat menatap nyonya Amber lalu bergulir pada tuan Harrison yang heran, kenapa bisa istrinya pingsan padahal sebelumnya baik-baik saja?!"Apa yang terjadi padanya?""Nyonya..""Aku baik-baik saja. Tak ada yang serius!" Sela nyonya Amber membuat Melvin dan tuan Harrison saling pandang."Mom! Kau kenapa? Apa yang terjadi?""Mommy sehat-sehat saja, nak! Hanya kelelahan menyambut tamu tadi malam."Namun, dokter Farhat tampak ingin mengatakan sesuatu yang serius. Tentu saja mereka jadi tak percaya ucapan nyonya Amber barusan."Apa yang terjadi pada mommyku?""Tuan! Nyonya.."
Setelah seharian di rumah sakit. Akhirnya nyonya Amber mendesak untuk pulang, padahal Melvin dan tuan Harrison masih belum memperbolehkannya karna menurut dokter Farhat, dia harus di rawat inap di rumah sakit.Tapi, lagi-lagi nyonya Amber memaksa. Viona yang selalu setia menemani Melvin berulang kali membujuk ibu mertuanya agar tetap di rumah sakit tapi wanita itu bersikeras."Mom! Kau masih belum sehat. Lebih baik jangan pulang dulu!""Nak! Aku baik-baik saja. Bahkan, tubuhku terasa sakit jika selalu di rumah sakit," Jawab nyonya Amber menahan kebencian berusaha memakai topeng ibu mertua yang baik di hadapan Viona dan Melvin.Padahal, tuan Harrison tahu jika istrinya tak suka dengan Viona tapi, ntah apa rencana wanita ini?!Melvin yang melihat keras kepala mommynya segera memandang dokter Farhat yang langsung mengerti."Nyonya bisa pulang sekarang!""Nah, aku sudah bilang bukan?! Aku baik-baik aja," Timpal nyonya A
Ntah memang di sengaja atau lupa, Melvin meninggalkan Viona di depan rumah sakit. Karena kaki yang terkilir dan sakit itu, Viona tadi tak bisa buru-buru mendekati mobil hingga ia di tinggal pergi begitu saja.Para media yang tadi ada di depan rumah sakit seketika memburu Viona yang berusaha menghindar tapi, tetap saja kamera itu merekam dirinya yang sedang berdiri di depan pintu rumah sakit."Kenapa kau di tinggalkan tuan Melvin?""Kasihan sekali kau nona!"Mereka seperti terbagi menjadi dua kubu. Ada yang mengasihani Viona dan ada pula yang memanas-manasi suasana. Viona hanya diam, ia memilih untuk bungkam berusaha menutupi wajahnya yang terus di sorot kamera para media.Dua suster yang tadi mengambil obat di dalam rumah sakit segera berlari mendekat berusaha menolong Viona yang bertubuh kecil jadi mereka mudah mendesak-desak wanita itu.Karna melihat media semakin tak tertip, salah satu Suster itu memanggil penjaga yang semula
Melvin tengah gelisah mencari Viona yang tak ia temukan di rumah sakit. Dua Suster tadi mengatakan jika Viona mengalami luka di kakinya karna desakan para media.Tentu Melvin merasa sangat bersalah dan khawatir. Ia terus menghubungi ponsel gadis itu seraya melaju pelan dengan mobilnya di sekitar jalanan yang tampaknya akan semakin ramai."Kau dimana?!" Gumam Melvin melihat kiri kanan jalanan. Karena tak menemukan apapun disini akhirnya Melvin ingin kembali ke rumah sakit tapi tiba-tiba ponselnya berdering.Melihat nama Viona di sana, tentu Melvin segera mengangkat dengan wajah gusar."Kau dimana? Aku mencarimu di sekeliling rumah sakit dan di sekitar jalanan di sini tapi tak ada.""Aku sudah pulang ke kediaman-mu. Maaf, aku tak mendengar panggilan barumu tadi karna masih di jalan."Suara Viona terdengar menahan sakit. Melvin tentu segera melaju cepat ke arah kediamannya karna cemas jika luka di kaki Viona parah dan wanita itu mas
Viona hanya diam saat di periksa dokter Niko. Matanya yang sembab sudah membuktikan jika ia baru selesai menangis setelah membersihkan dirinya di kamar mandi.Disini tak ada Melvin. Pria itu tadi di panggil nyonya Amber hingga sudah 30 menit berlalu ia masih belum datang.Tentu saja dokter Niko yang juga teman bagi Melvin merasa canggung berdua di kamar ini dengan Viona yang tak memiliki pikiran negatif."Seharusnya saat terkilir tadi kau jangan paksakan berjalan. Itu makanya jadi bengkak seperti ini!" Jelas dokter Niko melihat-lihat kondisi kaki kiri Viona.Gadis cantik itu hanya diam membiarkan dokter Niko memegang kakinya tapi masih dalam batas normal."Aass!!"Viona mendesis saat dokter Niko tak sengaja memencet bagian pergelangannya yang bengkak."Maaf, tapi ini harus di benarkan! Apa kau bisa tahan sebentar?""Apa tak bisa dibiarkan saja dan sembuh sendiri?" Tanya Viona polos. Seketika dokter Niko ter
Pagi ini Viona benar-benar menagih janji Melvin. Ia sama sekali tak membiarkan pria itu turun dari ranjang dan terus memeluknya posesif seakan ingin meluapkan semua rasa rindunya hari ini.Melvin juga tak keberatan. Lagi-pula ia sadar jika kemaren Viona terluka karna kecerobohannya. Saat sakit seperti ini tentu ia harus menemani sang istri."Kakimu masih sakit, hm?" Tanya Melvin seraya mengusap kepala Viona yang tersandar di dadanya."Sedikit. Untung saja dokter Niko pria yang bisa di andalkan.""Maksudmu? Aku tak bisa di andalkan begitu?" Tanya Melvin jengkel karna sedari kemaren Viona memuji-muji Niko yang pasti tertawa senang mendengarnya.Viona mengulum senyum geli. Ia menatap wajah tampan masam Melvin yang membuatnya jatuh cinta berulang kali."Bukan begitu. Hanya saja dia lucu.""Aku tak lucu?" Desaknya lagi menarik sayu alis penuh penghakiman. Viona melebarkan senyumannya sampai mata bulat indah itu ten
Penyakit yang di derita nyonya Amber ternyata sudah sangat parah tetapi, wanita itu kekeh untuk tak melakukan tindakan operasi bahkan berobat ke luar negeri.Tentu saja Melvin cemas jika kondisi seperti ini terus di biarkan maka, akan berdampak buruk bagi kesehatan nyonya Amber.Sejumlah usaha sudah di kerahkan. Nyonya Amber yang tadi baru sadar langsung mendapat desakan untuk pergi berobat secara intens tapi masih saja keras kepala."Mom! Sekali ini saja, turuti aku.""M..Melvin! Mommy baik-baik saja, nak! Sungguh," Ucapnya dengan nada lemah."Tapi, dokter mengatakan jika mommy sedang drop parah. Ini tak bisa di biarkan terlalu lama," Bantah Melvin sangat tak tenang.Nyonya Amber melirik Viona dari ambang pintu. Gadis lugu ini masih sedia menunggu bahkan terlihat jelas dari wajahnya menyimpan rasa cemas."Mom! Kau harus segera di tangani!""Nak! Mommy baik-baik saja. Lagi pula, disini ada kau dan istrimu yang s
Tangan Viona gemetar memeggang test pack yang menampilkan dua garis merah. Viona bukanlah orang awam sampai tak tahu maksud dari tampilan benda itu sampai matanya mulai berkaca-kaca. "Kau sudah selesai?" Suara dokter Niko di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Bibir Viona bergetar hingga isak tangisnya luruh di depan kaca wastafel. Dokter Niko yang mendengar itu dari luar bergegas membuka pintu. "Viona!" Menghampiri wanita itu. Kedua tangannya memeggang bahu Viona yang bergetar sampai pupil matanya melihat dua garis test pack di tangan Viona. "A..aku..aku hamil.." Lirih Viona bergetar menatap dengan air mata wajah tenang dokter Niko. Sakit saat mendengar kabar jika wanita yang ia cintai hamil anak orang lain. Tetapi, di samping itu dokter Niko bahagia. "Yah. Kau hamil. Lalu, kenapa menangis, hm?" Mengusap pipi cubby menggemaskan Viona yang menggeleng tak tahu harus bagaimana. Antara senang dan s
Viona sudah di bawa ke apartemen miliknya oleh dokter Niko. Sesampainya di sana Viona berbaring sedangkan kopernya sudah dibawa ke walkcloset oleh dokter Niko yang menata pakaian Viona di lemari karena wanita itu sedang istirahat. "Apa kepalamu masih pusing?" Tanya dokter Niko dari ruang ganti. Viona tak menjawab. Dokter Niko buru-buru menyelesaikan pekerjaannya lalu keluar. Tapi, Viona tak ada di atas ranjang dan suara muntah seseorang di kamar mandi menyita perhatian dokter Niko. "Viona!" "Hoeekmm!!" Muntah di wastafel dengan keadaan lemah.Dokter Niko segera menopang bahu Viona yang ingin tumbang hingga tubuh wanita itu bersandar padanya. Wajah Viona pucat dengan perut bergejolak dan kembali memuntahkan isi perutnya walau hanya lendir putih yang keluar. "Hoeekmm..p..pergilah. A..aku muntah," Lirih Viona berusaha mendorong bahu kokoh dokter Niko yang tak bergerak sama sekali. Tak ada rasa jijik atau muak karena perasaan cemas lebih mendominasi. "Keluarkan saja. Aku akan memij
Sudah satu minggu lamanya Melvin mendampingi nyonya Amber di kediaman Harrison. Wanita paruh baya itu tak bisa keluar dari kamarnya dan hanya berbaring di atas ranjang dengan selang infus melekat. "Mom! Apa sudah baikan?" Tanya Melvin duduk di samping ranjang seraya menyuapi nyonya Amber bubur. "Kau pasti sangat repot ya, nak?" Mulai berkaca-kaca dengan wajah pucat dibuat-buat. "Mom! Bukan seperti itu. Aku ingin mommy sehat seperti semula," Ucap Melvin menggenggam tangan nyonya Amber penuh kasih sayang. Yah, Melvin memang sangat dekat dengan nyonya Amber di banding dengan adiknya yang sampai sekarang tak pernah memberi kabar apapun. "Seandainya Vero sama sepertimu, mommy pasti akan sangat bahagia." "Vero masih kuliah di luar negeri. Dia akan pulang sebentar lagi, mom! Jangan khawatir," Jelas Melvin mengusap lembut punggung tangan wanita itu. Nyonya Amber mengangguk. Sebenarnya ia jiga berharap seperti itu tapi Vero tak pernah mau pulang sama sekali. "Mom! Istirahatlah. Aku akan
Cahaya mentari di atas sana dengan lantang mengusik sepasang manusia yang masih asik berpelukan. Viona membuka matanya perlahan terbuka dan mengernyit karena tubuhnya terasa lumayan pegal.Namun, Viona terkejut saat dada bidang dokter Niko langsung terpampang jelas di wajahnya. Benar-benar seksi dan kekar sampai wajah Viona memerah namun ia dengan cepat sadar menarik diri dari dekapan dokter Niko yang terusik akan pergerakan Viona. "Kau sudah bangun?" Serak khas bangun tidur dokter Niko mengusap wajahnya. Viona sedikit menjauh. Tampilan dokter Niko terlihat lebih tampan dengan rambut acak-acakan dan kacamata masih bertengger rapi. "Maaf. Semalam kau demam dan kedinginan. Aku tak bermaksud untuk.." "Aku tahu. Terimakasih," Sela Viona percaya pada dokter Niko karena sekarang ia memakai kemeja pantai pria itu jadi tak ada yang terbuka atau berantakan. Dokter Niko duduk. Ia lega Viona tak berburuk sangka padanya. "Jik
Langit sudah berubah gelap tak berujung. Taburan bintang dan rembulan abu di atas sana bersinar dan cukup memberi penerangan bagi sepasang manusia yang sedang menikmati santapan seafood di panggang di atas bara api unggun. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan team penyelamat sampai keduanya pasrah dan fokus mengisi perut. "Hati-hati. Masih panas," Ucap dokter Niko meniup-niup udang yang di tusuk dengan ranting kecil sudah matang lalu memberikannya pada Viona. "Kau juga makan. Jangan asik meniupkan makananku saja!" "Iya," Jawab dokter Niko mengambil kerang yang sudah matang dengan dedaunan basah sebagai alasnya. Dokter Niko makan tapi matanya menatap dalam dan hangat Viona yang sedang menikmati udang bakarnya. Vions makan dengan lahap walau bisa di katakan semua rasa yang ada memang begitu alami dan segar. "Kau seperti orang yang tak makan satu bulan," Kelakar dokter Niko seraya mengunyah daging kerangnya. Viona malu tapi ia tak bisa menghentikan mulutnya untuk mengu
Langit sudah mau berubah gelap. Bayang-bayang mentari akan terbenam di ufuk barat terlihat sangat indah di pandang. Nuansa jingga pekat yang sebentar lagi akan menghitam membentang di seluruh langit pulau. Sudah lama Viona dan Niko menunggu dengan duduk di tengah-tengah tulisan yang mereka buat tadi. Wajah keduanya terlihat lelah bahkan Viona bersandar ke bahu dokter Niko yang dengan senang hati membiarkan hal itu. "Ini sudah lama. Kenapa tak ada satu-pun orang mencari kita?" Gumam Viona memandangi mentari terbenam yang mengobati rasa bosannya. "Mungkin pulau ini memang terpencil. Mereka kesusahan mencari kita." Grrr.. Suara perut Viona berbunyi hingga membuat wajah cantiknya bersemu malu. Dokter Niko tersenyum gemas kala Viona menunduk seraya memeggangi perutnya yang sudah membuat kegaduhan. "Lapar?" "I..iya," Gumam Viona mengangguk malu-malu. Dokter Niko mengusap lembut kepala Viona lalu mengedarkan pandangan ke area laut dan pesisir pulau. "Tunggu disini. Aku akan coba men
Wajah Viona masih mematung kosong seakan tak menyangka jika nyonya Amber tega melakukan itu. Ia kira selama ini ketidaksukaan mertuanya hanya sekedar belum menerima pernikahan mereka tapi, ternyata wanita itu mencoba melenyapkan dirinya dengan cara yang begitu kejam. Dokter Niko melihat keterkejutan Viona sampai wanita itu tak dapat berkata-kata. Kedua mata menyorot kosong dan seakan ini pukulan berat untuknya. "Maafkan aku. Jika tak memberitahumu aku hanya takut jika kedepannya akan ada lagi rencana pembunuh untukmu. Mungkin, saat itu aku tak bisa menghentikannya lagi." Viona hanya diam. Kenyataan ini terlalu berat baginya sampai kedua mata indah itu di genangi air bening siap tumpah kapan saja. Ibu mertuaku sendiri mencoba membunuhku. Apa aku seburuk itu sampai dia tak pernah sudi menerimaku jadi istri putranya?! Memikirkan itu Viona semakin tak bisa membendung air mata. Kepala tertunduk dengan tangan mengusap bulir bening yang jatuh tanpa di pinta. "A..apa aku seburuk itu?"
Gelombang air laut pantai ini perlahan lebih kuat kala sudah menjauh dari bibir pantai. Jet sky milik Viona masih melaju dengan stabil bahkan, tampaknya wanita itu menikmati suguhan pemandangan dan riak air yang dingin."Vionaa!!" Panggil dokter Niko setengah berteriak membuat Viona di depan sana menoleh. "Niko?" Gumam Viona bingung kala dokter Niko tampak mengejarnya dengan Jet Sky berkecepatan penuh. Raut wajah pria itu juga terlihat panik dan melambaikan tangan agar ia berhenti. "Vionaa!! Berhentii!!" "Ada apaa?" Tanya Viona ingin memelankan laju kendaraanya tapi, tiba-tiba benda ini sama sekali tak bisa berhenti. "Kenapa ini?!" Bingung Viona berusaha memelankan kecepatan benda itu tapi nihil. Jet sky yang Viona kendarai semakin melaju pesat melalang buana di lautan lepas. Bahkan, dokter Niko yang tadi ada di belakang seketika berusaha mengejar Viona yang sudah sangat menjahui wilayah aman di pantai. "Vionaa!!!" "Nikoo!! Ini..ini tak bisa berhenti!" Panik Viona mulai tak
Pagi ini Melvin mengajak Viona untuk bermain Jetski di pantai. Mentari hangat yang tak begitu panas juga mendukung kegiatan mereka seakan melupakan kejadian buruk tadi malam. Melvin sudah terlihat tampan dan gagah dengan celana pendek tanpa atasan memamerkan bentuk tubuh atletisnya berdiri di dekat Jetski. Sementara dokter Niko masih dengan kesantaian yang tak bisa di ganggu. Ia berbaring di atas kursi pantai dengan tampilan tak kalah mempesona walau berkacamata. Celana pendek selutut dengan atasan kemeja pantai lengan pendek. Dua kancing di atas terbuka memperlihatkan tonjolan otot dada bidang seksi tanpa bulunya. Di lihat dari segi tampilan, Melvin dan dokter Niko sudah jelas berbeda. Meski keduanya tampak begitu tampan penuh pesona hanya saja, dokter Niko tak begitu suka memamerkan bentuk tubuh. "Heeey!!! Kalian tak menunggukuu??" Suara Barbara datang dari arah resort berlari hanya menggunakan boxer membuat Melvin dan dokter Niko membelo jengah. "Istriku akan kesini! Pakailah