Viona di tarik kuat oleh Melvin yang sigap menghindar dari lampu kaca yang segera menghancurkan pelaminan. Semua orang rusuh bahkan para media yang terkejut segera merekam kejadian itu.
"Kau tak apa-apa?" Cemas Melvin setelah berhasil membawa Viona turun ke bawah. Wajah gadis itu pucat di sapa oleh keluarganya tapi Viona bisa menormalkan wajah walau ia cukup gemetar."Gadis sialan itu memang beruntung," Umpat nyonya Amber di saat rencananya gagal total. Ia mulai malas melihat itu dan segera pergi ke luar gedung............Setelah kecelakaan di gedung tadi, pesta langsung berakhir dan Viona di bawa ke hotel. Viona tengah duduk di atas kursi meja riasnya seraya melenturkan kaki dan tangan yang sangat pegal."Kenapa bisa lampunya tiba-tiba jatuh?!" Tanya Viona berpikir. Ia rasa staf disana semuanya profesional. Tapi, karena Melvin bilang itu kesalahan teknis jadilah Viona tak begitu risau.Seperti sekarang. Viona tengah duduk di atas kursi meja riasnya seraya melenturkan kaki dan tangan yang sangat pegal. Ia memandang wajah cantiknya di depan cermin dan ada senyum malu yang terbit di bibir mungilnya."Kau bahagiakan?!" Tanya Vion pada dirinya sendiri. Semua beban yang tadi ia tahan di atas pelaminan seketika terasa lebih ringan."Setelah beberapa lama akhirnya kalian sah menikah. Sekarang kau bukan lagi seorang gadis, Vio! Kau sudah punya suami dan kau tak boleh lagi sembarangan mengambil keputusan, ok?!" Imbuhnya mempraktekan kata-kata bijak kedua orang tuanya saat melepas Vion saat di gedung tadi.Ada rasa rindu di hati Viona saat mengingat keluarganya. Ia tak akan bisa lagi menjenguk mereka setiap hari dan pasti akan susah karna kediaman ayahnya di luar kota Jakarta."Tak apa, nanti kau pasti bisa bertemu dengan mereka," Gumam Viona mengusap air matanya yang tadi jatuh karna cukup sensitif jika soal hal seperti ini.Viona segera membersihkan make-up di wajahnya seraya menunggu Melvin yang tadi menelpon di luar. Agak malu memang jika dikatakan menunggu karna ia juga cukup gugup untuk berhadapan dengan pria itu.Setelah membersihkan wajah dan melepas aksesoris di rambutnya. Viona bangkit berdiri di depan cermin seraya berusaha melepas resleting di belakang tubuhnya."Haiss.. kenapa susah sekali?!" Gumam Viona berusaha meraih resleting itu.Ia tak sadar jika pintu sudah di buka memperlihatkan Melvin yang masuk setelah selesai menelpon.Pria tampan dengan khas mata coklat dan bulu halus di rahang tegasnya itu terpaku melihat Viona yang kesusahan melepas pakaian.Terbit senyum nakal di bibirnya lalu berjalan pelan mendekati Viona."Kau seharusnya memanggilku, Sayang!""Eh!"Viona terperanjat saat Melvin memeluknya dari belakang. Seketika jantungnya berdegup dengan wajah memerah bahkan sangat panas."M..Melvin!""Hm? Kenapa respon-mu masih begitu kaku? Kita sudah menikah," Pungkas Melvin menyandarkan dagunya ke bahu Viona yang memang mungil tapi percayalah apa keindahan di balik gaun ini.Viona diam. Ia menunduk malu membuat Melvin sungguh tak tahan dengan istri kecilnya ini. Dengan lembut Melvin membalikan tubuh Viona menghadapnya hingga Viona semakin gugup."Kau lebih cantik jika tak memakai make-up seperti ini!" Puji Melvin menarik pelan dagu tirus Viona mengadah padanya.Sungguh, Melvin sangat menganggumi kecantikan Viona yang memang asli asia. Mata bulat belo beningnya yang dihiasi bulu mata lentik alami, dengan kulit mulus dan alis yang hitam indah di pandang."A..aku ingin mandi," Gugup Viona tak sanggup bertatapan lama dengan mata tajam tapi hangat milik Melvin yang selalu bisa membuatnya jantungan."Kau ingin mandi?""Em."Viona mengangguk canggung. Melvin tersenyum tipis menarik pinggang ramping Viona merapat padanya."M..Melvin!" Gugup Viona menahan dada bidang pria berjas lengkap ini tapi Melvin hanya diam dengan tangan naik menyentuh resleting gaun sang istri."Tinggi-mu berapa?" Goda Melvin dan tentu saja mata bulat Viona langsung melotot."150cm. Kau juga sudah tahu!!" Kesalnya memukul kecil dada bidang Melvin yang tertawa geli karna ia cukup pegal menunduk seperti ini."Kau kekurangan gizi, hm?""Apanya??!! Kau saja yang ketinggian!!" Ketus Viona jengkel menggembungkan pipinya pertanda merajuk.Melvin yang tak tahan dengan itu segera mengigit bakpao kenyal ini sampai Viona terpekik keras."Sakiiit!!""Salahkan dirimu yang terlalu imut," Gemas Melvin mengecup kening Viona yang seketika semakin malu."Kalau kita berjalan bersama pasti aku seperti kurcaci. Tinggi mu 187 cm dan aku 150, seperti anak SMP," Dengus Viona menyadari kekurangannya.Melvin seketika menghela nafas. Ia mengangkat ringan Viona duduk di atas meja rias hingga ia tak begitu menunduk lagi."Memang kenapa? Salahnya dimana jika aku lebih tinggi darimu?! Toh, jika seperti itu aku jadi mudah menggendongmu kemana-mana," Kelakar Melvin menggoda Viona yang seketika tersenyum geli."Terserah padamu saja. Bantu aku buka gaunnya, tubuhku sudah lengket," Resah Viona dan tentu Melvin tak sungkan menarik lepas resleting di belakang sana hingga Viona terkejut gaunnya hampir melorot sempurna untung ia cepat menahan di dada."Melviin!!" Pekik Viona segera turun dan berlari ke dalam kamar mandi dan menutup benda itu kuat.Melvin cekikikan duduk di tepi ranjang yang sudah di hiasi bermacam bentuk bunga mawar. Ia memandangi pintu kamar mandi itu dengan sisa kegelian yang masih menjalar di perutnya."Dia memang seperti anak kecil," Gumam Melvin lalu menatap hiasan bunga bentuk hati di atas ranjang.Seperti biasa, pria dewasa berumur 28 tahun seperti Melvin tentu akan berpikiran panas melihat romantisnya kamar ini."Kali ini aku tak akan melepaskan-mu," Gemas Melvin seraya membuka jas dan tiga kancing di atas kemejanya. Otot dada bidang Melvin terlihat seksi apalagi postur tubuhnya memang kekar dan berkharisma.Saat ingin merebahkan diri di atas ranjang seraya memainkan ponselnya. Tiba-tiba pintu kamar di ketuk.Sebenarnya Melvin jengkel dan sempat mengacuhkannya tapi, ketukan pintu itu tak berhenti hingga ia pasrah bangkit dan membukanya.Niat hati ingin membentak seketika urung saat melihat nyonya Amber berdiri dengan wajah pucat."Mom?""Nak! Mommy ingin memberikan ini padamu," Jawab nyonya Amber menyodorkan nampan makanan dengan suara cukup lirih."Mom! Kau kenapa? Mommy sakit?" Cemas Melvin memegang bahu nyonya Amber yang tersenyum hangat memegang rahang tegas putranya."Mommy hanya kelelahan merasa pusing. Ini makanan untuk istrimu. Dia pasti lapar setelah acara tadi, nak!""Mom! Aku akan mengurusnya, mommy tak perlu mengantar kesini," Resah Melvin tapi nyonya Amber hanya tersenyum."Tak apa nak. Aku sudah menganggapnya sebagai putriku sendiri, sudah sepantasnya aku .."Nyonya Amber seketika memegangi kepalanya dan langsung tumbang segera di tahan Melvin yang syok."Mom!" Panik Melvin segera menggendong nyonya Amber dan membawanya keluar dari sini tak peduli dengan nampan dan piring yang tadi jatuh.Karena suara keras dari luar tadi, akhirnya Viona keluar kamar mandi dengan menggunakan handuk dan rambut panjangnya yang basah terurai indah dan tampak cantik. Sayang sekali jika Melvin tak melihat ini."Apa yang terjadi?! Tadi aku dengar suara mommy," Gumam Viona bingung mendekati pintu dan melihat serakan piring dan nampan.Ia mencari-cari Melvin tapi sayang pria itu tak ada di kamar. Ponselnya-pun tertinggal di atas ranjang membuat Viona sangat gelisah dan khawatir.....Dokter sudah memeriksa keadaan nyonya Amber yang sudah sadarkan diri setelah jam 3 pagi berlalu. Di dalam ruangan rawat itu sudah berkumpul tuan Harrison dan Melvin yang menatap cemas wajah pucat nyonya Amber."Mom!""Kau disini?!" Tanya nyonya Amber seraya meraih tangan Melvin yang berdiri di samping ranjang.Dokter Farhat menatap nyonya Amber lalu bergulir pada tuan Harrison yang heran, kenapa bisa istrinya pingsan padahal sebelumnya baik-baik saja?!"Apa yang terjadi padanya?""Nyonya..""Aku baik-baik saja. Tak ada yang serius!" Sela nyonya Amber membuat Melvin dan tuan Harrison saling pandang."Mom! Kau kenapa? Apa yang terjadi?""Mommy sehat-sehat saja, nak! Hanya kelelahan menyambut tamu tadi malam."Namun, dokter Farhat tampak ingin mengatakan sesuatu yang serius. Tentu saja mereka jadi tak percaya ucapan nyonya Amber barusan."Apa yang terjadi pada mommyku?""Tuan! Nyonya.."
Setelah seharian di rumah sakit. Akhirnya nyonya Amber mendesak untuk pulang, padahal Melvin dan tuan Harrison masih belum memperbolehkannya karna menurut dokter Farhat, dia harus di rawat inap di rumah sakit.Tapi, lagi-lagi nyonya Amber memaksa. Viona yang selalu setia menemani Melvin berulang kali membujuk ibu mertuanya agar tetap di rumah sakit tapi wanita itu bersikeras."Mom! Kau masih belum sehat. Lebih baik jangan pulang dulu!""Nak! Aku baik-baik saja. Bahkan, tubuhku terasa sakit jika selalu di rumah sakit," Jawab nyonya Amber menahan kebencian berusaha memakai topeng ibu mertua yang baik di hadapan Viona dan Melvin.Padahal, tuan Harrison tahu jika istrinya tak suka dengan Viona tapi, ntah apa rencana wanita ini?!Melvin yang melihat keras kepala mommynya segera memandang dokter Farhat yang langsung mengerti."Nyonya bisa pulang sekarang!""Nah, aku sudah bilang bukan?! Aku baik-baik aja," Timpal nyonya A
Ntah memang di sengaja atau lupa, Melvin meninggalkan Viona di depan rumah sakit. Karena kaki yang terkilir dan sakit itu, Viona tadi tak bisa buru-buru mendekati mobil hingga ia di tinggal pergi begitu saja.Para media yang tadi ada di depan rumah sakit seketika memburu Viona yang berusaha menghindar tapi, tetap saja kamera itu merekam dirinya yang sedang berdiri di depan pintu rumah sakit."Kenapa kau di tinggalkan tuan Melvin?""Kasihan sekali kau nona!"Mereka seperti terbagi menjadi dua kubu. Ada yang mengasihani Viona dan ada pula yang memanas-manasi suasana. Viona hanya diam, ia memilih untuk bungkam berusaha menutupi wajahnya yang terus di sorot kamera para media.Dua suster yang tadi mengambil obat di dalam rumah sakit segera berlari mendekat berusaha menolong Viona yang bertubuh kecil jadi mereka mudah mendesak-desak wanita itu.Karna melihat media semakin tak tertip, salah satu Suster itu memanggil penjaga yang semula
Melvin tengah gelisah mencari Viona yang tak ia temukan di rumah sakit. Dua Suster tadi mengatakan jika Viona mengalami luka di kakinya karna desakan para media.Tentu Melvin merasa sangat bersalah dan khawatir. Ia terus menghubungi ponsel gadis itu seraya melaju pelan dengan mobilnya di sekitar jalanan yang tampaknya akan semakin ramai."Kau dimana?!" Gumam Melvin melihat kiri kanan jalanan. Karena tak menemukan apapun disini akhirnya Melvin ingin kembali ke rumah sakit tapi tiba-tiba ponselnya berdering.Melihat nama Viona di sana, tentu Melvin segera mengangkat dengan wajah gusar."Kau dimana? Aku mencarimu di sekeliling rumah sakit dan di sekitar jalanan di sini tapi tak ada.""Aku sudah pulang ke kediaman-mu. Maaf, aku tak mendengar panggilan barumu tadi karna masih di jalan."Suara Viona terdengar menahan sakit. Melvin tentu segera melaju cepat ke arah kediamannya karna cemas jika luka di kaki Viona parah dan wanita itu mas
Viona hanya diam saat di periksa dokter Niko. Matanya yang sembab sudah membuktikan jika ia baru selesai menangis setelah membersihkan dirinya di kamar mandi.Disini tak ada Melvin. Pria itu tadi di panggil nyonya Amber hingga sudah 30 menit berlalu ia masih belum datang.Tentu saja dokter Niko yang juga teman bagi Melvin merasa canggung berdua di kamar ini dengan Viona yang tak memiliki pikiran negatif."Seharusnya saat terkilir tadi kau jangan paksakan berjalan. Itu makanya jadi bengkak seperti ini!" Jelas dokter Niko melihat-lihat kondisi kaki kiri Viona.Gadis cantik itu hanya diam membiarkan dokter Niko memegang kakinya tapi masih dalam batas normal."Aass!!"Viona mendesis saat dokter Niko tak sengaja memencet bagian pergelangannya yang bengkak."Maaf, tapi ini harus di benarkan! Apa kau bisa tahan sebentar?""Apa tak bisa dibiarkan saja dan sembuh sendiri?" Tanya Viona polos. Seketika dokter Niko ter
Pagi ini Viona benar-benar menagih janji Melvin. Ia sama sekali tak membiarkan pria itu turun dari ranjang dan terus memeluknya posesif seakan ingin meluapkan semua rasa rindunya hari ini.Melvin juga tak keberatan. Lagi-pula ia sadar jika kemaren Viona terluka karna kecerobohannya. Saat sakit seperti ini tentu ia harus menemani sang istri."Kakimu masih sakit, hm?" Tanya Melvin seraya mengusap kepala Viona yang tersandar di dadanya."Sedikit. Untung saja dokter Niko pria yang bisa di andalkan.""Maksudmu? Aku tak bisa di andalkan begitu?" Tanya Melvin jengkel karna sedari kemaren Viona memuji-muji Niko yang pasti tertawa senang mendengarnya.Viona mengulum senyum geli. Ia menatap wajah tampan masam Melvin yang membuatnya jatuh cinta berulang kali."Bukan begitu. Hanya saja dia lucu.""Aku tak lucu?" Desaknya lagi menarik sayu alis penuh penghakiman. Viona melebarkan senyumannya sampai mata bulat indah itu ten
Penyakit yang di derita nyonya Amber ternyata sudah sangat parah tetapi, wanita itu kekeh untuk tak melakukan tindakan operasi bahkan berobat ke luar negeri.Tentu saja Melvin cemas jika kondisi seperti ini terus di biarkan maka, akan berdampak buruk bagi kesehatan nyonya Amber.Sejumlah usaha sudah di kerahkan. Nyonya Amber yang tadi baru sadar langsung mendapat desakan untuk pergi berobat secara intens tapi masih saja keras kepala."Mom! Sekali ini saja, turuti aku.""M..Melvin! Mommy baik-baik saja, nak! Sungguh," Ucapnya dengan nada lemah."Tapi, dokter mengatakan jika mommy sedang drop parah. Ini tak bisa di biarkan terlalu lama," Bantah Melvin sangat tak tenang.Nyonya Amber melirik Viona dari ambang pintu. Gadis lugu ini masih sedia menunggu bahkan terlihat jelas dari wajahnya menyimpan rasa cemas."Mom! Kau harus segera di tangani!""Nak! Mommy baik-baik saja. Lagi pula, disini ada kau dan istrimu yang s
Di dapur besar kediaman Harrison. Viona tampak berdiri di depan wastafelnya dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.Ia berusaha untuk tetap tenang dan normal tapi tetap saja. Ucapan nyonya Amber tadi benar-benar menyakiti hatinya."A..aku harus apa?!" Gumam Viona bingung. Apa ia harus bicara pada Melvin tentang ini tapi, jika pria itu melanjutkan masalahnya maka kondisi nyonya Amber akan semakin parah.Ia berusaha tak memikirkan masa lalu Melvin tapi, kemesraan dan kisah cinta yang manis itu terlalu mendalami bahkan membuatnya tak sanggup untuk mendengar lebih jauh."Tidak. Mungkin saja mommy masih belum rela jika Hellen tak menjadi menantunya. Kata mama aku harus membuat kesan baik di kediaman ini. Barulah mereka bisa menerimaku," Gumam Viona menyemangati dirinya sendiri.Para pelayan yang tadi melihat dari jauh hanya diam saling pandang. Sebenarnya ada yang kasihan melihat itu tapi sebagian juga puas karna merasa Viona
Tangan Viona gemetar memeggang test pack yang menampilkan dua garis merah. Viona bukanlah orang awam sampai tak tahu maksud dari tampilan benda itu sampai matanya mulai berkaca-kaca. "Kau sudah selesai?" Suara dokter Niko di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Bibir Viona bergetar hingga isak tangisnya luruh di depan kaca wastafel. Dokter Niko yang mendengar itu dari luar bergegas membuka pintu. "Viona!" Menghampiri wanita itu. Kedua tangannya memeggang bahu Viona yang bergetar sampai pupil matanya melihat dua garis test pack di tangan Viona. "A..aku..aku hamil.." Lirih Viona bergetar menatap dengan air mata wajah tenang dokter Niko. Sakit saat mendengar kabar jika wanita yang ia cintai hamil anak orang lain. Tetapi, di samping itu dokter Niko bahagia. "Yah. Kau hamil. Lalu, kenapa menangis, hm?" Mengusap pipi cubby menggemaskan Viona yang menggeleng tak tahu harus bagaimana. Antara senang dan s
Viona sudah di bawa ke apartemen miliknya oleh dokter Niko. Sesampainya di sana Viona berbaring sedangkan kopernya sudah dibawa ke walkcloset oleh dokter Niko yang menata pakaian Viona di lemari karena wanita itu sedang istirahat. "Apa kepalamu masih pusing?" Tanya dokter Niko dari ruang ganti. Viona tak menjawab. Dokter Niko buru-buru menyelesaikan pekerjaannya lalu keluar. Tapi, Viona tak ada di atas ranjang dan suara muntah seseorang di kamar mandi menyita perhatian dokter Niko. "Viona!" "Hoeekmm!!" Muntah di wastafel dengan keadaan lemah.Dokter Niko segera menopang bahu Viona yang ingin tumbang hingga tubuh wanita itu bersandar padanya. Wajah Viona pucat dengan perut bergejolak dan kembali memuntahkan isi perutnya walau hanya lendir putih yang keluar. "Hoeekmm..p..pergilah. A..aku muntah," Lirih Viona berusaha mendorong bahu kokoh dokter Niko yang tak bergerak sama sekali. Tak ada rasa jijik atau muak karena perasaan cemas lebih mendominasi. "Keluarkan saja. Aku akan memij
Sudah satu minggu lamanya Melvin mendampingi nyonya Amber di kediaman Harrison. Wanita paruh baya itu tak bisa keluar dari kamarnya dan hanya berbaring di atas ranjang dengan selang infus melekat. "Mom! Apa sudah baikan?" Tanya Melvin duduk di samping ranjang seraya menyuapi nyonya Amber bubur. "Kau pasti sangat repot ya, nak?" Mulai berkaca-kaca dengan wajah pucat dibuat-buat. "Mom! Bukan seperti itu. Aku ingin mommy sehat seperti semula," Ucap Melvin menggenggam tangan nyonya Amber penuh kasih sayang. Yah, Melvin memang sangat dekat dengan nyonya Amber di banding dengan adiknya yang sampai sekarang tak pernah memberi kabar apapun. "Seandainya Vero sama sepertimu, mommy pasti akan sangat bahagia." "Vero masih kuliah di luar negeri. Dia akan pulang sebentar lagi, mom! Jangan khawatir," Jelas Melvin mengusap lembut punggung tangan wanita itu. Nyonya Amber mengangguk. Sebenarnya ia jiga berharap seperti itu tapi Vero tak pernah mau pulang sama sekali. "Mom! Istirahatlah. Aku akan
Cahaya mentari di atas sana dengan lantang mengusik sepasang manusia yang masih asik berpelukan. Viona membuka matanya perlahan terbuka dan mengernyit karena tubuhnya terasa lumayan pegal.Namun, Viona terkejut saat dada bidang dokter Niko langsung terpampang jelas di wajahnya. Benar-benar seksi dan kekar sampai wajah Viona memerah namun ia dengan cepat sadar menarik diri dari dekapan dokter Niko yang terusik akan pergerakan Viona. "Kau sudah bangun?" Serak khas bangun tidur dokter Niko mengusap wajahnya. Viona sedikit menjauh. Tampilan dokter Niko terlihat lebih tampan dengan rambut acak-acakan dan kacamata masih bertengger rapi. "Maaf. Semalam kau demam dan kedinginan. Aku tak bermaksud untuk.." "Aku tahu. Terimakasih," Sela Viona percaya pada dokter Niko karena sekarang ia memakai kemeja pantai pria itu jadi tak ada yang terbuka atau berantakan. Dokter Niko duduk. Ia lega Viona tak berburuk sangka padanya. "Jik
Langit sudah berubah gelap tak berujung. Taburan bintang dan rembulan abu di atas sana bersinar dan cukup memberi penerangan bagi sepasang manusia yang sedang menikmati santapan seafood di panggang di atas bara api unggun. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan team penyelamat sampai keduanya pasrah dan fokus mengisi perut. "Hati-hati. Masih panas," Ucap dokter Niko meniup-niup udang yang di tusuk dengan ranting kecil sudah matang lalu memberikannya pada Viona. "Kau juga makan. Jangan asik meniupkan makananku saja!" "Iya," Jawab dokter Niko mengambil kerang yang sudah matang dengan dedaunan basah sebagai alasnya. Dokter Niko makan tapi matanya menatap dalam dan hangat Viona yang sedang menikmati udang bakarnya. Vions makan dengan lahap walau bisa di katakan semua rasa yang ada memang begitu alami dan segar. "Kau seperti orang yang tak makan satu bulan," Kelakar dokter Niko seraya mengunyah daging kerangnya. Viona malu tapi ia tak bisa menghentikan mulutnya untuk mengu
Langit sudah mau berubah gelap. Bayang-bayang mentari akan terbenam di ufuk barat terlihat sangat indah di pandang. Nuansa jingga pekat yang sebentar lagi akan menghitam membentang di seluruh langit pulau. Sudah lama Viona dan Niko menunggu dengan duduk di tengah-tengah tulisan yang mereka buat tadi. Wajah keduanya terlihat lelah bahkan Viona bersandar ke bahu dokter Niko yang dengan senang hati membiarkan hal itu. "Ini sudah lama. Kenapa tak ada satu-pun orang mencari kita?" Gumam Viona memandangi mentari terbenam yang mengobati rasa bosannya. "Mungkin pulau ini memang terpencil. Mereka kesusahan mencari kita." Grrr.. Suara perut Viona berbunyi hingga membuat wajah cantiknya bersemu malu. Dokter Niko tersenyum gemas kala Viona menunduk seraya memeggangi perutnya yang sudah membuat kegaduhan. "Lapar?" "I..iya," Gumam Viona mengangguk malu-malu. Dokter Niko mengusap lembut kepala Viona lalu mengedarkan pandangan ke area laut dan pesisir pulau. "Tunggu disini. Aku akan coba men
Wajah Viona masih mematung kosong seakan tak menyangka jika nyonya Amber tega melakukan itu. Ia kira selama ini ketidaksukaan mertuanya hanya sekedar belum menerima pernikahan mereka tapi, ternyata wanita itu mencoba melenyapkan dirinya dengan cara yang begitu kejam. Dokter Niko melihat keterkejutan Viona sampai wanita itu tak dapat berkata-kata. Kedua mata menyorot kosong dan seakan ini pukulan berat untuknya. "Maafkan aku. Jika tak memberitahumu aku hanya takut jika kedepannya akan ada lagi rencana pembunuh untukmu. Mungkin, saat itu aku tak bisa menghentikannya lagi." Viona hanya diam. Kenyataan ini terlalu berat baginya sampai kedua mata indah itu di genangi air bening siap tumpah kapan saja. Ibu mertuaku sendiri mencoba membunuhku. Apa aku seburuk itu sampai dia tak pernah sudi menerimaku jadi istri putranya?! Memikirkan itu Viona semakin tak bisa membendung air mata. Kepala tertunduk dengan tangan mengusap bulir bening yang jatuh tanpa di pinta. "A..apa aku seburuk itu?"
Gelombang air laut pantai ini perlahan lebih kuat kala sudah menjauh dari bibir pantai. Jet sky milik Viona masih melaju dengan stabil bahkan, tampaknya wanita itu menikmati suguhan pemandangan dan riak air yang dingin."Vionaa!!" Panggil dokter Niko setengah berteriak membuat Viona di depan sana menoleh. "Niko?" Gumam Viona bingung kala dokter Niko tampak mengejarnya dengan Jet Sky berkecepatan penuh. Raut wajah pria itu juga terlihat panik dan melambaikan tangan agar ia berhenti. "Vionaa!! Berhentii!!" "Ada apaa?" Tanya Viona ingin memelankan laju kendaraanya tapi, tiba-tiba benda ini sama sekali tak bisa berhenti. "Kenapa ini?!" Bingung Viona berusaha memelankan kecepatan benda itu tapi nihil. Jet sky yang Viona kendarai semakin melaju pesat melalang buana di lautan lepas. Bahkan, dokter Niko yang tadi ada di belakang seketika berusaha mengejar Viona yang sudah sangat menjahui wilayah aman di pantai. "Vionaa!!!" "Nikoo!! Ini..ini tak bisa berhenti!" Panik Viona mulai tak
Pagi ini Melvin mengajak Viona untuk bermain Jetski di pantai. Mentari hangat yang tak begitu panas juga mendukung kegiatan mereka seakan melupakan kejadian buruk tadi malam. Melvin sudah terlihat tampan dan gagah dengan celana pendek tanpa atasan memamerkan bentuk tubuh atletisnya berdiri di dekat Jetski. Sementara dokter Niko masih dengan kesantaian yang tak bisa di ganggu. Ia berbaring di atas kursi pantai dengan tampilan tak kalah mempesona walau berkacamata. Celana pendek selutut dengan atasan kemeja pantai lengan pendek. Dua kancing di atas terbuka memperlihatkan tonjolan otot dada bidang seksi tanpa bulunya. Di lihat dari segi tampilan, Melvin dan dokter Niko sudah jelas berbeda. Meski keduanya tampak begitu tampan penuh pesona hanya saja, dokter Niko tak begitu suka memamerkan bentuk tubuh. "Heeey!!! Kalian tak menunggukuu??" Suara Barbara datang dari arah resort berlari hanya menggunakan boxer membuat Melvin dan dokter Niko membelo jengah. "Istriku akan kesini! Pakailah