Home / Romansa / Suami tanpa Pilihan / Sesuatu yang Aneh

Share

Sesuatu yang Aneh

Pagi itu, Rindu sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia mengenakan dress putih yang dipadukan dengan blazer cream, serasi dengan kulit putih dan rambut panjang hitamnya. Heels tinggi menambahkan beberapa centi ukuran tubuhnya yang mungil. Namun, di balik penampilannya yang anggun, hati Rindu terasa berat.

Saat ia memasuki ruang makan, Tristand sudah duduk di ujung meja panjang, tampak tenang dengan setelan jasnya. Meja makan dipenuhi berbagai hidangan mewah yang menggiurkan.

“Tristand, apa kau makan sebanyak ini setiap pagi?” tanya Rindu, menatap makanan di meja yang terlalu banyak untuk hanya mereka berdua.

Tristand tidak langsung menjawab, hanya memandang makanan di depannya dengan ekspresi datar. Sementara itu, Tuti, kepala pelayan di rumah itu, menyahut dari sudut ruangan, “Hari ini Tuan dan Nyonya akan datang, jadi kami menyiapkan makanan untuk menyambut mereka.”

Rindu mengangguk pelan, menyadari bahwa Om William dan Tante Laura, orang tua Tristand, akan datang. ‘Jadi mereka benar-benar akan datang,’ monolog Rindu dalam hati, merasa sedikit cemas.

Tiba-tiba, Tristand memecah keheningan dengan sebuah pertanyaan, “Apa kau keberatan?”

“Keberatan untuk apa?” Rindu bertanya, sedikit bingung.

“Kedatangan kedua orang tuaku,” jawab Tristand.

“T...tidak. Tentu saja tidak,” jawab Rindu, meskipun hatinya bergetar.

‘Dia benar-benar iblis. Bahkan apa yang ada dalam pikiranku pun dia bisa membacanya,’ pikir Rindu, merasa semakin tertekan.

---

Mobil hitam Tristand melaju menuju tempat kerja mereka. Rindu duduk di sampingnya, melamun tentang Richard, kekasihnya yang hilang pada hari pernikahan mereka. Tiba-tiba, sebuah pikiran melintas di benaknya.

‘Tristand pasti tahu ke mana Richard pergi. Jika dia hilang, tidak mungkin sebagai kakak dia akan setenang ini,’ pikir Rindu dalam hati.

“Ehmm, Tristand, apa kau tahu di mana Richard?” tanya Rindu dengan hati-hati.

Cccciiit...

Tristand tiba-tiba mengerem mobilnya secara mendadak, membuat Rindu merasa terkejut. Ekspresi wajah Tristand berubah dari datar menjadi gelap, dan suasana di dalam mobil menjadi tegang.

“Turun!” titah Tristand, suaranya menandakan kemarahan.

“Apa maksudmu?” tanya Rindu, bingung dan cemas.

“Jika kau tidak bisa menjaga bicaramu lagi dan tetap membahas pria pengecut itu, aku akan menyeretmu turun dari mobilku. Jangan sebut nama itu lagi di hadapanku!” bentak Tristand, wajahnya semakin muram.

Rindu merasa tubuhnya membeku. Apa pria ini sangat menyesali pernikahan mereka hingga membuatnya begitu marah terhadap adiknya? Rindu hanya bisa diam, mematung, sementara Tristand kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Pikiran Rindu melayang-layang. ‘Kenapa dia begitu marah? Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Bagaimana aku bisa hidup dengan pria yang begitu dingin dan penuh amarah?’

“Turunlah. Kita sudah sampai,” kata Tristand, suaranya kembali datar.

Rindu tersentak dari lamunannya dan melihat mobil sudah berhenti di depan gedung kantornya. Sebelum ia bersiap turun, tiba-tiba terdengar suara Tristand yang menghentikan tangannya membuka pintu mobil.

"Nanti aku akan menjemputmu jam 5 sore. Kita harus menyambut kedatangan mama dan papa" tambahnya tanpa menoleh ke arah Rindu. Pandangannya tetap lurus ke depan dengan tangan di kemudi.

Rindu hanya mengangguk dan segera turun dari mobil, merasa bingung dan cemas. Ketika Tristand melaju meninggalkan tempat kerjanya, Rindu baru sadar bahwa Tristand mengetahui tempat kerjanya meskipun ia belum sempat memberitahukan apapun.

‘Tunggu! Dari mana dia tahu?’ Rindu bertanya dalam hati, merasa semakin tertekan. Tristand, pria yang baru dikenalinya, tampaknya selalu berada di depan, mengetahui segala sesuatu sebelum dia sempat mengatakannya.

'Dia benar-benar jelmaan Iblis' sambil mengusap bulu kuduk di tengkuknya yang ngeri, Rindu sedikit berlari memasuki gedung kantornya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status