Home / Romansa / Suami tanpa Pilihan / Pertemuan pertama

Share

Pertemuan pertama

“Tristand, Rindu!” seru seseorang suara bariton yang hangat, melangkah maju dengan senyum lebar. Ia langsung memeluk Tristand dengan penuh kebanggaan, sebelum menatap Rindu dengan pandangan lembut. Pria itu adalah Whilliam Adhitama, ayah Tristand.

Whilliam adalah pria paruh baya dengan rambut yang khas seorang bule, badannya tegap dan berwibawa. Di belakangnya, terlihat Istrinya yaitu Nyonya Laura, yang tampak anggun dengan pakaian elegan berwarna latte. Memiliki wajah indo membuat usianya yang sudah berumur tidak menampakkan kerutan dan tetap segar.

Rindu tersenyum, merasa sedikit lega melihat sambutan hangat dari ayah mertuanya. “Selamat datang, Pa,” katanya sopan, sambil menunduk hormat.

Whilliam mengangguk, dan tanpa ragu ia meraih tangan Rindu, mengajaknya lebih dekat. “Terima kasih, Rindu. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu. Maafkan kami yang tidak bisa hadir di pernikahan kalian.”

“Tidak apa-apa, Pa. Rindu mengerti,” jawab Rindu sambil tersenyum.

"Apa papa sudah tiba dari tadi?" tanya Tristand datar.

"Lumayan. Kalian sudah pulang?" Whilliam heran karena menantu dan putranya sudah pulang di jam makan siang. Tristand hanya mengakat kedua bahunya menanggapi pertanyaan ayahnya.

Melihat seorang wanita berparas cantik di belakang ayah mertuanya membuat Rindu yakin bahwa itu adalah Laura, mama mertuanya.

“Selamat datang ma-,” Sapa Rindu memberikan senyum dan salam hormat kepada wanita yang telah menjadi mertuanya itu.

"Heh... Cari muka" kata Laura dengan nada dingin,dan tatapan sinis membuat Rindu tertegun. Wanita itu memandang Rindu dari ujung kepala hingga kaki dengan tatapan penuh penilaian, seolah sedang menilai sesuatu yang tidak layak.

Rindu merasa darahnya berdesir dingin. Ia menatap Laura dengan bingung, mencoba mencari alasan di balik sikap sinis tersebut, namun hanya mendapati tatapan penuh antipati.

“Kalian memang pantas bersama,” lanjut Nyonya Laura, suaranya mengandung nada sindiran yang tajam. “Untung saja anakku sadar dan tidak jadi menikahi perempuan sepertimu. Kalian berdua cocok, sama-sama tidak tahu diri.”

Kata-kata itu bagaikan tamparan yang tak terduga bagi Rindu. Ia bisa merasakan wajahnya memanas, antara marah dan bingung. Keningnya berkerut, dan tanpa sadar, ia menoleh ke arah Tristand, mencari penjelasan dari pria yang berdiri diam di sampingnya.

Tristand, seperti biasa, tetap tenang. Ia hanya menatap ibunya dengan pandangan datar, seolah kata-kata pedas itu tidak mengganggunya sedikit pun. “Cukup, tante,” katanya singkat, namun tegas. Suaranya tidak meninggi, namun ada ketegasan di baliknya yang membuat Nyonya Laura berhenti berbicara.

Rindu semakin bingung. Apa maksud dari semua ini? Mengapa Nyonya Laura terlihat begitu tidak suka padanya? Dan apa yang dimaksud dengan ‘tidak jadi menikahi’?

Whilliam yang sejak tadi memperhatikan, mencoba meredakan ketegangan. “Ma, tidak perlu berkata seperti itu. Ini rumah Tristand, dan kita adalah tamu jadi jangan membuat keributan di sini”

Nyonya Laura hanya menghela napas panjang, namun tidak berkata apa-apa lagi. Ia melangkah masuk ke dalam rumah dengan angkuh, meninggalkan Rindu dan Tristand di depan pintu.

"Rindu, " suara Whilliam membuat Rindu terkejut dan menoleh ke arahnya. "Maafkan Richard yang meninggalkan pesta pernikahan kalian. Papa merasa sangat malu atas kejadian itu." Whilliam mengungkapkan rasa bersalahnya atas sikap anak bungsunya yang tidak bertanggungjawab.

"Besok papa akan menemui pak Surya untuk meminta maaf atas semua kejadian ini. Dan Tristand, terimakasih telah menyelamatkan nama keluarga kita" Whilliam menepuk pundak Tristand.

"Beristirahatlah pa, pasti perjalanan papa sangat melelahkan." Jawab Tristand dengan datar.

"Apa kamu sudah tau kemana Richard pergi? anak itu tidak pernah puas membuat onar di keluarga ini. aku akan membuat perhitungan dengannya" Whilliam tampak menahan emosi terlihat dari rahangnya yang mengerat dan tangannya yang mengepal. Bola matanya juga memancarkan aura gelap seperti Tristand.

'Keluarga ini memang sangat menyeramkan. Pantas saja Tristand seperti itu ternyata mewarisi sifat ayahnya' baru saja Rindu merasa ngeri melihat ekspresi ayah mertuanya, tiba-tiba terdengar suara dari dalam.

"Apa kalian tidak akan masuk ke dalam? apa karena aku datang ke sini? Laura melihat ke arah Rindu dan Tristand yang masih berdiri di luar bersama Whilliam.

"Ayo kita masuk" ajak Whilliam yang diikuti oleh Tristand dan Rindu.

Whilliam dan Laura tampak sedang menimati makan siang di meja makan sedangkan Tristand sudah menuju ke kamarnya.

'Tunggu! kenapa dia berjalan ke kamarku bukan ke kamarnya?' pikir Rindu saat melihat Tristand membuka pintu kamarnya. Dengan cepat Rindu berlari dan menahan lengan kekarnya.

"Hei, ini kamarku. Itu kamarmu!" sambil menunjuk ke ujung koridor tempat kamar Tristand.

Tristand memutar bola matanya ke arah Rindu, dan memberikan penekanan di sana.

"Ini rumahku dan semua kamar adalah kamarku." jawabnya singkat dan melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status