Delova mengikuti mobil Valda dengan motornya. Ia ingin ikut bersama Valda mengecek gedung untuk pernikahan.
Aruna melihatnya dari kaca spion dan begitu penasaran dengan calon adik iparnya itu.“Adikmu mau ikut dengan kita?” tanya Aruna pada Valda yang fokus menyetir.“Iya!” angguknya tanpa meliriknya.“Kenapa kalian terlihat begitu berbeda?” tanya Aruna lagi.“Kami bukan kembar, jadi tidak sama! Yang kembar saja biasanya banyak bedanya,” jawab Valda.“Hmmm ...” Aruna mendengus kesal kembali melihat pada spion dan terlihat Delova melambaikan tangannya.“Tapi di lihat-lihat Delova tampan juga walau pun tidak setampan Valda. Kayaknya kalau potongan rambutnya sama maka akan mirip, lagi pula gondrong terlihat urakan tidak rapi," batin Aruna.Sesampainya di ballroom hotel untuk acara pernikahan. Disana sudah ada Defria menantinya, menyambutnya dengan hangat kecuali pada Aruna yang ketus memasang wajah masam.Berdiskusi dengan banyak orang membAruna selesai keluar dari ruang ganti dan Valda sudah tidak ada di ruangan itu. Ia keluar dan pergi ke lantai satu untuk menemui Valda. Karena dia sedang bicara dengan orang lain, Aruna menunggunya duduk di kursi yang ada disana sembari melihat orang-orang yang ramai melakukan gym.“Tempat ini sangat besar dan ramai orang yang datang, keren Valda!” gumam Aruna.Valda memanggilnya untuk pulang. Berjalan lebih dulu dan Aruna mengekor padanya.Suasana di dalam mobil begitu canggung. Aruna melirik Valda tipis-tipis, tetapi dia biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.“Apa dia tidak melihatku tadi?” batin Aruna.“Kita makan di luar,” ujar Valda membuka obrolan.“Tumben?” jawab Aruna.“Tidak mau ikut ya terserah, kau bisa turun disini!” ujar Valda seraya menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Membuat kepala Aruna hampir terpentok.Aruna mendelik kesal. “Aku ikut! Cuman nanya aja kok!” gerutunya.Valda kembali melajukan mobilnya tanpa bicara l
Aruna menatap Karin keheranan. Sampai akhirnya suara Valda memecah keheranan itu. Ia berbalik badan menatap kedatangan Valda.“Kua berjalan tidak hati-hati,” ujar Karin.Aruna mendelik kesal, ia paham kenapa sikapnya menjadi berubah.“Kau tidak apa-apa, sayang?” tanya Karin.Aruna hanya menggelengkan kepala seraya mengusap-usap telapak tangannya yang sakit.“Apa yang terjadi pada Aruna?” tanya Valda.“Eh nak Valda, ini Aruna berjalan tidak hati-hati. Jadinya malah jatuh,” jawab Karin berbohong.“Benar apa yang dia katakan?” tatap Valda pada Aruna.Ia hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun.“Kalian ayo masuk,” ajak Karin ramah.Valda menatap Aruna yang terlihat tidak baik-baik saja. Ia tahu pasti ada yang Aruna sembunyikan.“Tidak ... saya harus pergi ke kantor!” jawab Valda. “Saya kemari hanya untuk menjemput Aruna,” sambungnya.Valda mengulurkan tangannya meraih tangan Aruna dan membawanya pergi dari rumah itu. Karin ti
Waktu tidak terasa berlalu begitu cepat, pernikahan akan terjadi hari ini. Aruna sedang di rias di kamar hotelnya tanpa ada yang mendampingi. Menatap wajah cantiknya di cermin, ada terbersit rasa sedih. Walau pun hanya pura-pura, tapi rasanya begitu menyedihkan.Kebaya pengantin warna putih membalut tubuh mungil Aruna dengan riasan penuh yang membuatnya semakin bertambah cantik.Seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan datang menghampiri Aruna. Ia tidak tahu siapa yang datang itu.Perempuan itu tersenyum ramah seraya memuji kecantikan Aruna.“Kau cantik sekali ....”Aruna hanya tersenyum.“Eh iya maaf ... saya Linda, istri mas Haris,” ujarnya seraya menyodorkan tangan.Aruna menerima uluran tangannya dan bersalaman. “Saya Aruna ....”“Kau cantik sekali, sangat cocok dengan bos Valda,” ucapnya.“Terima kasih.”“Saya bertugas untuk mendampingimu membawamu ke tempat akad. Kau pasti deg-degan, ya? Saya juga dulu pas menikah g
Karin mematung sejenak ke arah seseorang. Saat orang yang di lihatnya tengah sendiri, ia menghampirinya. “Mas ....” Pria itu berbalik badan ternyata itu adalah Chand. “Maaf ... siapa ya?” Chand tidak mengenali Karin. “Akhirnya kita di pertemukan lagi!” lirih Karin. “Apa yang anda katakan? Saya tidak mengenal anda!” ujar Chand lalu ia hendak pergi, tapi tangan Karin menahannya. “Tunggu ... mas pasti tidak akan terlalu mengingatku karena malam itu kau tidak sepenuhnya sadar. Aku hanya ingin memberitahu kalau anak kita sudah besar, selama ini aku mencari keberadaanmu!” ungkap Karin. Chand terkejut, matanya melotot mendengar pernyataan Karin. Ia melihat sekitar takut jika ada orang lain yang mendengarnya. Kemudian Chand menarik tangan Karin membawanya keluar dan melemparkannya sampai tersungkur ke lantai. “Anda jangan bicara sembarangan! Saya tidak mengenal anda.” Karin bangkit dan berdiri di hadapan Chand dengan percaya diri tanpa rasa takut. “Kau jangan m
Dengan sedikit usaha akhirnya Aruna bisa lepas dari pelukan Valda. Ia pergi menjauh dan melupakan selimutnya. Mengambil satu bantal kemudian berbaring di sofa. “Untung saja aku bisa lepas dari Valda. Kalau tidak sadar, dia bisa melakukan apa pun seperti malam itu!” gumam Aruna tanpa melepaskan pandangannya dari Valda. Karena melewati hari yang sangat melelahkan, membuat Aruna tertidur dengan cepat. Sampai akhirnya malam berganti pagi begitu cepat. Mereka berdua tertidur pulas dan melewati makan malam. Valda bangun lebih awal melihat keluar jendela dengan mata yang memicing karena silau cahaya matahari. “Ini sudah pagi!” gumamnya sembari beranjak ke kamar mandi. Ia melewati Aruna yang masih tertidur lelap di sofa dan tidak menghiraukannya. Selang beberapa menit, Aruna terbangun. Ia merasakan ingin buang air kecil, beranjak dari sofa dan masuk ke kamar mandi dengan sempoyongan dan mata masih tertutup. Valda menyadari ada orang masuk kemudian mematikan showernya. Meng
“Oh itu tadi aku bicara padanya saat sedang mandi, mungkin tidak terdengar jelas,” jawab Aruna.“Nah, aku sedang mandi tidak mendengarnya jelas!” timpal Valda.“Ya sudah, aku sudah selesai sarapan. Aku akan pulang sekarang dan membawa motorku ke bengkel,” ujar Delova.“Kami akan pulang ke rumah agak siang nanti. Sampai bertemu di rumah,” ucap Valda.“Oke!” Delova berlalu pergi.Valda menatap Aruna dan merasa sedikit bersalah perihal permintaannya.“Masalah tadi jangan kau pikirkan, aku tidak benar-benar serius!” cetus Valda membuka obrolan.“Tidak apa-apa, aku sudah melupakannya,” jawab Aruna. “Mau aku ambilkan sarapan apa?” ia bangkit dari duduknya menawari diri untuk membawakan makanan.“Duduklah, aku akan mengambilnya sendiri.” Valda bangkit dari duduknya dan berlalu pergi.Aruna duduk kembali dan perasaan anehnya muncul lagi. “Valda membuat hatiku tidak nyaman saja!” batinnya.Setelah menikmati sarapan bersama, mereka kembali ke
“Aruna, kau kemarilah ...” panggil Defria. Aruna merasa heran karena ibu mertuanya itu terlihat begitu ramah. Ia menghampirinya berjalan dengan perlahan dengan memasang senyuman yang manis. “Sapalah semua teman Mama, mereka datang hari ini karena kemarin tidak sempat datang ke acara pernikahanmu. Dimana Valda?” tutur Defria. “Valda tidur, Ma ...” jawab Aruna ragu. Baru pertama ini ibu mertuanya itu menyebut dirinya Mama. Kemudian Aruna menyapa semua orang yang datang. Membungkukkan tubuhnya tanda kesopanan pada yang lebih tua. “Waaah menantumu sangat cantik,” puji salah satu teman Defria. “Iya, kau cantik dan terlihat sangat alami. Sama seperti masa mudaku dulu,” ujar teman yang lainnya. Pujian-pujian itu suatu keuntungan untuk Defria. Menambah nilai plus untuk dirinya. Aruna hanya tersenyum mendengarnya, ia harus hati-hati dalam berbicara dan memilih untuk diam. “Ya iyalah, anakku tam
“Ternyata Aruna berbohong!” gumam Karin.“Memang Mami Karin adalah ibu tiriku dan aku memang yatim piatu karena kedua orang tuaku sudah meninggal. Maaf jika tidak memberitahu hal ini sebelumnya,” jelas Aruna.“Iya, Ma. Kami berencana memberitahu setelah pernikahan selesai agar tidak ada masalah,” timpal Valda.“Aduuhh, aku tidak di persilahkan duduk. Tidak sopan sekali,” celetuk Karin.Defria mendelik kesal, sikap Karin membuatnya semakin tidak suka pada Aruna.“Silahkan duduk, Mami ...” pinta Aruna.Valda tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya antara Karin dan Aruna pada Defria.“Pantas saja mas Chand tidak puas dengan istrinya sendiri, ternyata modelan seperti ini! Wajar saja jika mencari kepuasan di luaran sana. Aku yakin kalau Chand bukan hanya bermain denganku saja,” batin Karin.“Mami ada apa kemari?” tanya Aruna.“Memangnya aku tidak boleh mengunjungi putriku sendiri? Apalagi aku sebagai keluargamu belum di kenalkan dengan besa