“Oh itu tadi aku bicara padanya saat sedang mandi, mungkin tidak terdengar jelas,” jawab Aruna.“Nah, aku sedang mandi tidak mendengarnya jelas!” timpal Valda.“Ya sudah, aku sudah selesai sarapan. Aku akan pulang sekarang dan membawa motorku ke bengkel,” ujar Delova.“Kami akan pulang ke rumah agak siang nanti. Sampai bertemu di rumah,” ucap Valda.“Oke!” Delova berlalu pergi.Valda menatap Aruna dan merasa sedikit bersalah perihal permintaannya.“Masalah tadi jangan kau pikirkan, aku tidak benar-benar serius!” cetus Valda membuka obrolan.“Tidak apa-apa, aku sudah melupakannya,” jawab Aruna. “Mau aku ambilkan sarapan apa?” ia bangkit dari duduknya menawari diri untuk membawakan makanan.“Duduklah, aku akan mengambilnya sendiri.” Valda bangkit dari duduknya dan berlalu pergi.Aruna duduk kembali dan perasaan anehnya muncul lagi. “Valda membuat hatiku tidak nyaman saja!” batinnya.Setelah menikmati sarapan bersama, mereka kembali ke
“Aruna, kau kemarilah ...” panggil Defria. Aruna merasa heran karena ibu mertuanya itu terlihat begitu ramah. Ia menghampirinya berjalan dengan perlahan dengan memasang senyuman yang manis. “Sapalah semua teman Mama, mereka datang hari ini karena kemarin tidak sempat datang ke acara pernikahanmu. Dimana Valda?” tutur Defria. “Valda tidur, Ma ...” jawab Aruna ragu. Baru pertama ini ibu mertuanya itu menyebut dirinya Mama. Kemudian Aruna menyapa semua orang yang datang. Membungkukkan tubuhnya tanda kesopanan pada yang lebih tua. “Waaah menantumu sangat cantik,” puji salah satu teman Defria. “Iya, kau cantik dan terlihat sangat alami. Sama seperti masa mudaku dulu,” ujar teman yang lainnya. Pujian-pujian itu suatu keuntungan untuk Defria. Menambah nilai plus untuk dirinya. Aruna hanya tersenyum mendengarnya, ia harus hati-hati dalam berbicara dan memilih untuk diam. “Ya iyalah, anakku tam
“Ternyata Aruna berbohong!” gumam Karin.“Memang Mami Karin adalah ibu tiriku dan aku memang yatim piatu karena kedua orang tuaku sudah meninggal. Maaf jika tidak memberitahu hal ini sebelumnya,” jelas Aruna.“Iya, Ma. Kami berencana memberitahu setelah pernikahan selesai agar tidak ada masalah,” timpal Valda.“Aduuhh, aku tidak di persilahkan duduk. Tidak sopan sekali,” celetuk Karin.Defria mendelik kesal, sikap Karin membuatnya semakin tidak suka pada Aruna.“Silahkan duduk, Mami ...” pinta Aruna.Valda tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya antara Karin dan Aruna pada Defria.“Pantas saja mas Chand tidak puas dengan istrinya sendiri, ternyata modelan seperti ini! Wajar saja jika mencari kepuasan di luaran sana. Aku yakin kalau Chand bukan hanya bermain denganku saja,” batin Karin.“Mami ada apa kemari?” tanya Aruna.“Memangnya aku tidak boleh mengunjungi putriku sendiri? Apalagi aku sebagai keluargamu belum di kenalkan dengan besa
Chand kesal dengan kedatangan Karin ke rumahnya. Ia khawatir kalau Karin bicara macam-macam pada keluarganya. Ia menghampiri Defria yang sedang berada di meja makan fokus pada laptopnya.“Papa sudah pulang?” tanya Defria.“Apa yang terjadi? Kau terlihat tidak baik-baik saja,” ujarnya seraya duduk di samping Defria.Ia harus tahu apa yang Karin lakukan di rumah ini. Dengan respon Defria seperti itu, berarti dia tidak mengatakan masa lalu.“Aruna ... dia ternyata punya ibu tiri! Itu menyebalkan sekali, bagaimana kalau semua orang tahu? Habislah kita jadi gunjingan orang lain dan di cap pembohong!” jelas Defria.Chand sedikit bersyukur karena Karin tidaklah mengatakan perihal masa lalu itu.“Kenapa kau tidak terkejut?” tanya Defria menatapnya heran.“Ibu tiri? Dia mengatakan kalau yatim piatu, berarti Valda dan Aruna membohongi kita,” ujar chand pura-pura terkejut.Ia sudah lebih dulu terkejut tahu dari Karin sendiri.“Aku tidak ingin memik
Aruna bersiap dengan tergesa-gesa. Mengeringkan rambutnya dengan cepat seraya terus menggerutu karena Valda tidak membangunkannya. Keluar dari kamar menuruni anak tangga dengan cepat. Ia melihat ibu mertuanya itu tengah duduk di sofa menunggu kedatangannya. “Ada apa, Ma?” tanya Aruna hati-hati. Defria mendongak dengan wajah datar. Kemudian Aruna duduk di sofa di hadapannya. “Kau tidak bekerja, bukan?” tanya Defria. Aruna mengangguk. “Hmm ... sebenarnya aku malas bicara denganmu. Buang-buang waktuku yang berharga saja, tapi aku terpaksa harus bicara!” jelas Defria. Aruna sedikit menegang. Ia tidak tahu apa yang akan mertuanya itu katakan. “Kau tidak bekerja, tidak punya bisnis, setidaknya kau sadar diri. Bangun lebih pagi, membuatkan sarapan untuk suamimu, siapkan keperluan suamimu. Ini malah leha-leha bangun terlambat, tidak ada gunanya. Lihatlah diriku, wanita karir mengurusi bisnis salon dan di
Sontak Karin terkejut dan sedikit was-was. “Ada apa?” tanya Haris. Kemudian ia mengambil berkas yang hendak Aruna tanda tangani dan sedikit membukanya. Belum sempat memahami apa isi berkas itu, Karin dengan sigap mengambilnya dengan kasar. “Kau jangan mau tahu, ikut campur saja!” cetusnya seraya melengos pergi. “Mami ... mau kemana?” panggil Aruna. Tapi Karin mengabaikannya. “Berkas apa itu?” tanya Haris pada Aruna. “Berkas pemindahan aset menjadi atas nama ibu tiriku,” jawab Aruna. “Kau serius? Itu sepertinya asetmu banyak. Lagi pula kenapa pemindahan aset sesimple itu, dimana pengacara ayahmu? Dimana notarisnya?” tanya Haris. Aruna hanya menggelengkan kepala, ia tidak mengerti akan semua itu. “Sudahlah! Aku mau mengambil berkas yang tertinggal. Aku sarankan kau jangan tanda tangan sembarangan, takutnya nanti malah di salah gunakan,” ucap Haris. “Iya,” angguk Aruna.
Aruna mengangguk.“Memangnya apa saja aset yang Papimu tinggalkan?” tanya Valda serius.Aruna hanya menggelengkan kepala karena memang ia tidak tahu menahu soal itu.“Ya Tuhan ... selama ini apa yang kau tahu?” tanya Valda.Aruna kembali menggelengkan kepala menatapnya.“Bicaralah!” sentak Valda.“Aku tidak tahu. Aku mau bicara apa?” balas Aruna.“Selama dua puluh tahun ini apa yang kau lakukan?” tanya Valda.“Ya seperti orang pada umumnya. Sekolah, main, nongkrong, liburan– ya masih banyak lagi ...” jawabnya polos.“Kau kuliah jurusan apa?”“Seni music,” jawabnya. “Aku tidak mengerti bisnis, tapi aku mengerti alat-alat music dan suaraku juga bagus!” sambungnya.“Aku tak mudah untuk mencintai, aku tak mudah mengakuku cinta, aku tak mudah mengatakan, aku jatuh cinta ....”Aruna melantunkan sebait lagu. Itu membuat Valda tersenyum tipis, memang suaranya merdu dan enak di dengar.“Eh maaf.” Kemudian Aruna menutup mulutnya
Hari berikutnya sama dengan hari sebelumnya, Defria memperlakukan Aruna selayaknya pelayan. Ia semakin menjadi agar Aruna tidak betah berada di rumah itu. Hari ke enam dan Aruna masih melakukan hal seperti sebelum-sebelumnya. Ia sudah mulai terbiasa dengan ibu mertuanya itu. “Bereskan pakaian-pakaian kita yang akan di bawa besok. Aku lelah ingin istirahat,” ujar Valda sembari berbaring di tempat tidur. “Bantu aku dong! Aku juga lelah, seharian melakukan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya di tambah mamamu hari ini tidak pergi. Aku di suruh ini, di suruh itu. Menyebalkan! Jangan sampai di masa depan aku mempunyai mertua seperti itu,” keluhnya kesal. “Ya itung-itung belajar, jika suatu saat kau mendapatkan mertua seperti itu kau sudah bisa mengatasinya!” cetus Valda. “Jangan mendoakanku seperti itu,” jawab Aruna. Kemudian ia berlalu ke ruangan pakaian, ia mendongak melihat jejeran koper di atas lemari. “Itu koper-kopernya.” Aruna tidak bisa menggapai koper itu karen