Aruna terkejut karena Karin dan Nanda datang ke apartemen. Entah tahu darimana tempat tinggalnya sekarang.
“Pasti Pras yang mengatakan alamatku padanya!” gerutu Aruna.“Arunaaa ...” tiba-tiba Karin memeluknya dengan erat. Ia tidak membalas pelukan Karin.“Aku datang ingin minta maaf padamu dan calon suamimu. Maafkan aku dan Nanda ...” ujarnya histeris.Aruna melepaskan pelukan Karin. “Kenapa Mami tahu tempat tinggal ku?” tanyanya.“Tidak penting aku tahu dari mana, sekarang aku meminta maaf padamu dari hatiku yang paling dalam!” cetus Karin.Karena begitu bising, Valda menghampiri Aruna dan Delova mengekor padanya.“Kalian disini?” tanya Valda menatap Karin.Karin dan Nanda berlutut di kaki Valda memohon. “Maafkan aku, aku mengaku salah memperlakukan Aruna selama ini. Tolong maafkan aku,” ujarnya penuh drama.“Siapa mereka?” bisik Delova pada Valda.“Ibu tirinya Aruna!” jawab Valda.Aruna membangunkannya. “Sudah aku maafkan, tidDelova mengikuti mobil Valda dengan motornya. Ia ingin ikut bersama Valda mengecek gedung untuk pernikahan.Aruna melihatnya dari kaca spion dan begitu penasaran dengan calon adik iparnya itu.“Adikmu mau ikut dengan kita?” tanya Aruna pada Valda yang fokus menyetir.“Iya!” angguknya tanpa meliriknya.“Kenapa kalian terlihat begitu berbeda?” tanya Aruna lagi.“Kami bukan kembar, jadi tidak sama! Yang kembar saja biasanya banyak bedanya,” jawab Valda.“Hmmm ...” Aruna mendengus kesal kembali melihat pada spion dan terlihat Delova melambaikan tangannya.“Tapi di lihat-lihat Delova tampan juga walau pun tidak setampan Valda. Kayaknya kalau potongan rambutnya sama maka akan mirip, lagi pula gondrong terlihat urakan tidak rapi," batin Aruna.Sesampainya di ballroom hotel untuk acara pernikahan. Disana sudah ada Defria menantinya, menyambutnya dengan hangat kecuali pada Aruna yang ketus memasang wajah masam.Berdiskusi dengan banyak orang memb
Aruna selesai keluar dari ruang ganti dan Valda sudah tidak ada di ruangan itu. Ia keluar dan pergi ke lantai satu untuk menemui Valda. Karena dia sedang bicara dengan orang lain, Aruna menunggunya duduk di kursi yang ada disana sembari melihat orang-orang yang ramai melakukan gym.“Tempat ini sangat besar dan ramai orang yang datang, keren Valda!” gumam Aruna.Valda memanggilnya untuk pulang. Berjalan lebih dulu dan Aruna mengekor padanya.Suasana di dalam mobil begitu canggung. Aruna melirik Valda tipis-tipis, tetapi dia biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.“Apa dia tidak melihatku tadi?” batin Aruna.“Kita makan di luar,” ujar Valda membuka obrolan.“Tumben?” jawab Aruna.“Tidak mau ikut ya terserah, kau bisa turun disini!” ujar Valda seraya menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Membuat kepala Aruna hampir terpentok.Aruna mendelik kesal. “Aku ikut! Cuman nanya aja kok!” gerutunya.Valda kembali melajukan mobilnya tanpa bicara l
Aruna menatap Karin keheranan. Sampai akhirnya suara Valda memecah keheranan itu. Ia berbalik badan menatap kedatangan Valda.“Kua berjalan tidak hati-hati,” ujar Karin.Aruna mendelik kesal, ia paham kenapa sikapnya menjadi berubah.“Kau tidak apa-apa, sayang?” tanya Karin.Aruna hanya menggelengkan kepala seraya mengusap-usap telapak tangannya yang sakit.“Apa yang terjadi pada Aruna?” tanya Valda.“Eh nak Valda, ini Aruna berjalan tidak hati-hati. Jadinya malah jatuh,” jawab Karin berbohong.“Benar apa yang dia katakan?” tatap Valda pada Aruna.Ia hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun.“Kalian ayo masuk,” ajak Karin ramah.Valda menatap Aruna yang terlihat tidak baik-baik saja. Ia tahu pasti ada yang Aruna sembunyikan.“Tidak ... saya harus pergi ke kantor!” jawab Valda. “Saya kemari hanya untuk menjemput Aruna,” sambungnya.Valda mengulurkan tangannya meraih tangan Aruna dan membawanya pergi dari rumah itu. Karin ti
Waktu tidak terasa berlalu begitu cepat, pernikahan akan terjadi hari ini. Aruna sedang di rias di kamar hotelnya tanpa ada yang mendampingi. Menatap wajah cantiknya di cermin, ada terbersit rasa sedih. Walau pun hanya pura-pura, tapi rasanya begitu menyedihkan.Kebaya pengantin warna putih membalut tubuh mungil Aruna dengan riasan penuh yang membuatnya semakin bertambah cantik.Seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan datang menghampiri Aruna. Ia tidak tahu siapa yang datang itu.Perempuan itu tersenyum ramah seraya memuji kecantikan Aruna.“Kau cantik sekali ....”Aruna hanya tersenyum.“Eh iya maaf ... saya Linda, istri mas Haris,” ujarnya seraya menyodorkan tangan.Aruna menerima uluran tangannya dan bersalaman. “Saya Aruna ....”“Kau cantik sekali, sangat cocok dengan bos Valda,” ucapnya.“Terima kasih.”“Saya bertugas untuk mendampingimu membawamu ke tempat akad. Kau pasti deg-degan, ya? Saya juga dulu pas menikah g
Karin mematung sejenak ke arah seseorang. Saat orang yang di lihatnya tengah sendiri, ia menghampirinya.“Mas ....”Pria itu berbalik badan ternyata itu adalah Chand. “Maaf ... siapa ya?”Chand tidak mengenali Karin.“Akhirnya kita di pertemukan lagi!” lirih Karin.“Apa yang anda katakan? Saya tidak mengenal anda!” ujar Chand lalu ia hendak pergi, tapi tangan Karin menahannya.“Tunggu ... mas pasti tidak akan terlalu mengingatku karena malam itu kau tidak sepenuhnya sadar. Aku hanya ingin memberitahu kalau anak kita sudah besar, selama ini aku mencari keberadaanmu!” ungkap Karin.Chand terkejut, matanya melotot mendengar pernyataan Karin. Ia melihat sekitar takut jika ada orang lain yang mendengarnya.Kemudian Chand menarik tangan Karin membawanya keluar dan melemparkannya sampai tersungkur ke lantai.“Anda jangan bicara sembarangan! Saya tidak mengenal anda.”Karin bangkit dan berdiri di hadapan Chand dengan percaya diri tanpa rasa
Aruna Maureen berlari meninggalkan rumah yang seperti penjara itu. Dengan sisa tenaga ia berlari hingga terengah-engah, tubuhnya terasa lemas karena sedari kemarin dirinya di kurung sang ibu tiri–Karin. Hidup menyedihkan bermula saat sang ayah tercinta meninggal dunia satu tahun lalu. Kehidupannya berubah dan selalu dalam tekanan ibu dan saudara tirinya. Sampai akhirnya Aruna akan di jodohkan dengan juragan kaya beristri banyak dan ia tidak menginginkannya. Masih usia dua puluh tahun tidak ingin mengorbankan hidupnya seperti itu. Aruna menghentikan larinya. Ia mengatur nafasnya yang hampir habis. “Ya Tuhan ... Aku tidak kuat lagi!” Akan tetapi, preman suruhan Karin mengejarnya dan mereka sudah dekat dengan Aruna. Dengan sisa tenaga ia melanjutkan berlari. “Heyyy ... berhentilah!” teriak preman itu. Aruna berlari dengan melihat ke arah belakang, itu membuatnya tidak memperhatikan jalan dan tersandung pada pembatas jalan. Buuuughhh .... “Aaaghhh ... kakiku sakit .
“Kau sudah siuman?” tanyanya seraya menepuk pundak Aruna. Aruna berbalik badan sembari mengangkat kedua tangan pasrah dengan mata masih tertutup. “Jangan apa-apakan diriku, tolong. Kalau bisa lepaskanlah diriku ... aku masih kecil belum siap menjadi seorang istri, aku tidak bisa apa-apa dan lihatlah diriku juga tidak menarik sama sekali!” cerocosnya tanpa membuka mata. Pria itu mengernyitkan dahinya keheranan. Kemudian menjitak dahinya sampai keluar bunyi. Taaaakkk .... “Kau bicara apa?” tanyanya. Aruna meringis kesakitan seraya mengelus-elus dahinya yang memerah. “Awww sakit ....” Kemudian ia mendongak membuka matanya melihat pada pria yang berdiri di hadapannya. Pria tinggi dengan perawakan gagah dan sangat tampan dengan rahang tegas serta mata coklat yang terlihat bersinar. Pemandangan yang membuat Aruna terpana seakan terhipnotis. “Apa yang kau lihat?” pria itu menjitak kembali dahi Aruna sehingga membuatnya tersadar. “Siapa kau sebenarnya?” tanyany
“Ya itu maksudku, pekerjaan untukmu.” Aruna mengernyit tidak mengerti dengan apa yang Valda katakan. “Aku akan memberikanmu pekerjaan sebagai pacar pura-puraku. Bagaimana?” ujar Valda. “Tidak ... tidak ...” Aruna tegas menolaknya. Ia bangkit dari duduknya dan hendak pergi mendekat pada pintu. “Tunggu ... kau akan mendapatkan bayaran yang besar. Apa kau tidak butuh uang?” tanya Valda. Aruna menghentikan langkahnya. “Bayaran yang besar? Apa aku ambil saja tawarannya, toh hanya pacar pura-pura saja. Kalau sekarang aku pergi, akan pergi kemana? Tidak mungkin aku pulang ke rumah dan tanpa uang bagaimana aku bisa hidup di luaran sana. Kalaupun bekerja, akan bekerja apa?” batin Aruna bergelut. “Cepatlah berpikirnya!” cetus Valda. Aruna berbalik badan melihat pada Valda. “Hanya pacar pura-pura saja, kan?” tanya Aruna. “Ya, hanya pacar pura-pura. Paling beberapa kali menghadiri acara dan jika bertemu orangtuaku setelah itu selesai ...” jelas Valda. “Benar bay