Valda menidurkan Aruna di kamarnya. Tidak ingin terjadi hal yang tidak di inginkan, ia bergegas keluar dan pergi ke kamarnya. "Kenapa Aruna membuat perasaanku selalu tidak karuan?" batin Valda. Keesokan harinya .... Aruna benar-benar tertidur begitu lelap. Terbangun di pagi hari dan menyadari kalau dirinya berada di kamar. Menatap keluar jendela dengan mata memicing. “Emmm sudah pagi. Perasaan semalam aku tertidur di mobil Valda— ya Tuhan ... apa Valda yang membawaku ke kamar?” Aruna bergumam sembari mengecek pakaiannya. “Sepertinya tidak terjadi yang macam-macam. Semenjak kejadian ciuman itu, aku takut Valda melakukan hal yang tidak-tidak. Walau pun mulutnya mengatakan tidak tertarik, tapi bisa saja terjadi seperti waktu itu!” gumamnya. Ia berlalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Sementara itu, Valda sudah bergelut di dapur. Setiap pagi ia selalu membuat sarapan sehat sendiri. Ia tidak lupa membuatkannya juga untuk Aruna. Setelah selesai menyajikannya
“Ya Tuhan akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Aruna ...” ternyata Pras datang menemuinya. “Ka–kau tahu dari mana aku ada disini?” tanya Aruna terkejut. Pras menarik tangan Aruna mendudukkannya di kursi taman. “Aku datang ke rumahmu dan ibumu mengatakan kalau dirimu pergi dari rumah, kabur. Apa yang terjadi?” tanyanya. Ia tidak mengatakan kalau dirinya di suruh Karin untuk mengintainya. “Kau tahu sendiri bagaimana perlakuan ibu tiriku. Aku kabur karena akan di jodohkan dengan pria tua!” jawab Aruna. “Hmmm sabar ya ... berarti kau meninggalkan semua warisan dari Papimu dong?" tanya Pras. "Hmmm ... tidak pedulilah dengan semua itu, yang penting hidupku tidak tersiksa!" cetus Aruna. "Ya aku mengerti! eh apa kau punya pacar sekarang?” tanya Pras memastikan. Aruna menatap Pras. “Tau dari mana kau?” tanyanya. “A–aku hanya menebak saja!” “Kau pasti menguntitku, kan?” tebak Aruna. Ia tahu sifat temannya itu, selalu ingin tahu tentang dirinya. “Aku akan menikah!” ungkapn
Aruna melepaskan pelukannya mendongak pada Valda dan tersenyum. “Terima kasih.”Valda merasa tersentuh, jantungnya berdebar lebih kencang. Kemudian ia memalingkan wajahnya dan berlalu ke mobil. Dengan senang Aruna mengekor padanya.Aruna memberitahukan makam orang tuanya dan Valda melaju ke tempat yang ia sebutkan.“Eh aku melihat perempuan yang semalam itu di kantormu,” ujar Aruna membuka obrolan.“Oh Elisha, dia bekerja di kantorku!” jawabnya tanpa melihat pada Aruna.“Pantas saja ada di kantormu. Berarti selalu bertemu setiap hari dong? Sepertinya dia sangat menyukaimu?” tebak Aruna.Valda melirik Aruna dengan tajam. “Tidak perlu banyak bertanya dan jangan campuri urusan pribadiku!” ucapnya.Aruna menutup mulutnya dengan tangan dan memalingkan wajahnya menatap keluar jendela.Tidak lama kemudian mereka sampai di makam orang tua Aruna. Ia turun dari mobil dan Valda hanya menunggunya di mobil.“Di lihat-lihat kasihan sekali dia!” cetus V
“Kau pergi saja sana kalau bicara hal itu terus!” ujar Valda.“Ti–tidak ... aku mau minta makan,” jawab Delova. Ia berlalu ke dapur dan duduk di kursi makan.Valda tidak bicara lagi dan mulai bergelut dengan alat masak. Ia fokus pada masakannya sementara Delova terus menatap pada pintu kamar Aruna yang tidak kunjung terbuka.“Aku harus membuktikan kalau apa yang aku katakan itu benar!” batin Delova.Beberapa saat menunggu, makanan selesai dan menyajikannya di meja. Delova melahapnya dengan cepat.“Makan pelan-pelan!” ujar Valda.“Dimana Aruna, kenapa dia tidak makan bersama kita?” tanya Delova.“Kalau mau makan pasti dia keluar!” jawab Valda.Delova mengernyit, timbul pertanyaan di kepalanya kenapa tidak perhatian seperti itu.Sampai selesai makan, Aruna tidak keluar dari kamarnya. Delova memutuskan untuk pulang saja, pamit pada Valda yang fokus pada laptopnya.“Jangan kebut-kebutan!” cetus Valda.“Aku pembalap, tidak perlu meng
Aruna terkejut karena Karin dan Nanda datang ke apartemen. Entah tahu darimana tempat tinggalnya sekarang.“Pasti Pras yang mengatakan alamatku padanya!” gerutu Aruna.“Arunaaa ...” tiba-tiba Karin memeluknya dengan erat. Ia tidak membalas pelukan Karin.“Aku datang ingin minta maaf padamu dan calon suamimu. Maafkan aku dan Nanda ...” ujarnya histeris.Aruna melepaskan pelukan Karin. “Kenapa Mami tahu tempat tinggal ku?” tanyanya.“Tidak penting aku tahu dari mana, sekarang aku meminta maaf padamu dari hatiku yang paling dalam!” cetus Karin.Karena begitu bising, Valda menghampiri Aruna dan Delova mengekor padanya.“Kalian disini?” tanya Valda menatap Karin.Karin dan Nanda berlutut di kaki Valda memohon. “Maafkan aku, aku mengaku salah memperlakukan Aruna selama ini. Tolong maafkan aku,” ujarnya penuh drama.“Siapa mereka?” bisik Delova pada Valda.“Ibu tirinya Aruna!” jawab Valda.Aruna membangunkannya. “Sudah aku maafkan, tid
Delova mengikuti mobil Valda dengan motornya. Ia ingin ikut bersama Valda mengecek gedung untuk pernikahan.Aruna melihatnya dari kaca spion dan begitu penasaran dengan calon adik iparnya itu.“Adikmu mau ikut dengan kita?” tanya Aruna pada Valda yang fokus menyetir.“Iya!” angguknya tanpa meliriknya.“Kenapa kalian terlihat begitu berbeda?” tanya Aruna lagi.“Kami bukan kembar, jadi tidak sama! Yang kembar saja biasanya banyak bedanya,” jawab Valda.“Hmmm ...” Aruna mendengus kesal kembali melihat pada spion dan terlihat Delova melambaikan tangannya.“Tapi di lihat-lihat Delova tampan juga walau pun tidak setampan Valda. Kayaknya kalau potongan rambutnya sama maka akan mirip, lagi pula gondrong terlihat urakan tidak rapi," batin Aruna.Sesampainya di ballroom hotel untuk acara pernikahan. Disana sudah ada Defria menantinya, menyambutnya dengan hangat kecuali pada Aruna yang ketus memasang wajah masam.Berdiskusi dengan banyak orang memb
Aruna selesai keluar dari ruang ganti dan Valda sudah tidak ada di ruangan itu. Ia keluar dan pergi ke lantai satu untuk menemui Valda. Karena dia sedang bicara dengan orang lain, Aruna menunggunya duduk di kursi yang ada disana sembari melihat orang-orang yang ramai melakukan gym.“Tempat ini sangat besar dan ramai orang yang datang, keren Valda!” gumam Aruna.Valda memanggilnya untuk pulang. Berjalan lebih dulu dan Aruna mengekor padanya.Suasana di dalam mobil begitu canggung. Aruna melirik Valda tipis-tipis, tetapi dia biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.“Apa dia tidak melihatku tadi?” batin Aruna.“Kita makan di luar,” ujar Valda membuka obrolan.“Tumben?” jawab Aruna.“Tidak mau ikut ya terserah, kau bisa turun disini!” ujar Valda seraya menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Membuat kepala Aruna hampir terpentok.Aruna mendelik kesal. “Aku ikut! Cuman nanya aja kok!” gerutunya.Valda kembali melajukan mobilnya tanpa bicara l
Aruna menatap Karin keheranan. Sampai akhirnya suara Valda memecah keheranan itu. Ia berbalik badan menatap kedatangan Valda.“Kua berjalan tidak hati-hati,” ujar Karin.Aruna mendelik kesal, ia paham kenapa sikapnya menjadi berubah.“Kau tidak apa-apa, sayang?” tanya Karin.Aruna hanya menggelengkan kepala seraya mengusap-usap telapak tangannya yang sakit.“Apa yang terjadi pada Aruna?” tanya Valda.“Eh nak Valda, ini Aruna berjalan tidak hati-hati. Jadinya malah jatuh,” jawab Karin berbohong.“Benar apa yang dia katakan?” tatap Valda pada Aruna.Ia hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun.“Kalian ayo masuk,” ajak Karin ramah.Valda menatap Aruna yang terlihat tidak baik-baik saja. Ia tahu pasti ada yang Aruna sembunyikan.“Tidak ... saya harus pergi ke kantor!” jawab Valda. “Saya kemari hanya untuk menjemput Aruna,” sambungnya.Valda mengulurkan tangannya meraih tangan Aruna dan membawanya pergi dari rumah itu. Karin ti