Aruna melepaskan pelukannya mendongak pada Valda dan tersenyum. “Terima kasih.”
Valda merasa tersentuh, jantungnya berdebar lebih kencang. Kemudian ia memalingkan wajahnya dan berlalu ke mobil. Dengan senang Aruna mengekor padanya.Aruna memberitahukan makam orang tuanya dan Valda melaju ke tempat yang ia sebutkan.“Eh aku melihat perempuan yang semalam itu di kantormu,” ujar Aruna membuka obrolan.“Oh Elisha, dia bekerja di kantorku!” jawabnya tanpa melihat pada Aruna.“Pantas saja ada di kantormu. Berarti selalu bertemu setiap hari dong? Sepertinya dia sangat menyukaimu?” tebak Aruna.Valda melirik Aruna dengan tajam. “Tidak perlu banyak bertanya dan jangan campuri urusan pribadiku!” ucapnya.Aruna menutup mulutnya dengan tangan dan memalingkan wajahnya menatap keluar jendela.Tidak lama kemudian mereka sampai di makam orang tua Aruna. Ia turun dari mobil dan Valda hanya menunggunya di mobil.“Di lihat-lihat kasihan sekali dia!” cetus V“Kau pergi saja sana kalau bicara hal itu terus!” ujar Valda.“Ti–tidak ... aku mau minta makan,” jawab Delova. Ia berlalu ke dapur dan duduk di kursi makan.Valda tidak bicara lagi dan mulai bergelut dengan alat masak. Ia fokus pada masakannya sementara Delova terus menatap pada pintu kamar Aruna yang tidak kunjung terbuka.“Aku harus membuktikan kalau apa yang aku katakan itu benar!” batin Delova.Beberapa saat menunggu, makanan selesai dan menyajikannya di meja. Delova melahapnya dengan cepat.“Makan pelan-pelan!” ujar Valda.“Dimana Aruna, kenapa dia tidak makan bersama kita?” tanya Delova.“Kalau mau makan pasti dia keluar!” jawab Valda.Delova mengernyit, timbul pertanyaan di kepalanya kenapa tidak perhatian seperti itu.Sampai selesai makan, Aruna tidak keluar dari kamarnya. Delova memutuskan untuk pulang saja, pamit pada Valda yang fokus pada laptopnya.“Jangan kebut-kebutan!” cetus Valda.“Aku pembalap, tidak perlu meng
Aruna terkejut karena Karin dan Nanda datang ke apartemen. Entah tahu darimana tempat tinggalnya sekarang.“Pasti Pras yang mengatakan alamatku padanya!” gerutu Aruna.“Arunaaa ...” tiba-tiba Karin memeluknya dengan erat. Ia tidak membalas pelukan Karin.“Aku datang ingin minta maaf padamu dan calon suamimu. Maafkan aku dan Nanda ...” ujarnya histeris.Aruna melepaskan pelukan Karin. “Kenapa Mami tahu tempat tinggal ku?” tanyanya.“Tidak penting aku tahu dari mana, sekarang aku meminta maaf padamu dari hatiku yang paling dalam!” cetus Karin.Karena begitu bising, Valda menghampiri Aruna dan Delova mengekor padanya.“Kalian disini?” tanya Valda menatap Karin.Karin dan Nanda berlutut di kaki Valda memohon. “Maafkan aku, aku mengaku salah memperlakukan Aruna selama ini. Tolong maafkan aku,” ujarnya penuh drama.“Siapa mereka?” bisik Delova pada Valda.“Ibu tirinya Aruna!” jawab Valda.Aruna membangunkannya. “Sudah aku maafkan, tid
Delova mengikuti mobil Valda dengan motornya. Ia ingin ikut bersama Valda mengecek gedung untuk pernikahan.Aruna melihatnya dari kaca spion dan begitu penasaran dengan calon adik iparnya itu.“Adikmu mau ikut dengan kita?” tanya Aruna pada Valda yang fokus menyetir.“Iya!” angguknya tanpa meliriknya.“Kenapa kalian terlihat begitu berbeda?” tanya Aruna lagi.“Kami bukan kembar, jadi tidak sama! Yang kembar saja biasanya banyak bedanya,” jawab Valda.“Hmmm ...” Aruna mendengus kesal kembali melihat pada spion dan terlihat Delova melambaikan tangannya.“Tapi di lihat-lihat Delova tampan juga walau pun tidak setampan Valda. Kayaknya kalau potongan rambutnya sama maka akan mirip, lagi pula gondrong terlihat urakan tidak rapi," batin Aruna.Sesampainya di ballroom hotel untuk acara pernikahan. Disana sudah ada Defria menantinya, menyambutnya dengan hangat kecuali pada Aruna yang ketus memasang wajah masam.Berdiskusi dengan banyak orang memb
Aruna selesai keluar dari ruang ganti dan Valda sudah tidak ada di ruangan itu. Ia keluar dan pergi ke lantai satu untuk menemui Valda. Karena dia sedang bicara dengan orang lain, Aruna menunggunya duduk di kursi yang ada disana sembari melihat orang-orang yang ramai melakukan gym.“Tempat ini sangat besar dan ramai orang yang datang, keren Valda!” gumam Aruna.Valda memanggilnya untuk pulang. Berjalan lebih dulu dan Aruna mengekor padanya.Suasana di dalam mobil begitu canggung. Aruna melirik Valda tipis-tipis, tetapi dia biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.“Apa dia tidak melihatku tadi?” batin Aruna.“Kita makan di luar,” ujar Valda membuka obrolan.“Tumben?” jawab Aruna.“Tidak mau ikut ya terserah, kau bisa turun disini!” ujar Valda seraya menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Membuat kepala Aruna hampir terpentok.Aruna mendelik kesal. “Aku ikut! Cuman nanya aja kok!” gerutunya.Valda kembali melajukan mobilnya tanpa bicara l
Aruna menatap Karin keheranan. Sampai akhirnya suara Valda memecah keheranan itu. Ia berbalik badan menatap kedatangan Valda.“Kua berjalan tidak hati-hati,” ujar Karin.Aruna mendelik kesal, ia paham kenapa sikapnya menjadi berubah.“Kau tidak apa-apa, sayang?” tanya Karin.Aruna hanya menggelengkan kepala seraya mengusap-usap telapak tangannya yang sakit.“Apa yang terjadi pada Aruna?” tanya Valda.“Eh nak Valda, ini Aruna berjalan tidak hati-hati. Jadinya malah jatuh,” jawab Karin berbohong.“Benar apa yang dia katakan?” tatap Valda pada Aruna.Ia hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun.“Kalian ayo masuk,” ajak Karin ramah.Valda menatap Aruna yang terlihat tidak baik-baik saja. Ia tahu pasti ada yang Aruna sembunyikan.“Tidak ... saya harus pergi ke kantor!” jawab Valda. “Saya kemari hanya untuk menjemput Aruna,” sambungnya.Valda mengulurkan tangannya meraih tangan Aruna dan membawanya pergi dari rumah itu. Karin ti
Waktu tidak terasa berlalu begitu cepat, pernikahan akan terjadi hari ini. Aruna sedang di rias di kamar hotelnya tanpa ada yang mendampingi. Menatap wajah cantiknya di cermin, ada terbersit rasa sedih. Walau pun hanya pura-pura, tapi rasanya begitu menyedihkan.Kebaya pengantin warna putih membalut tubuh mungil Aruna dengan riasan penuh yang membuatnya semakin bertambah cantik.Seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan datang menghampiri Aruna. Ia tidak tahu siapa yang datang itu.Perempuan itu tersenyum ramah seraya memuji kecantikan Aruna.“Kau cantik sekali ....”Aruna hanya tersenyum.“Eh iya maaf ... saya Linda, istri mas Haris,” ujarnya seraya menyodorkan tangan.Aruna menerima uluran tangannya dan bersalaman. “Saya Aruna ....”“Kau cantik sekali, sangat cocok dengan bos Valda,” ucapnya.“Terima kasih.”“Saya bertugas untuk mendampingimu membawamu ke tempat akad. Kau pasti deg-degan, ya? Saya juga dulu pas menikah g
Karin mematung sejenak ke arah seseorang. Saat orang yang di lihatnya tengah sendiri, ia menghampirinya. “Mas ....” Pria itu berbalik badan ternyata itu adalah Chand. “Maaf ... siapa ya?” Chand tidak mengenali Karin. “Akhirnya kita di pertemukan lagi!” lirih Karin. “Apa yang anda katakan? Saya tidak mengenal anda!” ujar Chand lalu ia hendak pergi, tapi tangan Karin menahannya. “Tunggu ... mas pasti tidak akan terlalu mengingatku karena malam itu kau tidak sepenuhnya sadar. Aku hanya ingin memberitahu kalau anak kita sudah besar, selama ini aku mencari keberadaanmu!” ungkap Karin. Chand terkejut, matanya melotot mendengar pernyataan Karin. Ia melihat sekitar takut jika ada orang lain yang mendengarnya. Kemudian Chand menarik tangan Karin membawanya keluar dan melemparkannya sampai tersungkur ke lantai. “Anda jangan bicara sembarangan! Saya tidak mengenal anda.” Karin bangkit dan berdiri di hadapan Chand dengan percaya diri tanpa rasa takut. “Kau jangan m
Dengan sedikit usaha akhirnya Aruna bisa lepas dari pelukan Valda. Ia pergi menjauh dan melupakan selimutnya. Mengambil satu bantal kemudian berbaring di sofa. “Untung saja aku bisa lepas dari Valda. Kalau tidak sadar, dia bisa melakukan apa pun seperti malam itu!” gumam Aruna tanpa melepaskan pandangannya dari Valda. Karena melewati hari yang sangat melelahkan, membuat Aruna tertidur dengan cepat. Sampai akhirnya malam berganti pagi begitu cepat. Mereka berdua tertidur pulas dan melewati makan malam. Valda bangun lebih awal melihat keluar jendela dengan mata yang memicing karena silau cahaya matahari. “Ini sudah pagi!” gumamnya sembari beranjak ke kamar mandi. Ia melewati Aruna yang masih tertidur lelap di sofa dan tidak menghiraukannya. Selang beberapa menit, Aruna terbangun. Ia merasakan ingin buang air kecil, beranjak dari sofa dan masuk ke kamar mandi dengan sempoyongan dan mata masih tertutup. Valda menyadari ada orang masuk kemudian mematikan showernya. Meng